Arteria Dituntut Meminta Maaf kepada Suku Sunda


Oleh Asep Muhidin

GARUT, JABARBICARA.COM-- Pernyataan anggota komisi III DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan, yang menyampaikan kritik saat rapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (17/01/2022), lalu sangat melukai perasaan suku Sunda.

Kurang etis kalau dalam rapat para yang terhormat di ruang terhormat bicara seperti itu.

Kritik boleh tapi ditempatkan pada tempatnya. Lalu kalau yang bicara Bahasa Ingris, jawa kenapa tidak dikritik? Atau yang tertidur dan bermain HP saat rapat yang terhormat tidak dikritik?
Kan aneh!

Hemat saya, yang terhormat Arteria itu menyampaikan ucapannya di depan umum; entah apa maksud dan tujuannya dengan melontarkan:

"Ada kritik sedikit, Pak JA(Jaksa Agung). Ada Kajati Pak, yang dalam rapat dalam raker itu ngomong pake bahasa Sunda, ganti Pak itu,"

Nah dia (Arteria) sendiri menggunakan kata "ngomong” itu kata dari bahasa mana?
Darimana asal mula “ngomong” itu?

Terus ada kalimat “Kalau ngomong Bahasa Sunda, orang takut, definisinya itu menyeramkan."

Memang seseram itu bahasa Sunda?
Atau takut takut diomongin katanya.
Ada yang aneh dengan pola berfikir Bung Arteria ini.

Selain itu, gegara berbicara Bahasa Sunda, Kajati harus diganti; itu sangat melukai suku kami sebagai orang Sunda.
Itu menandakan atau mencerminkan bahwa Suku Sunda tidak boleh ada yang menjadi pejabat negara atau pemerintahan (Kepala/Pimpinan).

Hal tersebut jelas sekali bertentangan dengan Pasal 9 Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang menjamin hak asasi manusia setiap warga negara.

Dalam hukum, Bung Arteria kan dasarnya praktisi hukum, jadi paham hukum, dalam hal ini bisa dikenakan KUH Pidana dan Undang-Undang IT (UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik). Bisa juga dijerat Pasal 16 Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis yang menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

Dalam Pasal 16 UU RI No. 40 Tahun 2008 ini, kita bisa meiihat Pasal 4 ayat (1) angka 2-nya, karena ruhnya di situ.

Maka dari itu, sebagai warga Jawa Barat Suku Sunda asli orang Garut, meminta kepada Komnas HAM dapat segera mengambil langkah kongkrit sesuai wewenang dan kewenangannya demi menjaga nilai-nilai budaya, suku yang ada di Negara tercinta ini dengan menerbitkan atau memberikan penilaian, pendapatnya untuk dijdikan referensi dalam penanganan hukum mengenai dugaan diskriminasi SARA.

Menurut Pasal 5 ayat (1) huruf b angka Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 001B/PER.KOMNAS HAM/II/2014 Tentang Prosedur Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis menyebutkan, “Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan: Berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain”

Kami tidak melihat yang terhormat Arteria ini dari Partai mana, tetapi kalau berkaitan dengan karakter, itu pribadi. Mungkin sudah menjadi karakter beliau begitu, jadi mohon dilakukan evaluasi bagi Partainya terhadap Bung Arteria.

Apabila Bung Arteria tidak meminta maaf kepada suku sunda, maka wajib hukumnya Aparat Penegak Hukum menegakan hukum tanpa adanya perbedaan siapa pelapor dan terlapor. (*)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.