Beauty Pageants: Kontes Merendahkan Kaum Perempuan


Oleh : Ummu Syam (Aktivis Muslimah Cibarusah)

JABARBICARA.COM-- Sebuah kontes kecantikan internasional tahunan, Miss Universe akan digelar di Eilat, Israel pada 12 Desember mendatang. Rencana tersebut menuai banyak kecaman dan boikot dari banyak pihak. Hal ini dikarenakan Israel adalah negara yang dikenal sebagai pelaku genosida kepada rakyat sipil Palestina.

Salah satu kecaman datang dari cucu Nelson Mandela yang juga merupakan seorang aktivis, Zwelivelile 'Mandla' Mandela. Dilansir dari VOA Indonesia (23/11/2021), Zwelivelile mengatakan,
"Pendudukan dan perlakuan kejam terhadap warga Palestina di tangan rezim apartheid Israel. Tak ada hal yang baik tentang pendudukan militer, kebrutalan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap rakyat sipil Palestina".

Paula M. Shugart selaku Presiden Miss Universe Organization mengungkapkan alasan dipilihnya Israel. "Israel adalah negara yang kaya akan sejarah, memiliki pemandangan indah dan budaya yang menarik, sehingga menjadi daya tarik sebagai destinasi pariwisata dunia" tuturnya.

Jika menilik lebih jauh lagi, ini bukan hanya perkara tempat diselenggarakannya Miss Universe. Masyarakat seharusnya juga mengecam dan memboikot kontes kecantikan itu sendiri. Karena pada faktanya, Beauty Pageants yang notabene mengusung slogan "Brain, Behaviour, Beauty and Cultured" tidak lebih hanyalah kontes untuk merendahkan kehormatan kaum perempuan.

Selama kontes kecantikan berlangsung, para kontestan diharapkan dapat berpartisipasi dalam kompetisi pakaian renang dan gaun malam. Itu artinya kontes ini sebenarnya adalah kontes mengumbar aurat yang dibungkus slogan manis "Brain, Behaviour, Beauty and Cultured".

Selain itu, kontes kecantikan ini tentu tidak akan bisa diselenggarakan tanpa adanya sponsor. Ada brand-brand besar di balik diselenggarakannya Beauty Pageants, salah satunya adalah brand pakaian renang dan gaun malam itu sendiri. Hal ini mengkonfirmasi, bahwa para kontestan hanya dijadikan budak oleh para kapitalis dengan menjadikan mereka barang komoditas untuk mengkomersilkan produk para kapitalis.

Kemudian pemenang ditentukan setelah melewati penyeleksian yang ketat, maka pemenang akan melakukan kegiatan publik selama setahun dimana ia menjadi duta besar untuk menyebarkan pesan tentang pengendalian penyakit, perdamaian, kesadaran publik akan AIDS dan pemanasan global. Di samping itu pemenang pun menyuarakan kemanusiaan seperti hak-hak minoritas termasuk masalah rasial.

Pertanyaannya, untuk melakukan agenda tersebut, haruskah dilakukan dengan cara mengadakan Beauty Pageants? Sedangkan banyak organisasi amal (sosial) dan kemanusiaan juga memiliki agenda yang sama, bahkan setiap individu pun bisa melakukan agenda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang murah dalam sistem kapitalisme.

Apa yang terjadi pada hari ini terhadap kaum perempuan, tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada kaum perempuan di zaman pra-Islam (sebelum Islam datang). Bedanya, hanya disisipi nilai-nilai modernisasi.

Sudah menjadi pengetahuan umum bagi kaum muslimin, bahwa orang-orang Arab pada masa Jahiliyah malu jika memiliki anak perempuan. Karenanya, jika mereka mendapati anak yang lahir berjenis kelamin perempuan maka mereka akan menguburnya hidup-hidup.

Setali tiga uang dengan masyarakat Arab. Bangsa Romawi dan Yunani yang dipandang sebagai bangsa yang banyak melahirkan para filosof, justru merendahkan kaum perempuan.

Di masa itu perempuan hanya dipandang sebagai alat penerus generasi dan semacam pembantu rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki. Filosof Demosthenes berpendapat istri hanya berfungsi melahirkan anak. Aristoteles menganggap perempuan sederajat dengan hamba sahaya.

Filosof lainnya, Plato menilai, kehormatan lelaki pada kemampuannya memerintah, sedangkan (kehormatan) perempuan menurutnya adalah pada kemampuannya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana dan hina sambil terdiam tanpa bicara.

Para agamawan di Perancis pada tahun 586 M masih mendiskusikan apakah perempuan boleh menyembah Tuhan atau tidak? Apakah mereka juga dapat masuk ke surga? Diskusi-diskusi itu berakhir dengan kesimpulan: perempuan memiliki jiwa, tapi tidak kekal dan dia bertugas melayani lelaki yang bebas diperjualbelikan.

Sungguh miris kehidupan kaum perempuan yang hidup di zaman pra-Islam. Mereka ditempatkan sebagai makhluk kelas dua bahkan lebih rendah daripada binatang. Pun pada hari ini, kaum perempuan banyak yang tidak menyadari bahwa mereka dijadikan budak para kapitalis.

Tubuh perempuan menjadi daya pikat tersendiri untuk menarik pelanggan agar membeli produk yang dijajakan. Produk kecantikan, pakaian renang, otomotif, jasa penerbangan, bahkan para perempuan tidak sungkan untuk menjajakan tubuhnya dalam bisnis prostitusi.

Berbeda halnya ketika Islam datang. Islam datang dengan risalah nya yang memanusiakan manusia, menyelamatkan manusia dari kebodohan dan melindungi kehormatan manusia. Menjadikannya agama yang luhur dan membawa kaum muslimin berada pada puncak kejayaan.

Islam melarang untuk mengubur hidup-hidup anak perempuan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh baginda Nabi Saw dalam sabdanya:
"Siapa yang memiliki anak perempuan, dia tidak membunuhnya dengan dikubur hidup-hidup, tidak menghinanya, dan tidak lebih mengutamakan anak laki-laki, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga." (HR. Abu Daud)

Islam mewajibkan para perempuan untuk menutup aurat, hal ini guna untuk melindungi kehormatan perempuan dan supaya mereka mudah untuk dikenali. Bahkan, dalam satu riwayat Rasulullah Saw pernah memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi seorang Yahudi yang menyingkap gamis seorang perempuan.

Pada masa Khilafah Abbasiyah, pernah ada seorang perempuan yang disingkap kan gamisnya oleh seorang tentara Romawi. Perempuan itu berteriak, "Dimana Al-Mu'Tashim Billah?". Khalifah Al-Mu'Tashim yang mendengar seruan dari perempuan tersebut langsung mengerahkan tentaranya yang panjang pasukannya membentang dari kota Baghdad (Irak) sampai kota Amuriyah (Turki).

Tidak hanya itu, Islam pun melarang kaum perempuan untuk melakukan perkara-perkara haram yang bisa menodai kehormatan mereka, semisal berpacaran, berzina atau bekerja yang menonjolkan aspek sensualitas.

Islam menempatkan kaum perempuan berada pada level kehormatan yang paling tinggi. Karena dari rahimnya lah lahir generasi Islam yang akan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, karenanya disebutlah bahwa seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya (ummu al-madrasatul ula').

Hal ini berbeda dengan sistem sekarang, dimana sistem kapitalisme menyeret para perempuan untuk bekerja di luar rumah sehingga abai terhadap pendidikan dan kasih sayang anak-anaknya. Dari sinilah kehancuran keluarga bermula. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang, mencari pelarian melalui seks bebas, alkohol dan narkoba.

Sungguh benar adanya, bahwa kaum perempuan adalah tiang penyangga negara. Jika tiang tersebut hancur, maka hancurlah sebuah negara yang ditandai dengan hancurnya para generasi.

Hal tersebut menandakan bahwa butuh adanya penjagaan negara terhadap kaum perempuan. Penjagaan yang dapat melindungi kehormatan perempuan, melindungi hak-hak mereka, dan menjaga utuh peran mereka sebagai ummu al-madrasatul ula'.

Adalah Islam yang jelas-jelas memuliakan kaum perempuan, tidak ada yang lain. Maka, sudah saatnya kita mengembalikan seluruh masalah kehidupan utamanya masalah hak-hak perempuan kepada Islam.

Islam bukanlah agama yang hanya mengatur ibadah ritual seperti yang dipahami kaum muslimin pada umumnya, namun Islam juga agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Islam yang seperti Rasulullah Saw tegakkan di Madinah dengan tegaknya Negara Khilafah Islam. Inilah sebaik-baiknya bentuk penjagaan kepada seluruh kaum muslimin dan kafir dzimmi.

Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Wallahu a'lam bish-shawab. (Red.Jabi)

Isi Artiket diluar tanggungjawab redaksi jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.