Bersinergi Menangani Wabah


Oleh: Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka dan Member WCWH)

Dua wilayah Cirebon, yakni Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon diumumkan masuk dalam daftar zona resiko tinggi atau zona merah penularan virus corona (Covid-19) di Jawa Barat (Jabar). Seperti yang diumumkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon masuk daftar zona merah virus corona bersama Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Depok atau Bodebek. Perubahan status zona penularan virus corona ini mengacu pada evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat pada 21 - 27 September 2020. (prfmnews.id, 28/9/2020)

Wabah penyakit pernah ada pada zaman-zaman sebelumnya. Hal ini menjelaskan bahwa wabah penyakit dapat terjadi pada zaman kapan pun. Secara keimanan, wabah yang melanda dunia merupakan keputusan (qadha) Allah SWT. Oleh karena itu, sikap pertama yang harus diambil oleh manusia adalah ridha dengan (qadha) keputusan Allah SWT. Kedua, setiap manusia harus introspeksi. Sebabnya, meskipun semuanya adalah kehendak Allah, suatu kejadian, termasuk wabah, kadang dipicu oleh kesalahan atau dosa manusia. Dalam hal ini, wabah virus Corona diyakini karena dipicu oleh manusia yang mengkonsumsi makanan yang diharamkan oleh Allah SWT, yaitu kelelawar. Ketiga, saat wabah menimpa, kita harus berikhtiar untuk mengatasinya. Kita harus memperhatikan dua hal, yaitu kaidah syariah dan kaidah kausalitas (kaidah saintifik). Penyelesaian masalah dengan kedua kaidah inilah yang dinamakan solusi Islam.

Dengan demikian solusi Islam terhadap wabah, bukan hanya solusi teknis dengan berdasar kaidah kausalitas atau kaidah saintifik, tetapi juga terdapat solusi paradigmatik menggunakan kaidah syariah, yaitu kaidah yang digali dari al-quran dan as-sunnah. Solusi Islam merupakan solusi yang akan menyelesaikan masalah-masalah dunia, sementara di akhirat kita akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, solusi yang tidak Islami mungkin akan menyelesaikan masalah dunia, tetapi di akhirat tidak ada bernilai apa-apa.

/Paradigma Islam Menghadapi Wabah/
Solusi Islam dalam mengatasi wabah tidak bisa dilepaskan dari komprehensivitas ajaran Islam. Berikut ini beberapa paradigma Islam tentang manusia, masyarakat dan negara.

  1. Ri’ayah (mengurusi dan mengayomi rakyat).
    Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dia pimpin.” (HR al-Bukhari). Dalam Islam pemimpin harus benar-benar berupaya sekuat tenaga mencurahkan segala potensi yang ada. Tampilnya seorang pemimpin dalam ikthiar penyelesaian wabah merupakan bagian dari amanah Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
  2. Wajib menjaga nyawa manusia (hifzh an-nafs).
    Di antara maqashid asy-syari’ah (tujuan syariah) adalah hifzh an-nafs, yakni menjaga jiwa. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus dinomorsatukan. Oleh karena itu, pembunuhan dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya mendapat sanksi yang sangat berat, yaitu qishash. Bahkan terkait dengan nyawa, Rasulullah SAW bersabda, “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tirmidzi). Dengan demikian dalam pandangan Islam, nyawa manusia harus diutamakan, melebihi ekonomi, pariwisata, atau pun lainnya.
  3. Berbasis syariah.
    Dalam Islam setiap perbuatan dapat bernilai ibadah selama memenuhi dua kriteria, yakni perbuatan tersebut dilaksanakan karena Allah SWT (untuk meraih ridha Allah SWT) dan dilaksanakan sesuai dengan syariah. Demikian pula dalam ikhtiar mengatasi wabah. Harus dengan mengikuti syariah, yakni mengikuti Rasulullah SAW. Hal itu bukan hanya agar wabah tertangani, tetapi juga agar bernilai ibadah. Kesadaran bahwa ikhtiar ini merupakan ibadah menyebabkan usaha dan ikhtiar menjadi sungggh-sungguh. Bahkan orang tidak takut mati, sebab jika mati, maka kematiannya berada di jalan Allah SWT. Hal ini jelas tidak ditemukan dalam sistem kapitalis atau sosialis. Ini hanya ditemukan di dalam Islam.
  4. Mekanisme anggaran yang fleksibel dan cepat dalam penanganan masalah.
    Substansi dasar Islam adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Birokrasi dan administrasi hanyalah sebagai tools sehingga masalah-masalah teknis dapat berjalan dengan baik. Karena hanya masalah tools, maka tidak masalah mengambil dari mana pun. Umar bin Khaththab ra., misalnya, mengambil sistem akuntansi dari Romawi. Ini berbeda dengan sistem kapitalis. Birokrasi dan administrasi sering dianggap sebagai substansi.

Karena itu kita sering mendengar ada sekelompok orang korupsi tanpa rasa takut karena sesuai dengan aturan birokrasi yang berlaku. Sebaliknya, meski secara substansi tidak salah, jika administrasi tidak terpenuhi sesorang dapat dijerat hukum. Birokrasi dan administrasi juga sangat tampak pada penanganan wabah. Hal ini tampak, misalnya, saat suatu daerah mengajukan isolasi kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus melengkapi ini-itu. Pengajuannya harus direvisi, dan lain sebagainya. Padahal, keterlambatan dalam penanganan wabah menyebabkan kematian bertambah banyak. Ajaran Islam dalam urusan birokrasi dan administrasi sangat fleksibel, sehingga untuk menangani wabah atau lainnya dapat dikerjakan sangat cepat.

/Kebijakan Praktis Khilafah/
Dalam hal ini, pendekatan dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi negara dan dari sisi rakyat. Pertama, dari sisi Negara. Negara dan pemimpin harus memainkan peran yang paling penting. Pemimpin dan negara harus mengacu pada syariah Islam yang sudah sangat jelas.

a) Menentukan tes dan tracing dengan cepat.
Pemimpin harus dengan cepat melakukan tes dan tracing. Tes dan tracing ini penting sekali. Apalagi dalam kasus virus Corona. Kelambanan dalam melakukan tes dan tracing berarti membiarkan masyarakat lebih banyak terkena wabah dan semakin banyak masyarakat yang meninggal. Begitu tes menunjukkan positif, harus segera dilakukan tracing. Dalam dua pekan, harus dipastikan dia kemana saja dan bertemu dengan siapa saja. Orang-orang yang berinteraksi harus segera dilakukan tes. Begitu seterusnya. Orang yang terbukti positif harus segera diisolasi dan diobati.

b) Pusat wabah harus segera ditentukan dengan cepat dan menjaga secara ketat agar wabah tidak meluas.
Saat wabah menyebar, daerah terkena wabah harus segera diisolasi agar wabah tidak menyebar ke tempat lain. Tidak ada yang boleh keluar-masuk dari daerah tersebut agar proses penularan berantai dapat dihentikan. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah SAW: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari). Isolasi ini akan efektif jika diputuskan dan dijalankan oleh negara.

c) Menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat di daerah yang diisolasi.
Negara harus benar-benar hadir secara riil. Saat terjadi isolasi, pasti masyarakat tidak bisa mencari nafkah, dan pada giliriannya dapat berdampak pada kelaparan sehingga dapat menyebabkan kematian rakyat. Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, kebutuhan rakyat harus ditanggung oleh negara. Negara tidak boleh berlepas tangan. Jika negara tak mau mencukupi kebutuhan, rakyat pasti akan melanggar. Pernyataan yang sering kita dengar dari sebagian saudara kita, “Lebih baik mati karena Corona daripada mati karena kelaparan”.

Jika poin (a), (b) dan (c) ini dilakukan dengan baik, insya Allah, dalam waktu singkat mata-rantai penularan wabah berhasil diputus.

d) Merawat, mengobati dan melayani orang-orang yang sakit di daerah wabah.
Masyarakat yang sakit harus segera diobati dengan pengobatan yang berkualitas karena berkaitan dengan nyawa manusia. Dalam kasus virus Corona, yang belum ada obatnya, daya tahan tubuh pasien harus diperkuat sehingga pasien dapat melewati masa-masa genting. Dengan hal ini, prosentase kematian dapat diminimalkan.

e) Menjaga wilayah lain yang tidak masuk zona tetap produktif.
Di sinilah pentingnya kehadiran negara. Negara harus memiliki peta yang jelas, mana daerah merah, kuning dan hijau. Pada daerah yang diisolasi, seluruh aktivitas harus diminimalkan sampai batas serendah-rendahnya. Daerah lain yang tidak terkena wabah dijaga bahkan ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat menopang daerah lain yang terkena wabah.

f) Memperkuat dan meningkatkan sistem kesehatan: fasilitas, obatan-obatan, SDM, dan lain-lain.
Kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang harus disediakan oleh negara dengan kualitas yang setinggi-tingginya, sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi pada zamannya. Para tenaga medis harus diberikan pendidikan dan pelatihan setinggi-tingginya. Standarisasi SDM, baik dokter, perawat atau tenaga medis lainnya harus diupayakan. Tidak dibolehkan adanya mal praktik dan lain sebagainya.

g) Mendorong para ilmuwan untuk menemukan obat/vaksin dengan cepat.
Negara juga harus mendorong para ilmuan untuk menemukan metode, obat, atau vaksin untuk berbagai penyakit. Kita tahu bahwa berbagai virus mengalami mutasi sehingga dibutuhkan pengembangan berbagai obat atau vaksin baru untuk pengobatannya. Dalam hal ini, negara tidak boleh berpikir untung rugi dari aspek finansial, tetapi negara harus mendukung pengembangan penelitian tentang obat dan virus ini.

h) Dilakukan secara gratis.
Menurut politik-ekonomi Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus disediakan oleh negara secara gratis. Hal ini bukan hanya saat ada wabah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, dari sisi rakyat.

  1. Mentaati segala protap dengan dasar ketakwaan kepada Allah.
    Protap dan aturan yang telah diputuskan oleh Imam (Khalifah) yang dibaiat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya wajib ditaati. Masyarakat yang taat bukan hanya akan terhindar dari wabah sehingga mata rantai wabah segera berakhir, tetapi mereka juga mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT karena taat kepada pemimpin Islam. Sebaliknya, melanggar keputusan imam (khalifah) adalah perbuatan maksiat yang akan mendapatkan siksa dari Allah (QS an-Nisa’ [4]: 59). Konsep seperti ini tidak akan ditemukan kecuali hanya di dalam Islam, yakni di dalam sistem Khilafah.
  2. Sabar dan ikhtiar, tidak putus asa bagi yang ditimpa musibah.
    Masyarakat Islam menyadari bahwa berbagai musibah adalah qadha dari Allah SWT. Mereka menerima dengan ridha, sabar, tidak panik, apalagi putus asa. Rasul SAW bersabda, “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman. Semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya) dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur. Itu adalah kebaikan bagi dirinya. Jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar. Itu adalah kebaikan bagi dirinya.” (HR al-Muslim).

Sikap seperti ini justru meningkatkan imunitas diri masyarakat. Mereka pun tidak lupa berikhtiar sesuai dengan syariah. Yang sakit berobat dengan sebaiknya-baiknya. Yang sehat berupaya untuk menjaga diri agar tidak terkena wabah. Misalnya tinggal di rumah, saat keluar memakai masker, menjaga jarak dari orang lain, mencuci tangan dan lain sebagainya.

  1. Masyarakat saling membantu dengan dorongan keimanan.
    Islam mengajarkan masyarakat untuk saling membantu, apalagi pada saat wabah. Beberapa orang yang seharusnya mengisolasi diri, tetapi miskin dan negara tidak menjangkau, maka masyarakat di sekitarnya harus membantunya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang. sedangkan tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.” (HR al-Bukhari).

Begitulah solusi Islam terhadap penanganan wabah, seperti virus Corona ini. Jika ajaran Islam benar-benar diamalkan, insya Allah dalam waktu singkat wabah akan segera berakhir. Bukan hanya itu, baik masyarakat atau para pemimpinnya juga mendapat pahala yang besar karena kesabaran dan iktiar mereka berdasarkan syariah Allah. Wallahu a'lam bishshawab. (Redaksi)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.