Cara Islam Mengatasi Bencana dan Musibah Banjir


Oleh Sujilah Aktivis Dakwah dan Member AMK

JABARBICARA.COM-- Banjir adalah masalah setiap tahun yang selalu datang saat musim penghujan, terutama di beberapa daerah di Indonesia yang selalu jadi langganan banjir.
Atas permasalahan tersebut, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum membangun kolam retensi, Kolam retensi ini diharapkan bisa mencegah banjir dengan catatan masyarakat juga melestarikan sumber air. Salah satu kolam retensi itu ada di Andir. (republika, co.id, 30/3/2022)

Banjir memang menjadi masalah besar untuk pemerintah atau daerah yang sampai sekarang belum ada solusi tuntasnya. Meskipun ada penyelesaiannya dari pemerintah tapi tidak bersifat menyeluruh tapi sifatnya parsial belaka dan banyak yang mengeluh akibat banjir. Masyarakat seakan tertimpa kesengsaraan yang terus menerus, bencana kadang membuat sebagian dari mereka kehilangan harta benda atau sanak saudara, belum mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dengan mengharapkan datangnya bantuan.

Dalam kacamata syariat, banjir adalah musibah yang sebabkan ulah tangan manusia dan azab dari Allah Swt. Azab ini terjadi akibat manusia telah membangkang perintah Allah. Tetapi kalau dilihat secara ekologis banjir dapat terjadi karena aturan manusia dalam memperlakukan alam lingkungan. Bahkan ternyata masalah banjir juga dibahas dalam Al-Qur'an. Di Al-Qur'an diceritakan bahwa kaum 'Ad, negeri Saba dan kaumnya Nabi Nuh as pernah diazab Allah karena kedurhakaan mereka dengan ditenggelamkan banjir besar. Sementara ulah aturan manusia adalah alihfungsi lahan demi pembangunan, yaitu adanya jalan tol, pabrik-pabrik, banyaknya perumahan, mall yang harusnya jadi daerah resapan air.

Inilah buah pahit hidup di dalam sistem kapitalis sekuler. Para pemodal dengan mudah merubah lahan menjadi aset ekonomi, hingga tak urung membawa bencana dan kematian. Kendati demikian, para pemegang kebijaksanaan masih saja mengijinkan pendirian bangunan yang bisa menambah resiko kerusakan lingkungan. Secara pasti, pihak yang diuntungkan adalah para pengusaha, mereka meraup laba tanpa mau mendengarkan teriakan warga yang terdampak.
Berbeda dengan sistem Islam, dimana negara memiliki cara dalam penanganan bencana yang mencakup sebelum, saat dan sesudah (pasca) banjir.

Pertama, kebijakan dilakukan sebelum terjadinya bencana, yang tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk jika ada bencana. Yakni meliputi sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dan lain sebagainya. Tidak ketinggalan dengan reboisasi (penanaman kembali) pohon, juga pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan agar dapat mengalir, sehingga di dataran rendah diserap tanah secara maksimal, relokasi, tata kota yang berbasis amdal, serta memelihara kebersihan lingkungan.

Kedua, kebijakan yang mencakup saat bencana terjadi. Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan melakukan evakuasi secepatnya, membuka akses jalan ke tempat yang aman, membentuk dapur umum, posko pengungsian serta kebutuhan lainnya. Selain itu negara juga mengedukasi kepada masyarakat agar peka, terutama pada warga yang tinggal atau yang rawan bencana. Selanjutnya, membentuk tim-tim yang siap untuk bergerak aktif dalam membantu proses evakuasi.

Terakhir kebijakan pasca bencana, yaitu memberikan kegiatan yang tujuannya mengembalikan mental masyarakat yang terdampak bencana serta memulihkan kondisi psikis mereka. Dengan cara memberikan segala kebutuhan makanan, minuman, dan kebutuhan kesehatannya. Kemudian melakukan re-covery lingkungan mereka tinggal pasca bencana. Tidak ketinggalan juga melakukan perbaikan pada bangunan, rumah sakit, tempat ibadah dan lain-lain. Termasuk merelokasi penduduk ke tempat yang lebih aman dan kondusif.

Semua ini adalah langkah yang diitempuh oleh negara dalam mengatasi bencana. Yang berdasarkan pada prinsip aqidah Islam, dimana negara menjalankankam amanahnya sebagai pelayan rakyat yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas urusan rakyatnya.

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. (HR. Al-Bukhari)

Sebagai seorang muslim kita meyakini bahwa bencana alam yang menimpa manusia adalah karena tidak diterapkannya aturan Allah dalam segala aspek kehidupan, terutama ranah kebijakan negara yang memiliki peran sentral terjaganya alam dan makhluk hidup di dalamnya
Seperti firman Allah: "Telah tampak kerusakan di darat maupun di laut yang disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali ke jalan yang benar." (QS. Ar-Rum: 41)

Maka, dengan dasar inilah tidak diragukan lagi bahwa hanya dengan Islam solusi bencana akan bersifat komprehensif dilakukan oleh negara penerap syariat.

Wallahu a'lam bishshawwab

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com.

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.