How Capitalism Die


Oleh : Ummu Syam (Aktivis Muslimah Majalengka)

Kalau musim liburan utamanya saat libur Natal dan Tahun Baru, film-film bertemakan Natal bertebaran di televisi. Mulai dari film produksi Walt Disney Productions, 20th Century Fox, Warner Bros sampai Paramount Films.

Dan mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan film sekuel komedi Home Alone. Film yang mengisahkan petualangan seorang anak bernama Kevin McCallister yang menghadapi pencuri dalam kondisi sedang sendirian di rumah.

Film Home Alone ini memiliki 6 seri, hanya saja yang masuk pertelevisian Indonesia hanya 4 seri. Home Alone 1 dan 2 dibintangi oleh Macaulay Culkin, Home Alone 3 dibintangi Alex D. Linz dan Home Alone 4 dibintangi Mike Weinberg.

Tapi, di sini saya tidak akan membahas satu per satu filmnya. Cukup satu film saja yang menjadi perhatian saya, yaitu Home Alone 2.

Pada Home Alone 2, dikisahkan Kevin dan keluarganya akan menghabiskan liburan Natal di Miami, Florida. Tapi, karena Kevin harus mengganti baterai di tape recorder nya sambil berkejaran waktu dengan pesawat yang sebentar lagi akan take off, akhirnya Kevin tertinggal dan salah naik pesawat. Ia naik pesawat dengan tujuan kota New York.

Di New York, Kevin kemudian bertemu kembali dengan pencuri yang pernah berencana untuk mencuri di rumahnya pada Home Alone pertama. Kedua pencuri ini mencuri di sebuah toko mainan milik Pak Duncan.

Yang membuat menarik adalah di Home Alone 2 Donald Trump juga bermain sebagai dirinya sendiri. Konon, hotel tempat Kevin menginap adalah milik Donald Trump dan Trump akan mengizinkan tim produksi Home Alone syuting di hotelnya jika dia pun ikut bermain di film tersebut. Ternyata sikap otoriternya memang sudah sejak dulu ya.

Pada petualangannya di New York, Kevin bertemu dengan seorang perempuan pemberi makan burung merpati. Penampilan perempuan tersebut kumal dengan jaket winter usang yang menempel di tubuhnya.

Perempuan tersebut mengingatkan saya pada beberapa artikel yang pernah saya baca. Di Amerika Serikat dan Eropa, seringkali terjadi kematian pada saat musim dingin yang menimpa para homeless. Mereka tewas dalam kondisi kedinginan karena tidak memiliki tempat tinggal dan jaket winter.

Sungguh ironi memang, mengingat Amerika Serikat dan negara-negara Eropa adalah negara-negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini memberikan fakta menarik bahwa sekalipun negara-negara tersebut adalah negara maju, tapi pemerintah mereka tidak bisa menihilkan kemiskinan di negaranya.

Hal tersebut karena sistem Demokrasi-Kapitalisme yang diterapkan. Sistem Demokrasi-Kapitalisme melahirkan kehidupan yang bebas, tak ayal kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, dan kebebasan berperilaku menghiasi kehidupan masyarakatnya.

Pengaturan ekonomi yang salah ditambah adanya kebebasan kepemilikan telah membuat tembok kelas sosial semakin menganga. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.

Di Belanda misalnya, beban pajak penghasilan yang dipikul para pekerja adalah sebesar 36.6% sampai 45% dari penghasilan. Besarnya persentase pajak tersebut bersifat fluktuatif (tidak tetap). Semakin tinggi penghasilan, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan.

Pajak tersebut kemudian digunakan untuk sarana dan pra sarana publik, seperti menggratiskan jalan tol, membiayai 3 bulan pertama pengangguran, menggratiskan pendidikan dari SD sampai SMP, dan membiayai hidup lansia dimana di Barat para orang tua yang sudah sepuh 'dibuang' oleh anak-anak mereka ke panti jompo. Ironinya, pajak tersebut tidak menyentuh sedikit pun para homeless untuk perbaikan hidup mereka. Sedangkan untuk bidang lain semisal bidang kesehatan, mereka mengandalkan asuransi.

Dalam kelas online ngaji makroekonomi yang diasuh oleh Indra Fajar Alamsyah (@indrafal), sistem Kapitalisme juga keliru dalam menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Bagi sistem Kapitalisme, PDB ini menjadi alat ukur kesuksesan ekonomi sehingga menjadikannya tolak ukur untuk membuat kebijakan-kebijakan selanjutnya. Seperti kebijakan sistem pendidikan, kesehatan, harga BBM, listrik, pajak dan sebagainya.

Selain itu dalam menghitung kekayaan orang-orang dalam suatu negara dipukul rata, tanpa melihat aspek lain seperti pengaturan distribusi ekonomi di masyarakat, apakah berhasil atau tidak. PDB juga menghitung sektor-sektor keuangan full non riil. Alhasil, PDB dijadikan permainan politik, yang menyebabkan pintu korupsi terbuka lebar.

Di bidang kesehatan, di masa pandemi karena mewabahnya virus Corona ini semua orang hidup dalam keadaan sulit. Mereka harus tetap mencari nafkah namun di sisi lain nyawa mereka terancam. Mirisnya, kebutuhan mereka akan jaminan kesehatan justru dikomersilkan oleh negara.

Amerika Serikat misalnya. Meskipun Amerika Serikat memiliki rumah sakit dan laboratorium riset tercanggih di dunia, namun Amerika Serikat tetap gagal dalam menangani wabah Covid-19 ini. Padahal Amerika Serikat telah menggelontorkan dana sebesar 3.6 milyar USD untuk bidang kesehatan dimana jumlah tersebut diambil 17% dari penghasilan bersih Amerika Serikat.

Kegagalan Amerika Serikat menangani wabah Covid-19 dikarenakan dari dana yang dialokasikan untuk bidang kesehatan, sekitar 53% diberikan kepada perusahaan asuransi kesehatan, sedangkan perusahaan farmasi mendapatkan porsi sebesar 15% dari anggaran belanja. Hal ini mengisyaratkan bahwa dana tersebut tersimpan di catatan cash flow perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan pemerintah untuk mengurusi kesehatan masyarakat.

Inilah ciri sistem ekonomi Kapitalisme, dimana "No Free Lunch" senantiasa berlaku dalam hal kesejahteraan dan keselamatan nyawa masyarakat sekalipun. Karena itulah, penanganan wabah Covid-19 ini terlambat sehingga nyawa masyarakat menjadi tumbalnya.

Dalam hal penyediaan tempat tinggal, negara bagian California memiliki 161.000 homeless. Padahal, jika California menjadi negara, pendapatannya terbesar kedua setelah Qatar. Karena kembali lagi, dalam sistem ekonomi Kapitalisme distribusi ekonomi yang adil ditentukan oleh mekanisme harga yang sangat jauh dari performa makroekonomi yang tinggi. Dimana performa makroekonomi yang tinggi ialah yang mampu menjamin distribusi ekonomi dengan prinsip keadilan yang hakiki.

Banyak sekali kesalahan pengaturan sistem Kapitalisme di bidang ekonomi. Di antaranya pengaturan sumber daya alam, penggunaan fiat money, distribusi ekonomi, penentuan mekanisme harga, pengaturan pendapatan dan pengeluaran negara, hutang luar negeri, dan lainnya. Sehingga tak aneh, jika dalam kondisi sulit seperti pandemi sekarang, hampir seluruh negara di dunia terperosok ke dalam jurang resesi ekonomi.

Inilah kiranya yang disebut How Capitalism Die. Kapitalisme sedang sakit dan sebentar lagi akan meregang nyawa. Masyarakat cepat atau lambat akan sadar bahwa sistem Kapitalisme adalah sistem yang bobrok, kemudian masyarakat akan menggugatnya dan merobohkannya untuk kemudian menggantinya dengan sistem yang shahih, yang dimana tinta emas sejarah telah menorehkannya dalam catatan-catatan sejarah di dunia. Masa kegemilangan itu akan kembali dimulai dari tegaknya syariat Islam dalam naungan Negara Islam yang berjalan di atas metode kenabian. Wallahu a'lam bish-shawab. (Red.Jb)

Isi artikel diluar tanggung jawab Redaksi

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.