Jaminan Islam Terhadap Nasib Guru dan Honorer


Oleh : Thaqiyuna Dewi, S.I-kom

JABARBICARA.COM-- Yayat Sumirat anggota komisi D DPRD Kabupaten Bandung mengaku terkejut melihat fakta hingga tahun 2021 ternyata jumlah guru di Kabupaten Bandung mengalami kekurangan 7.221 guru SD dan 1.139 untuk guru pedidikan agama. Bahkan jumlah tersebut belum mencakaup kekurangan guru ditingkat SMP.

Merujuk pada program satu juta guru yang dicanangkan pemerintah pusat sebenarnya menurut Yayat, Pemkab Bandung melalui BKPSDM telah mengusulkan perekrutan tenaga kerja dan guru sebanyak 1.780 orang dan berharap tidak dikurangi lagi. Padahal angka tersebut sangat jauh dari kebutuhan untuk pemenuhan guru pendidik. Yayat pun meminta pihak-pihak yang terkait bisa mengakomodir para guru yang termasuk K2 bisa mengikuti seleksi PPPK dan mengangkatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena menurutnya masa depan bangsa tergantung dari kualitas pendidikan, bangsa yang besar dan kuat adalah yang memiliki pendidikan yang bagus.

Namun untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik harus memperhatikan faktor yang mendukung. Salah satunya para guru sebagai pendidik. Menyandang predikat memiliki profesi mulia yang akan melahirkan generasi penerus bangsa dan menciptakan peradaban ternyata nasib para guru terutama guru honorer tidak seharum predikat yang diselipkan. Dalam sistem kapitalisme sekarang ini jasa guru yang besar tidak sebanding dengan gaji minim yang diperolehnya. Berkisar 500 ribu perbulan penghargaan yang diberikan pada guru honorer yang telah meluangkan separuh waktunya untuk mengajar, sangat tidak manusiawi.

Berpuluh-puluh tahun hal ini telah terjadi dan tidak ada perubahan, padahal syarat untuk menjadi guru honorer haruslah minimal berijazah S1. Alih-alih berharap diangkat menjadi pegawai negeri sipil, guru honorer malah dianggap membebani pemerintah pusat. Bahkan untuk membayar gaji guru honorer diserahkan anggarannya pada pemerintah daerah. Terlihat jelas bahwa negara menghitung untung dan rugi bahkan pendidikan dianggap bahan komersial.

Hal ini berbeda dengan pandangan Islam, yang sangat menghargai ilmu dan para pemilik Ilmu (ulama, termasuk guru). Maka saat aturan Islam diterapkan dalam negara yakni Daulah Islamiyah, para guru mendapatkan sarana prasarana mengajar yang mumpuni yang disediakan oleh negara, selain diberi upah yang besar, agar dapat menjalankan peran dan fungsi guru yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan menciptakan generasi beriman dan bertakwa.
Sebagai contoh, Masa Khalifah Umar bin Khattab memimpin, negara mengupah seorang guru dengan 15 dirham emas atau setara 63,75 gram emas saat ini. Negara akan menanggung semua gaji serta kesejahteraan guru tanpa ada pengklasifikasian guru sebagai pegawai tetap atau honorer. Oleh karena itu, satu hal yang niscaya kebangkitan ilmu dan umat akan dapat diraih, seperti yang pernah terjadi di masa kegemilangan Islam ketika Islam diterapkan.

Maka, jika ingin pendidikan kita maju, para guru dihargai dan dimuliakan oleh negara dan rakyat, sudah saatnya kita menjadikan agama Islam yang kita imani, sebagai aturan yang mengatur kehidupan kita, dalam seluruh aspek kehidupan. wallahu'alam bishshawab. (Red.Jb)

Isi artikel diluar tanggungjawab Redaksi

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.