KAMMI dan IMM Garut Desak DPR RI Batalkan RUU CIPTAKER, Ini tuntutannya.


GARUT, JABARBICARA.COM-- Bertolt Brecht seorang penyair dan dramawan Jerman pernah berucap bahwa "buta terburuk adalah buta politik". Quotes ini nampaknya relevan dengan apa yang terjadi sekarang. Indonesia selaku negara yang menganut paham demokrasi perwakilan, dimana masyarakat menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejatinya, DPR merupakan suatu lembaga legislatif, ia merupakan bagian dari trias politica. DPR pada tugas pokoknya sebagaimana UU MD3 menyebutkan, bahwa DPR merupakan wakil dari rakyat dan merupakan pengejawantahan atas suara rakyat yang seharusnya menjadi batu pijakan dalam memberikan saran dan masukan terhadap pelaksanaan tata pemerintahan. Lembaga ini menjadi pengawas atas jalannya pemerintahan (red: eksekutif).

Akan tetapi, tepat pada hari Senin, (05/10/2020), DPR melakukan sidang paripurna membahas UU Cipta Lapangan Kerja. Kondisi pandemi nampaknya bukan menjadi suatu halangan, semangat membara ditunjukkan oleh para anggota dewan yang terhormat dalam membahas setiap draft RUU CIPTAKER.

Tentunya, hal ini memberikan suatu preseden buruk, dimana partisipasi masyarakat sebagaimana diamanahkan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan diabaikan. RUU CIPTAKER dikenal sebagai omnibus law, yaitu suatu undang-undang yang merupakan satu kesatuan atas beberapa undang-undang dengan tujuan memangkas dan mengamendennya dalam satu undang – undang.

RUU CIPTAKER nampaknya penuh dengan kontroversi, permasalahan mengenai lingkungan, pers, ketenagakerjaan, pendidikan, ketahanan pangan, pajak, serta sederet kluster lainnya menjadikan RUU CIPTAKER ini seakan hanya mengakomodir kelompok tertenu. Oleh karena itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) kabupaten Garut sebagai gerakan mahasiswa yang konsisten untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat tertindas menyatakan :

  1. Fraksi DPR yang menyetujui RUU CIPTAKER menjadi UU dalam rapat paripurna pada hari Senin, 05 Oktober 2020 WAJIB BERTANGGUNG JAWAB terhadap segala kekisruhan yang timbul dikemudian hari, ingatlah bahwa anda memegang suatu janji suci untuk mengabi dan bertakwa kepada Allah SWT, serta di pundak anda terdapat janji manis ketika mengemis suara dahulu, nyatanya anda tidak mendengar aspirasi dari masyarakat bahkan mengabaikan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan;
  2. Mengembalikan fungsi Pemerintahan Daerah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 B Ayat 1 UUD NRI jo UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam melakukan pengambilan keputusan. Ini sebagai tanda sentralisasi kekuasaan dan

memangkas peran dan fungsi Pemerintahan Daerah, padahal Pemerintah Daerah mengetahui potensi dan ragam di daerahnya;

  1. Pemerintah dan DPR wajib untuk mendengar aspirasi rakyat khususnya mereka yang hak hidupnya terkena imbas terhadap RUU CIPTAKER, ingatlah ketentuan Pasal 28I Ayat 4 UUD NRI Tahun 1946 serta prinsip pembangunan berkelanjutan;
  2. KAMMI ada dalam barisan massa rakyat dan tetap akan mengawal RUU CIPTAKER hingga mengakomodir kepentingan barisan massa rakyat.
  3. Menolak disyahkannya RUU omnimbus law cipta kerja tersebut karena banyak menimbulkan keresahan pada masyarakat yang terdampak dan banyak point point yang kontroversial
  4. Mengecam keras disyahkannya RUU Omnibus law cipta kerja karena pemerintah dan dpr yang memanfaatkan momentum situasi meningkatnya covid 19
  5. Mengutuk disyahkannya RUU Omnibus law cipta kerja yang hanya memikirkan investor asing dan tidak melihat dari sisi rakyat.
  6. Mengawasi pelaksanan UU 13 Tahun 2003 terkait Implementasi UMK dan UMR
  7. Meningkatkan Jaminan Sosial, Kesehatan dan Pendidikan Bagi Buruh dan Keluarga Buruh
  8. Mendukung penuh UMKM sebagai tuas pengungkit angka penyerapan tenaga kerja

Demikian pernyataan sikap dari segenap pengurus dan jajaran KAMMI dan IMM Daerah Garut. Jangan buta terhadap politik.
Hasta La Victoria Siampre ! Viva La Justictia! (Rian/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.