GARUT, JABARBICARA.COM-Pemerintahan Bupati Abdusy Syakur Amin dan Wakil Bupati Luthfianisa Putri Karlina di Kabupaten Garut, yang baru menjabat untuk periode 2025-2030, telah menunjukkan langkah awal dengan pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme. Langkah ini, sebagaimana dilaporkan, bertujuan menjaga ketertiban, keamanan, dan wibawa negara, sekaligus mendukung sektor ekonomi, khususnya pariwisata menjelang libur Lebaran. Namun, di balik niat baik ini, pemerintahan Garut harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam pendekatan yang justru menyalahkan masyarakat dengan label “premanisme” tanpa menawarkan solusi nyata yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkapnya. Selasa [10/06/2025]
Kritik terhadap Pendekatan Pemberantasan Premanisme
Pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme, meskipun merupakan respons terhadap arahan Gubernur Jawa Barat, tampaknya masih bersifat reaktif dan berorientasi pada penegakan hukum semata. Premanisme, sebagaimana diidentifikasi oleh pemerintah daerah, mencakup berbagai fenomena seperti geng motor, organisasi masyarakat yang tidak jelas, hingga praktik percaloan tenaga kerja. Namun, tanpa pendefinisian yang jelas dan pendekatan yang holistik, label “premanisme” berisiko menjadi alat untuk menggeneralisasi masalah sosial yang kompleks. Ini dapat menciptakan kesan bahwa masyarakat, khususnya kelompok-kelompok tertentu, adalah akar masalah, padahal akar permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan minimnya akses pendidikan sering kali menjadi pemicu utama.
Pemerintahan Garut harus menyadari bahwa menstigmatisasi masyarakat dengan istilah “premanisme” tanpa memberikan solusi konkret hanya akan memperlebar jarak antara pemerintah dan rakyat. Sebagai contoh, laporan menyebutkan bahwa Satgas ini diharapkan mendukung investasi aman dan pertumbuhan ekonomi, seperti UMKM dan pariwisata. Namun, jika penegakan hukum hanya berfokus pada penindakan tanpa upaya pencegahan seperti pemberdayaan ekonomi atau pendidikan, maka dampaknya hanya akan bersifat sementara. Wisatawan mungkin merasa aman untuk waktu tertentu, tetapi tanpa mengatasi akar masalah, fenomena seperti geng motor atau percaloan dapat muncul kembali dalam bentuk lain.
Solusi Nyata yang Dibutuhkan
Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Garut perlu menggeser fokus dari pendekatan represif ke solusi yang lebih solutif dan inklusif. Berikut narasi akademis kritis untuk pak bupati dan bu wabup:
- Pemberdayaan Ekonomi dan Pendidikan: Kemiskinan dan pengangguran, yang menjadi pekerjaan rumah besar pemerintahan ini, harus ditangani dengan program konkret seperti pelatihan kerja, akses modal untuk UMKM, dan beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan memberdayakan masyarakat, potensi perilaku yang dikategorikan sebagai “premanisme” dapat diminimalkan karena warga memiliki alternatif penghidupan yang lebih baik.
- Dialog dan Pendekatan Persuasif: Mengadopsi pendekatan seperti yang disarankan untuk konflik di Papua, pemerintah Garut dapat membuka ruang dialog dengan kelompok-kelompok yang dianggap bermasalah, seperti geng motor atau organisasi masyarakat tertentu. Melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemuda dalam diskusi dapat menciptakan solusi yang lebih damai dan berkelanjutan ketimbang hanya mengandalkan penegakan hukum.
- Transparansi dan Partisipasi Publik: Satgas Pemberantasan Premanisme harus beroperasi secara transparan dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Publik perlu tahu bagaimana satgas ini bekerja, apa indikator keberhasilannya, dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Tanpa transparansi, kebijakan ini berisiko dianggap sebagai alat pemerintah untuk menekan kelompok tertentu.
- Sinkronisasi dengan RPJMD: Seperti disebutkan oleh pengamat kebijakan publik, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah landasan strategis pemerintahan. Pemerintah harus memastikan bahwa program pemberantasan premanisme selaras dengan visi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan, meningkatkan pendidikan, dan layanan kesehatan. Program jangka pendek, seperti apel kesiapsiagaan satgas, tidak boleh hanya menjadi seremonial tanpa dampak nyata.
Harapan untuk Kepemimpinan Kolektif Bupati Abdusy Syakur Amin menegaskan bahwa kepemimpinannya adalah “kepemimpinan kolektif kolegial” yang bertujuan mencari solusi bersama. Ini adalah komitmen yang patut diapresiasi, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Wakil Bupati Luthfianisa Putri Karlina, dengan latar belakang sebagai pengusaha muda dan profesional di bidang kesehatan, memiliki potensi untuk membawa perspektif inovatif. Namun, keberhasilan mereka akan diukur dari kemampuan untuk mendengar aspirasi masyarakat, bukan hanya menjalankan kebijakan top-down yang berpotensi menyalahkan warga. [JB]