Kasus positif di Kota Bogor 43,7 persen dari 'imported case'


KOTA BOGOR, JABARBICARA.COM - Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor menggelar rapat koordinasi yang dihadiri langsung oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bogor yang juga Ketua Gugus Tugas Dedie Rachim, Senin (20/07/2020).

Usai rapat, Bima Arya menyampaikan sejumlah poin kepada para awak media di Posko GTPP Covid-19 Kota Bogor, Jalan Pajajaran, Bogor Tengah.
Menurut Bima, rapat tersebut merupakan agenda rutin untuk konsolidasi dan evaluasi penanganan Covid-19 serta memperkuat langkah-langkah ke depan.

“Kami melihat bahwa penyebaran Covid di Kota Bogor ini sebagian besar penularannya berasal dari imported case. Ini komposisinya paling besar sekarang, bahkan terjadi di kota- kota lain di Indonesia,” ungkap Bima Arya.

Imported case merupakan lokasi di mana kasus terkonfirmasi positif tersebut telah diperoleh di luar lokasi pelaporan. Misalnya sumber virus dari luar kota, didapat ketika pasien tersebut pulang dari bekerja atau berkunjung ke suatu daerah.

Dari data yang diperoleh GTPP Covid melalui Tim Lacak pada Deteksi Aktif (Detektif) Covid-19 Kota Bogor, menunjukan bahwa dari 226 kasus positif, 97 kasus atau 43,7 persen diantaranya merupakan imported case, baik yang sering menggunakan moda transportasi massal antar kota, maupun domisili warga Bogor di luar daerah.

“Oleh karena itu, kami menghimbau kepada warga Bogor untuk hati-hati ketika berpergian dan sebaiknya melapor kepada RT/RW ketika kembali dari bertugas (dari luar kota/negara) agar bisa diawasi serta disiplin menerapkan protokol kesehatan,” katanya.

Poin lain yang dibahas adalah mengenai pemahaman yang dinilai keliru terkait pembentukan Detektif Covid-19 di Kota Bogor. “Mekanisme sistem yang kita atur dalam Detektif Covid ini di bawah koordinasi Gugus Tugas, khususnya pada divisi pencegahan dan penanganan. Jadi, Unit Lacak dan Unit Pantau dari Detektif Covid inilah yang menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dan menangani,” ujar Bima.

“Kita ingin juga meluruskan pemahaman yang sangat keliru tentang Detektif Covid ini, karena tidak ada rekrutmen baru. Jadi seolah-olah ada orang yang direkrut untuk masuk ke sini, tidak. Orang-orang di Detektif ini ada dari kecamatan, ada dari Polsek, Koramil, ada Babinsa, Bhabinkamtibmas, RW Siaga dan ada dari puskesmas di situ,”  tambahnya.

Anggaran Detektif Covid ini pun, kata Bima, bersumber dari anggaran yang sudah ada alias tidak ada penambahan anggaran baru. “Jadi, tidak ada rekrutmen baru, tidak ada anggaran yang lebih. Ini hanyalah sistem yang disempurnakan. Ini kita luruskan dan Detektif Covid ini di bawah komando langsung dari bapak Wakil Wali Kota selaku Ketua Gugus Tugas, khususnya pada divisi penanganan dan pencegahan di sini,” jelasnya.

Bima melanjutkan, Pemkot bersama DPRD Kota Bogor akan menggencarkan kampanye masif terkait penerapan protokol kesehatan di bawah koordinasi Gugus Tugas, termasuk sosialisasi Peraturan Gubernur Jawa Barat terkait sanksi bagi warga yang melanggar protokol kesehatan.

“Kami masih menunggu itu, tapi cepat atau lambat Pergub itu akan berlaku di Kota Bogor. Kami akan mengikuti garis kebijakan dari Gubernur Jawa Barat. Untuk itu kita mulai sosialisasi, saya perintahkan tadi bersama sama pak wakil, pak wakil juga memerintahkan agar sosialisasi sehingga warga tidak kaget ketika sanksi denda mulai diberlakukan nanti,” terangnya.

Di tempat yang sama, Ketua Gugus Tugas Dedie Rachim menambahkan, berdasarkan pengamatannya jumlah kepatuhan di lapangan terkait penggunaan masker masih di angka sekitar 90 persen. Untuk itu, pihaknya akan menggencarkan sidak masker dengan sanksi yang lebih tegas lagi bagi warga yang melanggar.

“Kita masih menunggu petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Gubernur seperti apa. Apakah masih memungkinkan memberikan sanksi alternatif, seperti sanksi sosial bagi masyarakat yang tidak punya uang untuk bayar denda sekitar Rp 50 ribu - Rp 150 ribu yang diatur dalam pergub nanti? Apakah bisa diganti dengan sanksi sosial yang sudah termaktub di dalam Perwali 37/2020?,” ujar Dedie.

Dedie meminta para pelaku usaha atau operator penyedia jasa yang sudah diperbolehkan operasi pada fase Pra-Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). “Untuk beberapa yang sudah melaksanakan kegiatan ujicoba atau beroperasi, kami mengimbau untuk mematuhi kebijakan  yang telah disepakati bersama. Misalnya Ojol yang sudah berkomitmen memakai partisi di dalam operasionalnya tapi belum melaksanakan, kami akan merencanakan untuk memberikan sanksi penutupan sementara. Itu salah satu hal yang harus diperhatikan, termasuk pelaku usaha lainnya, kami akan tinjau kembali izin beroperasinya jika tidak berkomitmen,” pungkasnya. (Hum.Kt-bgrAmirudin).

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.