Kenaikan Minyak Dunia Menjadi Dalih yang Menyakitkan Rakyat


Oleh Ine Wulansari
Pendidikan Generasi

JABARBICARA.COM -- Kemalangan yang tak putus-putusnya terus dialami rakyat. Di tahun 2022 ini, berbagai kepedihan dan luka yang ditorehkan penguasa seakan tak kunjung habisnya. Mulai dari kenaikan harga bahan pokok, gas elpiji, minyak goreng, hingga yang terbaru kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak).
Mulai tanggal 1 April 2022, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak jenis RON 92 atau Pertamax menjadi Rp12.500-Rp13.000 per liter. (CNBCIndonesia.com, 14 April 2022)

Dalih kenaikan BBM nonsubsidi ini, akibat naiknya harga minyak mentah dunia. Tentu saja hal ini menuai kritikan pedas dari pengamat ekonomi, Rizal Ramli. Menurutnya, kenaikan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia. Rizal pun membandingkan BBM dengan jenis RON yang sama di Malaysia yang harga jualnya masih murah dengan harga Rp8.500. (JPNN, 1 April 2022)

Efek yang ditimbulkan akibat kenaikan harga Pertamax yakni langkanya Pertalite. Bisa kita saksikan, hampir di seluruh stasiun pengisian BBM Pertalite dinyatakan kosong. Jika sudah seperti ini, tentu saja masyarakat yang terdampak secara langsung.

Kalau Pertalite makin langka di pasaran, dengan terpaksa masyarakat beralih pada Pertamax. Meskipun dengan harga yang lebih mahal. Kenaikan dan kelangkaan BBM ini, dapat dipastikan semakin menambah beban rakyat. Apalagi di tengah kondisi serba sulit dan harga kebutuhan pokok lainnya yang terus merangkak naik.

Kenaikan BBM ini, tidak terlepas dari buruknya tata kelola dan politik energi penguasa yang rakus. Penguasa bersandar pada aturan ekonomi Neoliberalisme yang ditopang sistem sekulerisme. Sistem ini menjadikan penguasa hanya sebagai regulator semata, yakni sebagai pengatur kebijakan yang berpihak pada pengusaha. Peran penguasa pun tidak mampu menjaga kestabilan ekonomi pasar.

Akibatnya semua hajat hidup rakyat, termasuk BBM dikelola demi kepentingan bisnis yang diserahkan pada mekanisme pasar. Tentu saja, kenaikan dan mahalnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak. Akan tetapi, penguasa salah dalam mengelola minyak secara kapitalistik.

Begitulah hidup dalam sistem rusak bernama Kapitalisme Neoliberalisme Sekulerisme. Sistem ini menguasai hajat hidup publik yang dilindungi kebijakan rakus. Penguasa pun membuka lebar-lebar bagi pihak swasta untuk mengelola sumber daya alam dan minyak atas nama kerjasama untuk mendapatkan keuntungan pribadi pemilik modal, bukan untuk kepentingan rakyat. Sehingga, tidak akan ada kata bahagia untuk rakyat. Justru kesengsaraan dan beban berat akan terus menghimpit selama sistem ini terus diterapkan.

Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlahnya besar, seperti minyak bumi merupakan harta milik umum. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud)

Pengelolaannya pun wajib dilakukan oleh negara secara mandiri. Mendistribusikan secara adil ke tengah masyarakat. Negara hadir untuk melindungi kepentingan rakyat dengan tidak mengambil keuntungan, kecuali biaya produksi secara layak. Jikalau negara mengambil keuntungan, tentu saja akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat dalam berbagai bentuk.

Dengan demikian, pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi pada pihak swasta. Begitu juga pada pihak asing yang secara jelas hanya ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya. Dalam sistem Islam, dapat dipastikan harga BBM akan murah, bahkan gratis. Juga sangat mudah diakses bagi seluruh rakyat. Hasil dari pengelolaan tersebut, dapat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan publik lainnya.

Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang akan mampu membawa rakyatnya pada kesejahteraan hidup. Seluruh kekayaan alam akan dikelola dengan baik demi kepentingan rakyat umat tanpa campur tangan pihak lain. Sehingga, kebahagiaan dan kebutuhan hidup akan terpenuhi tanpa ada satu pun yang merasakan penderitaan.

Wallahua’lam bish shawab. (**)

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.