Ketua Dewan Pengawas Asphurindo Holil Aksan Umarzen: Kasus Haji Furoda Terjadi Adanya Mafia Broker Visa


JABARBICARA.COM - Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh dan Inbound Indonesia (Asphurindo), Rd Holil Aksan Umarzen menyatakan, kasus haji Furoda bisa terjadi karena adanya mafia broker visa.

Pernyataan mafia broker visa berada di balik kasus haji Furoda ini ia sampaikan saat ditemui Jurnal Soreang di kantornya di Bandung.

Lebih lanjut Holil Umarzen menyatakan, kasus haji Furoda merupakan musibah besar bagi bangsa Indonesia karena memakan korban ribuan orang di dalam dan di luar negri, gara-gara mafia broker visa.

“Saya sangat prihatin atas musibah besar ini, ribuan calon jamaah haji kita sampai terlantar di bandara Jakarta dan di Arab Saudi,” kata Holil. “Ini situasi yang sangat tidak mengenakkan.”

Selain terlantar di Jakarta, puluhan calon jamaah haji Furoda juga dideportasi pemerintah Arab Saudi, sehingga mereka gagal menjalankan ibadah haji dan dirugikan perusahaan yang memberangkatkannya.

Menurut Holil, haji Furoda adalah haji yang tidak menggunakan kuota resmi dari pemerintah Arab Saudi. Jadi, mereka tergolong sebagai haji perorangan, yang memang diberikan kepada orang tertentu.

“Pemerintah Arab Saudi setiap tahun memang memberi kuota haji berdasarkan kebijakan mereka kepada para undangan, tokoh tertentu, atau jamaah yang mengajukan berangkat haji secara perorangan,” ujarnya.

Namun, yang menjadi masalah, kuota khusus untuk perorangan itu kemudian diperjualbelikan oleh mafia di Arab Saudi dan di Indonesia, katanya.

 

“Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah Arab Saudi dan juga tidak bisa menyalahkan pemerintah Indonesia, karena kuota Furoda ini di luar kuota resmi negara kita. Tapi, kuota Furoda ini dari dulu dibisniskan oleh mafia broker visa.” ujarnya.

Mafia itu menawarkan kuota khusus ini kepada calon jamaah haji, dan peminatnya ribuan karena iming-imingnya tidak perlu antri puluhan tahun, dan bisa langsung berangkat haji.

Buntutnya, calon jamaah haji Indonesia yang menjadi korban karena kuota Furoda ini visa yang mereka bawa ternyata tidak ditemukan dalam sistem imigrasi di Arab Saudi, sehingga dideportasi.

Padahal, mereka sudah membayar mahal dan jauh di atas ONH maupun haji plus, karena ada yang membayar Rp 300 juta dan bahkan sampai Rp 500 juta per orang.

Karena itu, Holil meminta pemerintah Arab Saudi dan Indonesia untuk lebih serius mengevaluasi visa haji Furoda ini karena berpotensi merugikan banyak jamaah.

“Kalau pun mau dilegalkan, visa Furoda ini bisa dijadikan visa khusus yang dikelola secara resmi melalui Kemenag,” katanya.

“Jika itu terjadi, maka kewenangannya harus melalui PIHK, yaitu Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang resmi dan memiliki ijin dari pemerintah.Jadi semua mesti duduk bersama membahas masalah ini, sehingga kasus kerugian karena visa Furoda ini bisa dihentikan,” ujar Holil. (**/jabi)

 

 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.