Kompak, Demokrat-Gerindra-PDIP Serang Sri Mulyani, 'Bu Menteri Seringlah Main Keluar, Tekor Tak sampai 10 Tahun'


JABARBICARA.COM-- Defisit APBN 2020 yang melebar ke 6,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) akan jadi beban pemerintah selama 10 tahun ke depan. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis(18/06/2020) kemarin. 

Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menyampaikan dalam Perppu 1/2020 yang sudah menjadi UU, antisipasi dampak Covid-19 berlangsung hingga APBN 2022, yaitu selama tiga tahun.

“Kalau sekarang diramal hingga 10 tahun, berarti fundamental ekonomi kita lebih rapuh dari yang semula diduga cukup ampuh,” ujar Hendrawan, Jumat (19/06/2020).

Dia menyarankan untuk mengurai beban APBN yang tekor hingga 10 tahun tersebut, manajemen utang harus dilakukan lebih gesit.

“SBN berbunga tinggi, jauh di atas negara-negara tetangga/peer countries, harus diganti dengan SBN berbunga rendah. Jangan sampai kita menarik pembeli SBN hanya untuk para rentenir global,” kata Hendrawan.

Menurutnya, ada perbedaan penilaian dan pengukuran antara Kemenkeu dengan Bank Indonesia dalam pengelolaan ekonomi negara.

“Ada perbedaan asesmen antara Lapangan Banteng (Kemenkeu) dan Kebon Sirih (BI). Kemenkeu cenderung pesimis, kelam, BI cenderung optimis, kalem. Ini menarik,” ujar Hendrawan.

Sementara Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, jika pemerintah mampu menjalankan roda ekonomi dengan baik, maka tekor APBN bisa dihindari tidak sampai 10 tahun.

“Jika berjalan dengan baik, tidak akan jadi beban APBN 10 tahun. Harusnya jauh lebih cepat,” ujar Didi Irawadi.

Adapun Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengurai, jika Sri Mulyani hanya memakai hitungan di atas kertas, laporan dari para pelaksana pemantau ekonomi nasional, juga pertimbangan badai institusi ekonomi dunia dan lokal, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia memang akan tumbuh minus 3,1 persen.. 
Tapi jika data yang dipakai adalah data real masyarakat, maka hasil yang akan diperoleh berbeda.

ia mengurai bahwa saat PSBB diterapkan, masih ada sektor usaha UMKM seperti warteg, pedagang kaki lima, pasar tradisional yang tetap beraktivitas.

Selain itu juga sektor pertanian dan perikanan tetap stabil. Ada juga unicorn di bidang jual beli online. Arief Poyouno menyebut platform ini banjir transaksi dan tentu saja dampak ekonomi yang tetap tumbuh.
“Ibu Sri mulyani mungkin jarang jalan keluar melihat-lihat aktivitas ekonomi saat PSBB,” tuturnya. (sta/rmol/pojoksatu)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.