Kota Bekasi Sebagai Kota Layak Anak, Mungkinkah?


Penulis : Ika Fibriani,S.pd.I
Pendidik dan Aktivis Muslimah

Tahun 2021 telah berlalu meninggalkan kita semua. Tetapi, apa yang disisakan dari tahun 2021 tentu kepedihan yang mendalam bagi masyarakat Bekasi khususnya. Dari tahun ke tahun setiap permasalahan yang dihadapi selalu sama bahkan makin bertambah. Maraknya premanisme di kota Bekasi yang para pelakunya tidak segan-segan untuk membunuh korbannya, serta tingginya angka kasus kekerasan terhadap anak.

Sebagai contoh, belum lama ini seorang siswi SMK diperkosa oleh teman-temannya. Lalu, ada seorang anak berusia 14 tahun yang diperkosa secara bergilir oleh lima orang di desa Sriamur, Tambun Utara. Viva.com (15/12/2021). Itu hanya sebagian yang terekspose oleh media. Belum lagi ada beberapa kasus, baik kekerasan fisik atau seksual yang tidak dilaporkan kepada pihak berwajib. Ini membuktikan bahwa kota Bekasi belum layak untuk anak. Maka, masalah inilah yang menjadi sorotan bagi publik.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendy mengatakan akan menjadikan kota Bekasi layak bagi anak. Karena itu, Pemkot Bekasi akan mencanangkan seribu taman bermain bagi anak di seluruh wilayah kota Bekasi. Terkait perihal kekerasan terhadap anak, Rahmat Effendy telah menugaskan pada Satuan Tugas untuk Fokus pada menindak lanjuti dan mengurangi tindakan kekerasan pada anak. Namun, yang perlu diperbaiki adalah perilaku dan kebiasaan masyarakat tegasnya. Republika.co.id (27/07/2017).

Fakta tentang jumlah kekerasan anak meningkat pada September tahun 2021 berjumlah 40 kasus, lebih tinggi dari tahun 2017 sebanyak 35 kasus. Kekerasan tersebut mendominasi kekerasan seksual pada anak. Komisioner KPAD Kabupaten Bekasi Muhammad Rozak mengatakan, “Kasus pelecehan seksual itu ada yang kasus persetubuhan anak di bawah umur, seks yang dilakukan suka sama suka, dan lain-lain. Laporan yang diterima oleh kami itu terjadi di Kecamatan Serangbaru, Tarumajaya, Cikarang Selatan dan Cibitung dan pelakunya tiga dari empat kasus adalah orang dewasa lalu kasus lainnya pelakunya masih anak-anak” Kompas.com (10/10/2018).

Apakah dengan dicanangkan dan dibangun seribu taman bermain serta ditugaskannya Satgas dapat menanggulangi kekerasan pada anak? Tentu saja hal tersebut bukan solusi preventif yang bisa mencegah dan menghilangkan kekerasan pada anak. Sayangnya, dengan dibangun seribu taman bermain anak diharapkan orang tua lebih kreatif dan berperilaku baik bagi anak dengan menjadikan taman bermain tersebut sarana untuk edukasi bagi orang tua dan anak.

Banyak faktor yang melatarbelakangi sumber masalah kekerasan pada anak saat ini. Terutama kekerasan anak meningkat pada masa pandemi. Selain kurangnya pembinaan serta ilmu dalam mendidik anak pada orang tua dan masalah ekonomi yang banyak menjadi penyebab kasus kekerasan tersebut. Banyak orang tua yang sibuk bekerja di luar sehingga kontrol dan pengawasan anak tidak ada. Karena orang tua baik ayah dan ibu harus memenuhi kebutuhan yang makin mahal. Belum lagi orang tua yang mendampingi anak dalam belajar daring, tapi tidak sedikit yang tidak sabar menghadapi dan menemani anak. Sehingga, banyak juga anak  menjadi sasaran kemarahan orang tua yang menyebabkan anak mengalami kekerasan fisik.

Belum lagi bebasnya video porno yang beredar di handphone. Saat ini banyak anak memiliki hp karena masih masa PJJ. Sehingga tidak sedikit yang difasilitasi hp tanpa pengawasan orang tua. Konten porno pun mudah diakses dan membuat anak ketagihan. Anak-anak jadi mudah terhipnotis untuk melakukan hal yang sama seperti di video. Banyak dari anak-anak tidak tahu bahaya besar kecanduan menonton video porno bagi jiwa dan psikisnya. Sehingga suatu saat setelah dewasa, hal tersebut akan terus menerus ingin disalurkan rasa nafsu seksnya itu. Maka, biasanya seorang pelaku hanya berpikir bagaimana cara untuk menyalurkan naluri seksnya tersebut, entah bisa dilakukan dengan laki-laki atau perempuan, bahkan dengan anak kecil sekalipun.

Tapi semua itu bukan semata-mata penyebab permasalahan kekerasan anak saja. Sumber utama masalah kekerasan anak ada pada sistem yang diterapkan di tengah masyarakat. Sistem yang ada saat ini yaitu liberalisme dan kapitalisme yang mengusung suatu usaha harus menghasilkan keuntungan yang besar. Keuntungan tersebut bisa didapat dengan cara apapun dan sistem tersebut yang membuat manusia berperilaku bebas. Sebab manusia melakukan apa yang dia kehendaki tanpa memikirkan akibat buruk yang ia dapat. Seseorang tidak boleh mengkritik orang lain. Maka hal ini banyak menimbulkan kerusakan, sebab hal itu terjadi dari suatu produk atau pemahaman yang buruk.

Dalam permasalahan saat ini memang harus ada kerjasama antara individu, masyarakat serta peran negara yang hadir di tengah masyarakat agar semua permasalahan tuntas sampai pada akarnya. Bila kita lihat dari invidu, sebagai orang tua yang mempunyai anak-anak harus menjaga anak-anak mereka dengan memberikan pengawasan dan pembinaan yang benar. Tentu saja memberikan pembinaan agama secara mendalam, dengan memberikan pemahaman tentang pergaulan wanita dan laki-laki yang diatur dalam Islam.

Orang tua juga selalu mengawasi anak bermain di mana dan dengan siapa. Orang tua selalu aktif dengan mengetahui setiap kegiatan anak, yaitu selalu mengawasi anak dengan menaruh kepercayaan kepada anak. Tentu ini dengan memberikan pemahaman Islam kepada anak, bahwa suatu perbuatan baik dan buruk akan dimintai pertanggungjawaban kepada Allah SWT.

Sedangkan di masyarakat, harus ada kerja sama. Jangan jadi masyarakat yang abai terhadap permasalahan orang lain. Entah masalah pacaran atau kekerasan rumah tangga. Masyarakat harus bisa mengawasi dan memberikan peran aktif dengan menegur bila ada anak-anak sudah berbuat yang tidak sewajarnya dilingkungan masyarakat.

Selanjutnya adalah negara. Negara harus berperan aktif dalam kesejahteraan masyarakat dari keamanan, kesehatan serta pendidikan. Negara memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pergaulan laki-laki dan perempuan menurut aturan Islam. Negara akan membuat aturan yang semuanya itu bukan aturan yang berasal dari manusia, tetapi aturan dari Allah SWT. Jika ada masyarakat sedikit saja melanggar aturan tersebut, negara akan memberikan hukuman yang membuat efek jera sampai tidak ada tindakan kriminal lagi.

Negara juga mempunyai wewenang untuk mengontrol atas film atau video yang akan beredar dimasyarakat. Jika video tersebut tidak ada manfaatnya dalam ilmu pengetahuan, maka tidak boleh ditayangkan. Apalagi video porno, tentu yang memproduksinya akan mendapat hukuman dari negara. Negara terus mengawasi film, video serta bacaan-bacaan untuk rakyatnya yang berguna, agar rakyatnya menjadi manusia yang memiliki peradaban yang mulia.

Itulah cara yang bisa dilakukan dalam menanggulangi tindak kekerasan pada anak. Tapi tentu saja, kembali pada institusi negara yang harus membuang sumber malapetaka yaitu sistem kapitalisme dan liberalisme yang menimbulkan kerusakan dan segala permasalahan di atas.

Wallahu ‘alam bishowab.  (Red.Jabi)

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.