Lebih 100 Hari Nurhadi menjadi Buron, Sembunyi dari Tim KPK


JABARBICARA.COM-- Usai diamankan, setelah lebih dari 100 hari buron dan bersembunyi, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, di rumah tahanan (Rutan) Kavling C1, (Gedung KPK lama). Keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan secara intensif di gedung lembaga antirasuah sejak Selasa (02/06/2020) pagi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan, Nurhadi dan Rezky Herbiyono bakal ditahan untuk masa penahanan pertamanya. 

"Penahanan Rutan dilakukan kepada dua orang tersangka  tersebut selama 20 (dua puluh) hari pertama terhitung sejak tanggal 2 Juni 2020 sampai dengan 21 Juni 2020 masing-masing di Rumah Tahanan KPK Kavling C1," kata Ghufron.

Untuk diketahui, Nurhadi menjadi buronan KPK bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Ketiganya ditetapkan sebagai buronan KPK sejak 11 Februari 2020.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yakni mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi; menantunya Rezky Herbiyono; dan Hiendra Soenjoto. 

Mereka diduga terlibat pengurusan perkara terkait dengan kasus perdata PT. MIT melawan PT. KBN (Persero) pada tahun 2010 silam.Nurhadi saat menjabat Sekretaris MA bersama menantunya diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero).

Poses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan. Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT. MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.Atas perkara itu, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Penanganan kasus ini merupakan pengembangan perkara yang berasal dari OTT yang pernah dilakukan KPK pada 20 April 2016.

Sementara, saat itu, KPK menciduk Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution yang kedapatan menerima suap dari Doddy Ariyanto Supeno dengan barang bukti uang Rp 50 juta. Keduanya diciduk di sebuah hotel di Jakarta.

Dari perkara ini KPK berhasil membongkarnya. Ternyata ini merupakan skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar.

Atas dasar bukti-bukti yang dimiliki, pada 22 November 2016, KPK menetapkan tersangka Eddy Sindoro (swasta). 
Setelah menjadi DPO dan menyerahkan diri pada 12 Oktober 2019, KPK memproses yang bersangkutan hingga persidangan. 

Dalam proses tersebut, KPK menemukan bukti dugaan perbuatan obstruction of justice sehingga menetapkan tersangka baru saat itu, Lucas (advokat). Proses hukum kasus ini masih berjalan saat ini di tingkat Kasasi.

Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara sekitar tahun 2015 – 2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK. 
Karena itu KPK meningkatkan penyidikan dan menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto sebagai tersangka.  Diambil dari artikel berjudul 'Matikan Lampu Kelabui KPK, Ada Mobil Kabur Sebelum Nurhadi Ditangkap' JawaPos.com 02 Jun. 2020 

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.