Mahasiswa Garut Tolak Omnibus Law


GARUT, JABARBICARA.COM-- Langkah pemerintah dan DPR RI yang bersikukuh membahas dan mengesahkan produk Undang-undang Sapujagat atau Omnibus Law menuai reaksi keras dari elemen organisasi mahasiswa Kabupaten Garut.

Seluruh organisasi mahasiswa Garut tersebut bahkan secara tegas menolak Omnibus Law yang butir demi butirnya dinilai merugikan masyarakat.

Ketua Umum KAMMI Garut, Riana Abdul Azis menilai, Omnibus Law yang disahkan pemerintah dan DPR terkesan dipaksakan di tengah situasi pandemi Covid-19. Ia mengulas, aksi demi aksi penolakan Omnibus Law sudah gencar dilakukan elemen buruh, mahasiswa, hingga kalangan masyarakat sipil lainnya, namun baik pemerintah maupun DPR tetap tak mau mendengar dan tidak menghiraukan.

"KAMMI Garut tetap konsisten menolak dan menggagalkan Omnibus Law ini dengan demonstrasi. Kita peduli nasib buruh yang terdampak UU Cipta Kerja. Demonstrasi adalah bagian dari ikhtiar KAMMI Garut dalam memperjuangkan nasib para buruh,"

Dinar Ketua Kebijakan Publik KAMMI Garut juga menyebutkan, Omnibus Law ini adalah bentuk ketidakhadiran negara dalam mendengar aspirasi dari masyarakat. Alih-alih membuat negara kondusif, pemerintah dan DPR menurutnya malah menyulur amarah publik.

"Jangan sampai buruh yang menjadi korban kekejaman para kapitalis. Omnibus Law ini berbahaya untuk keberlangsungan umat manusia. KAMMI Kab GArut akan meminta revisi atau bahkan menjegal Omnibus Law. DPR RI jangan seperti anak-anak TK yang asyik dengan dirinya sendiri. Jangan bunuh rakyat secara perlahan dengan Omnibus Law," tegasnya.

Senada dikatakan Ketua Sosial Masyarakat KAMMI Garut, Dede Sukandi. Ia menilai sejak awal pembahasan Omnibus Law sudah ada yang tidak beres dengan pemerintah maupun DPR.

"Apalagi ini bicara investasi dan UU Cipta Kerja, yang kaitannya langsung dengan buruh. Pemerintah dan DPR terkesan memihak kapitalis. Ini tidak boleh dibiarkan. Negara harus melindungi rakyatnya dan menunjukan keberpihakan kepada rakyat, bukan investor atau kapitalis," ujarnya.

Segendang sepenarian dikatakan Ketua Humas KAMMI Garut, Hamzah S. Ia menilai sejak awal RUU Cipta Kerja memang diarahkan untuk memperkuat perusahaan dan investor skala besar.

"Patut disayangkan karena proses perumusannya yang tertutup, tergesa-gesa, termasuk mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudent) di dalam merumuskan perubahan ratusan pasal dari macam-macam UU tanpa memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, politik dan budaya yang pasti muncul," jelasnya.

Ia juga menyinggung regulasi agraria yang tercantum dalam Omnibus Law, yang membahayakan petani-petani di Indonesia Khususnya di Garut, menghambat realisasi reformasi agraria dan memperparah konflik agraria struktural di Indonesia

"Maka dari itu KAMMI Garut menolak keras dan mengutuk keras atas disahkannya Omnibus Law ini. Jika ini tetap dipaksakan maka akan kita pastikan kita akan menggalang seluruh kekuatan massa untuk bertolak ke Jakarta dan melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI untuk menolak UU Omnibus Law yang menyengsarakan rakyat," tegasnya.

Sementara itu, Korlap AKSi KAMMI Garut, Pian Sopian menilai asumsi dasar yang diklaim terkait disusunnya RUU Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi, di mana muara akhirnya adalah penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan buruh, serta pertumbuhan ekonomi.

"Namun sayang, pemerintah menggunaan pendekatan yang salah. Pemerintah telah terjebak dalam pendekatan hukum melalui orientasi politik kapitalisme dengan mengorbankan sektor lain yang justru menentukan hajat hidup orang banyak," ujarnya.

Di sisi yang lain, lanjut Pian Sopian, data Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM menyatakan, total realisasi investasi pada tahun 2019 senilai Rp 809,6 triliun hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1 juta. "Artinya, sektor investasi seharusnya bukan menjadi prioritas dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apalagi menghancurkan sektor penting lainnya," tandas Pian

UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita. UU Ciptaker, memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib Pekerja/buruh Indonesia dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor.

"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon, KAMMI Garut tegas menolak Keras dan berharap, pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat.
"Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi, (Rian/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.