Makna Commited di Saat Pandemi Covid-19


Oleh : Drs. H. Nanang Sopian Hambali, M.Pd (Korwas KCD Wil XI Disdik Jabar)

GARUT, JABARBICARA.COM-- Ketika kabar duka datang pada tanggal 3 Mei 2020 yang menyatakan bahwa Prof. H. Muhammad Nu’man Somantri, M.Sc meninggal dunia, pikiran saya langsung terhentak dan teringat akan masa-masa indah bersama beliau sekalipun hanya dalam sekup miniatur Masjid Al Furqon yang merupakan simbol kekuatan keagamaan di Kampus IKIP Bandung saat itu. 

Bagaimana tidak, beliaulah yang berani mencoba untuk bisa tampil berbeda mengagungkan dan menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada para mahasiswa dan dosen di kampus UPI sekarang. Padahal kita tahu saat itu tidak semua Pimpinan Kampus dan akademisi kampus berani untuk bisa menyuguhkan ajaran keislaman yang sesungguhnya karena khawatir akan bersinggungan dengan kebijakan pemerintah di masa Orde Baru.

Beliaulah rupanya orang pertama IKIP Bandung saat itu yang mampu untuk membumikan nilai-nilai keislaman dan mencoba untuk mengajak para civitas akademika IKIP Bandung untuk mengkaji nilai-nilai keagamaan agar bisa terintegrasi dalam pembelajaran di sekolah. 

Dengan motto Kampus IKIP Bandung (UPI sekarang) “ilmiah, edukatif dan religius“ pria kelahiran Tasikmalaya tanggal 15 Maret 1932 ini mampu menakhodai dan menginspirasi mahasiswanya agar mampu mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembelajaran ketika mareka berada di kelas.

Melalui kegiatan mentoring keagamaan di Masjid Al Purqon yang kerapkali diwajibkan untuk seluruh mahasiswa baru setiap hari Minggu, para mahasiswa di bawah para mentor yang telah didiklat diajak untuk mengkaji ayat ayat dalam Al- Qur’an yang berhubungan dengan mata pelajaran yang ditekuninya. Mereka disuruh berdiskusi dan menjelaskan sesuai dengan takaran ilmu yang mereka miliki dengan bersumber pada referensi buku yang disiapkan di perpustakaan masjid dan kampus saat itu untuk selanjutnya disimpulkan dalam bentuk tulisan dan didesiminasikan antarkelompok, akhirnya jadilah sesuatu pengetahuan dan pemahaman yang cukup lengkap untuk dijadikan acuan saat terjun mengajar di sekolah.

Di samping hal di atas yang masih terbayang di masa kepemimpinan beliau pada tahun 1985 ketika terdengar kumandang adzan, maka seluruh dosen mahasiswa dan seluruh civitas akademika IKIP Bandung saat itu menghentikan aktivitasnya untuk berbondong-bondong pergi ke Masjid Al-Furqon sekalipun dengan beralaskan sandal jepit. Di bawah kepemimpinan beliau saat itu semua tunduk dan patuh karena beliaulah yang selalu berada pada shaff pertama di masjid tersebut.

Salah satu pernyataan beliau “Tidak akan rugi para pegawai dan mahasiswa terganggu waktu sholat” justru efek dari sholat itu akan lebih meningkatkan kesegaran dan semangat untuk melanjutkan tugas selanjutnya, demikian yang pernah beliau sampaikan.

Lantas apa yang bisa kita tarik benang merah dari inspirasi Profesor Nu’man untuk saat ini? Tentunya di tengah-tengah derita peristiwa pandemi Covid 19 tidak salah apalagi bertepatan dengan bulan suci Ramadhan bulan di mana saat diturunkannya kitab suci Al Qur’an untuk para pendidik atau guru yang beragama Islam untuk mengkaji ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan materi ajar yang akan mereka ajarkan di sekolah dan menugaskan kepada anak-anak atau peserta didik untuk bertadarrus sekaligus diwajibkan untuk mencari nilai-nilai atau kata kunci dalam Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan pelajaran atau indikator materi. Mungkin itulah salah satu makna “commited” yaitu kokoh pada ajaran agama yang pernah dilontarkan oleh Profesor Nu’man saat itu yang kini selalu menjadi inspirasi saya saat ini.

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.