Mengurai Problem Kasus Prostitusi Online Berujung Maut


Oleh: N. Vera Khairunnisa

JABARBICARA.COM - Kasus memilukan yang menimpa kaum perempuan tidak pernah sepi dari pemberitaan. Beberapa hari menjelang Ramadhan, seorang perempuan di Kuningan Jawa Barat tewas di tangan pelanggannya sendiri. Korban dibunuh oleh seorang mahasiswa setelah transaksi seks secara daring.

"Jadi awalnya pelaku melakukan BO (booking online) melalui aplikasi. Kemudian pelaku tersebut datang ke kos-kosan untuk melakukan prostitusi," kata Kapolres Kuningan AKBP Dhany Aryanda, Senin (28/3/2022). (detik. com, 29/03/22)

Berita serupa terjadi tahun lalu di  Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Senin (16/8/2021). Seorang pekerja seks komersial (PSK) online tewas di tangan pelanggannya sendiri dengan 65 bekas tusukan di badannya. (dirgantaraonline. co. id, 29/03/22)

Tahun 2020, kasus yang sama terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat. Di antaranya di Bekasi Utara, di warung remang-remang Subang, dan di alun-alun kota Bandung. Dengan berbagai alasan atau pemicu, para pekerja seks komersil berakhir tewas mengenaskan di tangan pelanggannya sendiri.

Ironis! Indonesia sebagai negera yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, namun masih banyak perempuan yang menjajakan diri. Bahkan yang lebih ironis lagi, ketika para perempuan psk itu menjadi korban kekerasan pelanggannya sendiri.

Kalau melihat dari kaca mata Islam, apa yang menimpa korban, sungguh kerugian yang berlipat-lipat. Dunia tak dapat, akhirat tak selamat. Di dunia terhina, di akhirtat siap-siap menghadapi ancaman bagi pelaku zina. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah.

Melihat fenomena tersebut, tentu kita berpikir, mengapa ada perempuan yang rela menjajakan dirinya? Terlebih jika mereka adalah seorang muslimah. Mengapa pula kasus ini terus berulang?

Pada dasarnya, setiap perempuan ingin dimuliakan, dihormati dan dilindungi. Mereka tidak ingin harus mencari nafkah dengan cara menjual diri. Hanya saja, banyak faktor yang menyebabkan mereka terpaksa memilih pekerjaan haram tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, faktor ekonomi.

Kondisi perekenomian rakyat kian hari kian sulit, terutama pasca pandemi. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut ada 29,4 juta orang terdampak pandemi Covid-19. Jumlah itu termasuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan upah. (tribunnews. com, 27/03/21)

Kedua, tuntutan gaya hidup.

Gaya hidup menuntut sebagian perempuam untuk selalu mempunyai banyak uang guna memenuhi keinginannya. Lingkaran pergaulan yang konsumtif memaksa mereka menempuh segala cara untuk meraih uang, salah satunya menjadi PSK online.

Keinginan kuat mengikuti tren, prestise, dan mempercantik diri menjadi alasan mengapa wanita dengan strata sosial menengah ke atas cenderung terjerumus dalam prostitusi.

Ketiga, korban perkosaan.

Sebagian perempuan kadung melakoni PSK lantaran telah menjadi korban pemerkosaan. Mereka berpikir hidupnya sudah hancur dan tidak ada pekerjaan yang pantas selain menjadi PSK. Rasa rendah diri yang sudah tertanam akan menimbulkan frustrasi. Hal inilah yang kemudian memicu perempuan berkubang dalam dunia gelap prostitusi.

Keempat, faktor lingkungan.

Lingkungan memang mempengaruhi pola pikir dan kehidupan seseorang. Hidup di lingkungan yang senantiasa terlibat dengan bisnis prostitusi akan lebih mudah menjerumuskan seseorang ke dalam dunia hitam tersebut.

Misalnya karena latar belakang keluarga yang menjalankan bisnis tersebut, mengkondisikan mereka untuk mengikutinya. Atau melihat kesuksesan semu teman yang lebih dulu menjadi PSK, langsung tergiur iming-iming penghasilan yang banyak mendorong perempuan meniru jejak salah tersebut. (sindonews. com, 15/01/22)

Pertanyaan selanjutnya, mengapa perekonomian rakyat selalu sulit? Mengapa gaya hidupnya konsumtif? Mengapa ada korban perkosaan dan justru malah menjadi PSK? Mengapa pula banyak lingkungan buruk yang bisa menjerat perempuan ke lembah bisnis prostitusi?

Inilah akibat dari diterapkannya sistem yang jauh dari nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT. Sehingga masyarakatnya mudah terjerumus ke dalam perbuatan yang sudah jelas-jelas diharamkan agama.

Kondisi masyarakat yang kesulitan secara ekonomi, di tengah Sumber Daya Alamnya yang melimpah, merupakan sesuatu yang sangat ironis. Artinya, kekayaan Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir pihak.

Standar kebahagiaan dalam sistem kapitalisme yaitu terpenuhinya kebutuhan jasadiyah alias materi. Hal inilah yang melahirkan gaya hidup konsumtif dan hedon. Mereka merasa sangat bahagia dan berharga, ketika bisa membeli apapun yang diinginkan.

Dalam sistem kapitalisme, standar baik dan buruk pun melihat dari nilai ekonomi. Ketika bisa menguntungkan secara ekonomi, artinya dianggap sebagai sesuatu yang baik. Namun ketika merugikan, maka diangggap sesuatu yang buruk.

Menjamurnya bisnis prostitusi online misalnya, ini akibat adanya beragam aplikasi yang menjadi sarana untuk memudakan setiap orang menerjuni bisnis prostitusi. Kecanggihan teknologi dalam sistem kapitalisme malah berpeluang membuat manusia melakukan perbuatan maksiat.

Selain itu, adanya perempuan korban perkosaan yang memilih jalan prostitusi, menunjukkan dengan sangat jelas akan kegagalan sistem hari ini dalam melindungi kehormatan perempuan.

Maka, selama sistem kapitalisme sekulerisme bercokol di negeri ini, bisnis prostitusi akan sulit untuk dihilangkan. Kehormatan diobral, nyawa pun dipertaruhkan. Butuh sistem alternatif untuk bisa menyelesaikan problem ini.

Islam, sebagai agama yang sempurna dan lengkap, akan mampu menuntaskan problem prostitusi hingga ke akar-akarnya. Karena secara prisip, Islam mengharamkan perbuatan zina.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra ayat 32)

Rasul saw. bersabda, “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)

Dalam mengatasi problem ini, dilakukan dengan melahirkan individu yang bertakwa, masyarakat yang berdakwah dan negara yang bersyariat.

Untuk melahirkan individu yang bertakwa, secara praktis dilakukan dengan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Kurikulum pendidikan dibuat untuk melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi yang senantiasa berusaha mengejar pahala dan menjauhi dosa.

Masyarakat dalam sistem Islam merupakan masyarakat yang senantiasa peduli dengan kondisi di sekitarnya. Mereka merupakan kontrol sosial, yang menjaga agar setiap bagian dari masyarakat senantiasa berada di jalan yang Allah ridhai, yaitu dengan jalan amar ma'ruf nahi munkar alias dakwah.

Keberadaan negara merupakan faktor paling penting. Karena negaralah yang mampu menjalankan seluruh aturan Islam. Sebab, hanya dengan diterapkannya seluruh aturan Islam saja lah bisnis prostitusi betul-betul bisa dihilangkan.

Penerapan sistem pendidikan Islam, untuk melahirkan individu yang bertakwa. Sistem ekonomi Islam, untuk menciptakan masyarakat sejahtera. Sistem sanksi, untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tertib. Dan sebagainya.

Salah satu mekanisme dalam sistem ekonomi Islam adalah mewajibkan para lelaki dewasa untuk mencari nafkah. Maka negara akan menyiapkan lapangan pekerjaan, sehingga perempuan tidak harus menjadi tulang punggung. Mereka bisa fokus menjalankan peran sebagai istri, ibu dan pengatur urusan rumah tangga.

Dalam Islam, sanksi bagi pezina yaitu dirajam (dilempari batu sampai meninggal) bagi pelaku yang sudah pernah menikah, dicambuk dan diasingkan untuk pelaku yang belum pernah menikah. Rasulullah SAW. bersabda yang artinya:

"Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam." (HR Muslim).

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.