Menyoal Plt. Kepala Daerah (Suatu analisis)


Oleh Memet Hakim

Pengamat Sosial

 

JABARBICARA.COM-- Beberapa pengganti Kepala Daerah sudah dilantik, tapi banyak respon negatif, bahkan beberapa ahli hukum menyebutnya 'Mendagri melanggar Konstitusi'. Anggota TNI/Polri aktif tidak boleh digunakan sebagai pengganti Kepala Daerah misalnya.

Saya kira ini tuduhan yang bukan main-main. Jika Pemerintah sendiri melanggar konstitusi, apa yang bisa diharapkan dari pemerintah ini? Ada upaya dari Mendagri untuk melindungi oligarki secara sengaja dan sistimatis. Ini merupakan kejahatan konstitusi

Setiap Kepala Daerah ada wakil-wakilnya, nah kenapa bukan wakilnya yang ditunjuk untuk menyelenggarakan roda keperintaha? Wakil Kepala Daerah pasti lebih mengetahui kondisi daerahnya dibanding orang baru. Paling tidak dari segi manajemen itulah yg terbaik. 'Tidak diharamkan juga jika Kepala Daerah itu diperpanjang sampai saatnya pilkada', karena yg merubah jadwal pilkada itu kan pemerintah pusat sendiri.

Kepala Daerah dan wakilnya kan 1 paket, emangnya kenapa jadi persoalan? Memang Kepala Daerah dan Wakilnya harus 1 visi, jika berbeda visinya kan aneh.

Kelihatannya ada 'maksud terselubung' dari Mendagri dengan menunjuk orang2 diluar daerah utk mengganti sementara, sejalan dengan adanya keinginan pemerintah untuk diperpanjang waktunya dan memenangkan pemilu yang akan datang secara tidak jujur.

Mendagri sendiri orangnya diketahui umum tidak bersih, bagaimana mungkin akan menunjuk pengganti yang bersih? Jejak sebelumnya yang melarang otopsi para petugas KPPS yg wafat tiba-tiba dengan gejala yang sama, masih membekas di masyarakat, artinya ini merupakan program melindungi kejahatan.

Nah arah kebijakan Mendagri sudah terbaca mau kemana ujungnya. Semua digiring utk menyetujui apa saja keinginan pemerintah yg dikendalikan oleh naga naga, pribumi akhirnya budak di negerinya sendiri.

Saya kira sebaiknya Ormas, Orpol,Organisasi Profesi harus berani menyatakan sikap.

'Waspada Bahaya Kuning' Jangan sampai misalnya TKA yang telah mempunyai KTP diberikan hak utk memilih atau dugaan kecurangan lainnya dalam pemilu misalnya. Jika aparat tetap mengijinkan TKA Cina memilih, tindakan sweeping dari masyarakat dan orpol itu sah sah aja.

Harus diingat pemerintah saat ini dikenal tidak bersih dan selalu memfasilitasi oligarki sesuai dengan keinginannya. Contoh nyata adalah dipaksakannya omnibus law, HIP,  TKA Cina, Vaksin, dll, dimana ujungnya rakyat juga yang dimiskinkan.

Bagaimana mungkin rakyat sendiri, akan dikorbankan demi oligarki? Idealnya memang harus segera kembali ke UUD 45 dan aktifkan kembali PP no 10 tahun tahun 1959.

Mumpung masih ada waktu, para ahli hukum dan partai yang dirugikan perlu segera mengkoreksi kebijakan jahat ini. (*)

Bandung, Juni 2022

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com


0 Komentar :

    Belum ada komentar.