Nilai-nilai Spiritual dan Kearifan Lokal Suku Bangsa Indonesia Bagian Dari Landasan Kebangkitan Peradaban Dunia Baru


Oleh: Jacob Ereste

JABARBICARA.COM-- Kemampuan spiritual itu perlu untuk menikmati hidup yang lebih tenteram dan damai. Sebab semua harus dimulai dari keikhlasan, kejujuran menerima apa yang telah digariskan oleh suratan takdir, meski tetap harus berusaha sekuat mungkin untuk menggapai apa yang diinginkan. Demikian juga dengan hal-hal yang tidak diinginkan, dapat terus diupayakan untuk dihindari atau dielakkan atau dengan segenap daya upaya dan kemampuan yang ada.

Jika pun hal-hal yang tidak dikehendaki itu haus terjadi dan dialami juga, maka ikhtiar yang ada adalah mengatasi atau menghadapinya dengan tetap tawakkal. Karena toh, Allah SWT tidak akan pernah memberi masalah yang berat yang tidak mungkin dapat dipikul oleh hambanya. Karena itu, jika pun cobaan itu datang juga, maka dengan segenap keyakinan yang ada semua akan dapat dihadapi juga, meski harus dengan berusah payah atau bahkan akan terasa sangat berat.

Dalam situasi dan kondisi kehidupan yang semakin berat dan menghadapi beragam tantangan sekarang ini, banyak orang mulai percaya pada laku spiritual sebagai salah satu cara menghadapi kerumitan hidup. Dalam keriuhan dunia yang semakin gaduh, spiritualisme menawarkam jalan hening untuk meredakan kegalauan dan kebingungan yang terus mendesak hingga pada akhirnya mungkin saja harus kalah.

World Health Organization mendifinisikan manusaia sebagai makhluk psikologis, mahluk sosial dan makhluk spiritual. Para psikolog pun percaya bahwa kecerdasan spiritual adalah faktor yang berperan penting bagi kesehatan mental seseorang.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang baru, ada kepercayaan bahwa kecerdasan spiritual memang masih dianggap ilmu pengetahuan yang baru, karena memang masih sangat sedikit penelitian empiris yang bisa dilakukan. Namun hasil penelitian yang dimuat dalam Journal of Fundamentals of Mental Health menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kecerdasan spiritual dan kehidupan sosial yang lebih baik.

Hasil studi lain memperlihatkan adanya hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan rasa empati dan kepuasan dalam hidup. Dari tipe inteligensi ini diyakini dapat membantu orang untuk lebih mampu menghadapi pengalaman sulit, seperti rasa duka dan kehilangan sesuatu yang sangat dia sayangi.

Pendek kata, denga memiliki kemampuan spiritual yang cukup sangat memungkinkan seseorang mampu untuk mendayagunakan kemampuan spiritualitasnya, sehingga kehidupan batin (inner life), dan kehidupan di luar dirinya (outer life) dapat semakin diharmonikan.

Sebagaimana halnya dalam menjalankan tuntunan dan ajaran agama, maka laku spiritual pun menjadi pengalaman pribadi yang hanya bisa didapat oleh masing-masing orang yang melakoninya, tanpa bisa diwakili oleh lain.

Demikian juga tentang cara untuk menggapai kecerdasan spiritual itu akan diperoleh masing-masing orang dengan tingkat dan kualitas yang berbeda. Misalnya melalui yoga, meditasi, berdoa, berzikir dan sebagainya, sesuai dengan selera dan pilihan yang dianggap paling abdol dan menyenangkan saat melakukannya.

Karena itu dalam pemahaman kaum spiritual, laku itu pebih penting dari apa yang kemudian bisa digapai. Persis semacam keyakinan banyak kaum seniman, bahwa hasil seni yang dilakukannya itu sesungguhnya tidak lebih penting dari proses kreatif dan pencapaian kerja kesenian yang dilakukannya.
Beragam cara untuk membangun kecerdasan spiritual dianataranya melalui proses meditasi. Karena dalam proses meditasi setiap orang apat melatih kepekaan semua indra yang ada dalam tubuhnya untuk lebih mampu menyadari serta memahami segenap pikiran dan perasaan yang muncul dari benak sendiri maupun yang ada di sekitar tempat meditasi itu dilakukan. Maka itu tak heran, biasanya pilihan tempat untuk meditasi disesuaikan dengan suasana hati masing-masing pelakunya.

Mulai dari ruangan khusus di rumah sendiri, sampai ke dekat deburan ombak di pinggi pantai yang terjal umpamnya. Atau bahkan di tempat-tempat yang dianggap wingit, seperti di tempat yang pernah digunakan para leluhur, seperti makam para Sunan dan makam para raja yang ada di Nusantara.

Cara memperkuat daya serap laku spiritual ini bisa juga dilakukan dengan melakuan wirit, berzikir atau bahkan membaca Kitab Suci sebanyak-banyak mungkin atau puja-puji – shalawat untuk para Nabi maupun do’a yang diperuntukkan bagi para leluhur – yang telah mendahului kita. Pada dasarnya, semua itu dilakukan untuk memperkuat keyakinan bahwa adanya suatu kekuatan ghaib yang dapat kita peroleh, tanpa hirau pada campur tangan akal sehat. Karena pada dasarnya laku spiritual itu mengedepankan rasa, filling, naluri dan keyakinan yang tidak perlu memberi tempat dominan pada akal dan nalar.

Spiritualitas adalah pengalaman yang pribadi bagi tiap orang. Cara seseorang untuk menggapai kecerdasan spiritual juga berbeda-beda, ada yang melakukannya dengan yoga, meditasi, berdoa, dan sebagainya. Atas dasar itulah pada era milineal sekarang, dominasi kecerdasan intelektual tidak lagi bisa sepenuhnya mendekte cara memilih dan menentukan sesuatu yang hendak dilakukan kemudian.

Pada masa-masa sebelumnya memang manusia bertindak atas insting, dugaan dan perhitungan yang berada di luar akal. Kemudian dalam perkembangannya kemudian, akal lebih dikedepankan untuk memilih, bertindak atau melakukan sesuatu yang hendak dikerjakan. Sekarang, siklus kembali berbalik dalam mengambil sikap dan keputusan dengan mengedepankan naluri, insting dan perasaan serta dugaan yang lebih berdasarkan non akal dan nalar.

Penolakan atas nalar dan akal ini bukan sekedar asal menolak, namun dominasi penggunaan naluri, insting lebih dikedepankan, hingga kemudian bisa disusul oleh pertimbangan akal dan nalar. Puncak ilmu pemngetahuan manusia yang mengedepankan akal dan intelektual sampai padamtakaran IQ (Intelligence Qouttient) dengan tingkatan tertentu. Sampai pada tahun 1990-an, muncullah konsep kecerdasan baru yang menyebut bahwa emosional punya peran lebih penting dari hal-hal yang lain. Hingga aspek kecerdasan pun semakin diperluas dengan adanya kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ).

Para ilmuan merumusakan secara umum bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memahami makna setiap kejadian yang ada di lingkungannya. Pemahaman spiritual ini acap diakui pula memiliki fleksibilitas.

Seperti  kemamampuan berpikir secara holistic, yaitu kemampuan seseorang memikirkan sesuatu secara menyeluruh, sistematis dan tidak mengkotak-kotakkan sesuatu. Dan kemampuan berpikir secara holistic ini mamu membawa seseorang menerima perbedaan serta terbuka dengan berbagai saran dari pihak manapun.

Kecerdasan spiritual seseorang yang baik mampu memahami bahwa semua yang ada di jagat raya ini merupakan satu kesatuan, sehingga setiap elemen merupakan satu bagian yang saling berkait. Biasanya, untuk mereka yang memiliki kemampuan kontemplasi tinggi dapat menemukan ide yang cemerlang untuk berbagai hal yang acap tidak terduga sebelumnya.

Biasanya para pelakon spiritual mampu memberi banyak inspirasi. Kecuali kreatif, mereka juga mampu melakukan inovasi, melakukan hal-hal yang tidak dipikirkan atau belum dikerjakan oleh orang lain sebelumnya
Yang utama, semua itu dilakukan untuk menyenangkan, membahagiakan atau membangun ketenteraman bersama dalam tatanan hidup yang harmoni, selaras termasuk dengan alam dan lingkungan, seperti yang menjadi pantangan Suku Badui di Ujung Barat Pulau Jawa, menjaga kelastarian alam dan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, tak sedikit yang menempuh laku spiritual dengan cara mengikuti jejak para Suku Bangsa Indonesia yang masih taat dan terus melestarikan nilai-nilai budaya local setempat yang arief dan bijaksana demi dan untuk kelanjutan penghidupan generasi mendatang.

Jakarta, 6 Desember 2021

Isi Artikel diluar tanggungjawab redaksi JabarBicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.