Poster-poster Optimis dalam Pameran Seni Digital, "Solidaritas Melawan Covid-19", ASEDAS 2020.


Oleh Nuning Yanti Damayanti

Dunia Seni  dan Media Virtual  VS  Covid 19

Pada tahun 2020 ini serangan wabah Covid 19 (virus corona) menyebar di seluruh dunia, yang diduga dimulai dikota Wuhan, China.  Covid19 bukan hanya menularkan penyakit yang berbahaya, juga membawa perubahan dalam Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya (POLEKSOSBUD) dunia. Pandemi covid-19 membuat dunia menjadi resah, khususnya negara di Asia yang dekat dengan wilayah epidemi China. Perubahan kehidupan sosial  terjadi hampir diseluruh dunia terkena dampak virus corona.  Demikian pula yang terjadi pada dunia seni, mobilitas global seni mengalami  kemacetan diawal serangan Covid19 ketika pada 11 Maret 2020, WHO mengumumkan Covid-19 sebagai wabah dunia. Sejak itu dunia seni seolah mati suri dan kegiatan-kegiatan mendadak sunyi, museum-museum tempat interaksi sosial dunia seni rupa terpaksa ditutup. Ribuan galeri hampir di seluruh dunia harus menunda jadwal dan kegiatannya, bahkan puluhan artfair internasional, seminar, konferensi, dan balai lelang membatalkannya.

Beberapa bulan setelah mengalami shok secara perlahan kehidupan seni mulai menggeliat dalam keterpurukan, akan seperti apa wujud dan dunia seni ? Masyarakat seni mencari berbagai cara mengakses nya dengan berbagai kemungkinan. Ternyata ada kenyataan yang terekam interaksi seni dalam kehidupan virtual lintas Web.  Selama ini dunia virtual masih direspon sebatas wacana, pada akhirnya masyarakat melihat cara untuk memanfaatkan peluang online dalam dunia seni. Media sosial virtual kemudian segera menjadi bagian dari dunia seni dan tiba-tiba menjadi satu-satunya sarana untuk mempertahankan koneksi ke pemirsa. Galeri galeri melakukan berbagai uji coba secara  top-down saling  berkolaboratif, pada akhirnya menemukan dan melakukan cara komunikasi yang berbeda  setelah sekian bulan kehilangan ruang sosialnya.

Dalam realitas  catatan sejarah di masa krisis ciptaan-ciptaan kaum kreatif ini tidak pernah berhenti. Ada berita bersejarah baru terkuak puluhan tahun kemudian, karena media massa tidak diperkenankan mempublikasikan berita epidemi flu spanyol yang mematikan di Eropa, berkaitan dengan kejadiannya bersamaan dengan Perang Dunia I. Catatan dan karya seniman menjadi saksi sejarah yang hampir terlupakan.   Ketika itu pada tahun 1918 terjadi situasi pandemik flu spanyol yang mematikan seperti saat ini.  Catatan biografi seniman yang terjangkit flu spanyol adalah: Edward Munch, dia beruntung berhasil melewati maut dan membuat dua lukisan potret dirinya dengan judul terkesan heroik: Potret diri dengan Flu Spanyol dan Potret Diri setelah Flu Spanyol,  seniman ekspresionis berkebangsaan Norwegia telah merekam sejarah kelam itu dalam karyanya, meninggal di Oslo, 1944, sekitar 25 tahun setelah epidemi flu spanyol terjadi. Seratus tahun kemudian sekarang ini di tengah wabah Covid-19, Insan Seni akan selalu menemukan cara untuk berkarya dalam situasi sesulit apapun bahkan dalam kondisi dan ancaman bahaya.

Teknologi Media Komunikasi  Digital  dan Virtual

Marshall McLuhan sejak setengah abad yang lalu sudah meramalkan perkembangan media komunikasi modern, yang ditulis dalam bukunya klasiknya yaitu Understanding MediaThe Extensions of Man,(1964). memprediksi fenomena media massa yang muncul dan terus berkembang sampai sekarang. Pernyataan asumsi McLuhan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi yang memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia dapat berhubungan satu sama lain dibelahan bumi yang tidak dibatasi jarak dan waktu tanpa harus bertatap muka.  Seorang pakar, Lewis H.Lapham (Harper’s Magazine, 1999),

Ramalan Mc Luhan menjadi kenyataan di era serba teknologi sekarang, dimana cara berkomunikasi yang efektif tidak selalu harus melalui cara bertatap muka, hanya melalui sentuhan tangan di keyboard komputer yang terhubung ke jaringan internet atau melaui smartphone, waktu, ruang dan jarak.  McLuhan tampaknya berpandangan optimis terhadap humanis teknologi, melihat bahwa perkem­bangan teknologi informasi, khususnya layar media sosial memungkinkan manusia hidup di dalam dunia yang tak lebih besar dari sebuah layar kaca. kehidupan direproduksi dan disiarkannya kembali dalam segala bentuk informasi melalui media tersebut.

Krisis virus korona ini menjadi sebuah peluang bagi pelaku seni dan pendidik seni dalam menghadapi kondisi yang menyedihkan ini.  Tentunya harus dilakukan langkah-langkah strategis menyiasati agar insan seni tetap kreatif dan optimis. Media sosial virtual melalui jaringan teknologi internet rupanya bisa menjadi sarana seniman untuk menjalin koneksi dan link pada pemirsanya. Para seniman menyalurkan ekspresi dan kreatifitasnya melalui teknologi Seni Digital sebagai pilihan dengan melakukan komunikasi melalui media online, secara individu maupun kolaboratif.

Seni digital memanfaatkan teknologi komputer dan dikatagorikan sebagai seni kontemporer. Konsep revolusioner ini telah memberikan dimensi baru pada bidang seni rupa. Bentuk seni digital ini dibuat oleh seniman dengan bantuan komputer dan kadang-kadang dimodifikasi oleh perangkat lunak komputer, hal ini telah menciptakan perbedaan halus antara desain dan seni. Seni digital adalah hasil dari dua kekuatan, kreativitas manusia dan teknologi komputer. Sekarang perguruan tinggi menawarkan kursus seni digital berdasarkan penelitian interdisipliner dalam ilmu sosial dan sains. Tren ini menunjukkan pengaruh media digital pada praktik manusia dan meningkatnya keanekaragaman seni setelah adaptasi teknologi modern.

Globalisasi Seni Digital Melalui Teknologi Internet dan Media Komunikasi  Virtual

Seniman dan akademisi seni dari negara Asia diwakili Malaysia dan Indonesia melakukan kegiatan seni secara kolektif yang diinisiasi oleh Prof Madya Ahmad Tarmizi Azizan (Malaysia) dan Dr. Ariesa Pandanwangi (Indonesia).  Kegiatan Pameran bersama dalam wadah ASEAN Digital Art Society (ASEDAS) dalam   1st  International Virtual Digital Art Exhibition, ‘ASEDAS 2020: Bertemakan “Solidariti Melawan COVID-19”. Kegiatan pameran seni digital  diharapkan menginspirasi dan menggugah kesadaran masyarakat untuk optimis dan kreatif bersama-sama menghadapi kondisi sulit dan perubahan tatanan kehidupan yang terjadi akibat pandemic Covid19. Undangan disebarkan melalui media sosial internet yang ternyata direspon dengan baik oleh seniman dan pendidik seni dari berbagai bangsa dan negara.   Tercatat partisipan dari 34 negara Asia, Eropa, Amerika dan  Afrika, sejumlah 354 orang partisipan yang telah membuat lebih dari 500 karya seni yang bertemakan solidaritas melawan Covid 19. Pameran ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital dan media komunikasi secara virtual melalui jaringan teknologi internet untuk menjalin koneksi dan link dunia seni dengan para pemirsanya.  

Catatan penelusuran dalam memahami ide-ide kreatif dari sejumlah seniman partisipan 1st  International Virtual Digital Art ASEDAS 2020, difokuskan bahasan hanya pada karya seni partisipan dari wilayah Asia yang sangat mendominasi pameran virtual ini yang berasal dari 10 negara Asia dan 1 dari Afrika. Menyimak semua peserta  saya membaginya menjadi tiga (3) kelompok status sosial partisipan, yang pertama adalah kelompok seniman, yang kedua seniman/desainer yang juga seorang akademisi dan yang ketiga adalah kelompok mahasiswa seni rupa dan desain. Perbedaan dari tiga kelompok partisipan ini tentunya akan menentukan cara pembacaan pada karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini. Dalam tulisan ini akan diulas sebagaian karya   partisipan berasal dari negara Asia dan Afrika yang didominasi oleh partisipan dari Indonesia kedua, Malaysia, selanjutnya Iran, China, Thailand, Singapore, Jepang , India , Korea Selatan, Palestina dan Syria kemudian dari Afika yaitu Mesir.

Dari sejumlah karya yang dibuat oleh partisipan dari negara Asia yang sangat  mendominasi pameran ini, terlihat ada beragam genre yang tampil yaitu  Realis, Ilustratif, Abstrak, Popart, Fotografis poster dengan gaya kontemporer kekinian.  Karya-karya yang cukup atraktif yang langsung menarik perhatian adalah karya-karya berupa genre poster.  Hal yang  bagi saya sangat khusus sehingga saya menyebutnya sebagai seni poster,  karena poster-poster ini memiliki komposisi yang unik dalam  unsur-unsur rupa sehingga selain estetis bisa mengkomunikasikan pesan-pesan sesuai dengan tujuannya. Hal yang tampil kuat  dalam karya-karya berupa poster ini adalah kekayaan unsur-unsur bentuk tipografi yang dominan dijadikan  obyek dalam poster, adalah  selalu muncul kata corona/vicod-19, juga slogan-slogan tipografi dan obyek-obyek pendukung fungsi poster sebagai media informasi dan propaganda. Hal ini yang tidak perlu dipertanyakan karena memang tema dari pameran ini adalah solidariti melawan Vicod-19. Saya memilih sejumlah karya yang dianggap cukup unik dan bisa mewakili pesan-pesan yang disampaikan oleh para senimannya, berdasarkan aspek komunikatif, keberbedaan dan secara menyeluruh memiliki rupa keunikan estetik yang baik, Tipografi dalam poster-poster ini difungsikan selain sebagai informasi juga digarap sedemikian rupa sehingga komposisi tipografi menjadi unsur rupa dan estetik yang unik.

Karya-karya seni poster dalam 1st  International Virtual Digital Art Exhibition ,  ‘ASEDAS 2020: bertemakan “Solidariti Melawan COVID-19”. Menunjukan  bahwa pelaku seni, pendidik seni dan sivitas akademik bidang seni mampu melakukan kegiatan kreatif dalam dalam segala keterbatasan.  Sekalipun kehidupan sedang dikarantina, seharusnya  tidak ada alasan untuk tidak kreatif mencipta seni, karena seni memiliki kapabiltas membangun peradaban manusia. Pada waktunya  sejarah akan mencatat inspirasi-inspirasi dan jejak-jejaknya yang akan menunjukan kehidupan manusia pada masa pandemic Corona Virus 19 yang sedang melanda dunia. (Bandung 6 Juni 2020)

Redaksi jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.