Pro Kontra Penertiban PKL Pasar Wisata Samarang


GARUT, JABARBICARA.COM-- Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasar Wisata Samarang yang diadakan pada Kamis (24/03) lalu dengan pengawalan ketat dari Polres Garut dan Satpol PP menimbulkan pro-kontra di kalangan para pedagang terutama, di kalangan PKL sendiri.

Perlawanan keras dilakukan oleh para pedagang yang menempati area pavilion Pasar di bawah koordinator Mahmud yang telah menempati area tersebut selama lebih dari dua tahun dan mereka kebanyakan adalah para pedagang existing yang memiliki kios di lantai dua.

Salah seorang pedagang, Ende (31), yang sempat diwawancarai, menuturkan, dirinya sangat kecewa dengan cara paksa tersebut. Dia berani berada di pavillion sebagai pedagang kaki lima karena merasa telah membayar kepada oknum tertentu sebesar kurang lebih Rp. 3 juta, dengan kewajiban membayar retribusi harian sebesar Rp 7.500,- setiap hari.

Sementara itu, penertiban PKL yang diinisiasi oleh Ikatan Warga Pedagang Pasar (IWAPPA) Pasar Wisata Samarang dengan dukungan penuh dari Disperindag ESDM Kabupaten Garut mendapat apresiasi dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum dan Manajemen (LBHM) SEROJA 24 yang turut hadir di lokasi kegiatan.

“Jika itu dimaksudkan hanya untuk membersihkan area Paviliun dari kekumuhan aktifitas PKL yang sebenarnya adalah pedagang pemilik kios di lantai dua, kami sangat setuju namun jangan terlalu melebar kemana-mana karena diluar zona tersebut ada persoalan yang harus diclearkan terlebih dahulu”, ungkap Rahmat, SHI., SH. kepada wartawan, Sabtu (26/03/2022) pagi.

Lebih lanjut Rahmat menerangkan, Disperindag ESDM Kabupaten Garut selaku regulator pengelolaan Pasar di Kabupaten Garut harus lebih hati-hati lagi terhadap beberpa hal yang harus diluruskan terlebih dahulu.

"Apa benar dimasa lampau tidak ada praktek jual beli kios yang mengakibatkan pedagang existing sangat dirugikan oleh para pedagang baru yang membeli kios ke UPT / Dinas karena pembeli baru bisa memilih kios yang sangat strategis sedangkan para existing tersingkir karena gratis ?" tanya Rahmat.

Pengacara muda ini juga menilai, label Pasar Wisata Samarang terlalu berlebihan karena penghuninya 100 % pedagang tradisonal dan tidak mampu menerapkan zonasi komoditi sehingga selalu semrawut dan itu murni kesalahan UPT setempat yang jelas tidak memiliki kompetensi untuk mengelola Pasar Wista dengan baik.

Ketika ditanya tanggapannya mengenai munculnya aspirasi ratusan pedagang yang ingin segera melakukan pemilihan pengurus IWAPPA yang baru dan sah, Rahmat menggeleng- gelengkan kepalanya dan menerangkan bahwa Disperindag ESDM Kabupaten Garut semuanya amnesia.

“Sesuai surat Kepala Disperindag ESDM Kabupaten Garut No. 411.2/221-Disperindag ESDM tanggal 4 Maret 2021 tentang Kerjasama Penataan Pasar di Pasar Wisata Samarang, Pasar Rakyat Wanaraja dan Pasar Tradisional Ciawitali yang ditujukan ke Direktur Lembaga Bantuan Hukum dan Manajemen (LBHM) SEROJA-24, jelas jelas membuktikan, kami ditunjuk sebagai Konsultan baik dibidang Manajmen Pengelolaan maupun bidang Hukum, walhasil jika ada keinginan penertiban seperti ini harusnya dibicarakan dulu secara baik-baik dan terhormat" tegas dia.

Rahmat berpendapat, wajar saja jika ratusan pedagang meminta pengurus IWAPPA yang sekarang berkuasa harus segera diganti, karena mereka bukan dihasilkan oleh pemilihan yang sah, akan tetapi ditunjuk oleh Haji Amas yang terpilih diwaktu lampau dan telah melarikan diri dari kewajibannya.

"Pertanyaannya, atas dasar apa dan dari siapa Haji Amas dapat menunjuk pengurus IWAPPA yang baru, yang benar adalah Haji Amas harus memberikan pertanggungjawaban dihadapan para Anggotanya atas sikapnya yang melarikan diri dari tugas dan tanggung jawabnya tersebut, kemudian atas kekuasaan apa dan dari siapa pengurus IWAPPA yang baru dapat mengangkat dan menunjuk orang per orang untuk melakukan tekanan dan intimidasi kepada para pedagang ?," ujar Rahmat dengan nada bertanya.

Di akhir wawancaranya Rahmat berpendapat, semuanya salah dalam lingkaran pengelolaan Pasar Wisata Samarang saat ini, dan apapun perbuatan mereka seluruhnya cacat menurut hukum.

Menurut salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya juga terkena penertiban di luar zona Pavilion menjelaskan, pihak IWAPPA beberapa hari kebelakang telah meminta uang koordinasi antara Rp 3 juta sampai dengan Rp 9 juta kepada PKL yang terkena penertiban agar bisa tetap berjualan di area belakang pasar.

"Mereka beralasan dari penarikan uang Rp 3 juta tersebut, Rp1 juta dialokasikan untuk membuat surat resmi sebagai PKL dari Disperindag ESDM Kabupaten Garut," tutup dia. (Jabi)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.