Rakyat menjadi Tumbal Mahalnya Harga Pangan, Bukti Kapitalisme Abai


Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi dan Member AMK

JABARBICARA.COM-- Umat Islam di seluruh belahan dunia kini sedang bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Namun seperti biasa, dengan hadirnya bulan mulia selalu dibarengi dengan naiknya harga bahan pokok. Walaupun sebenarnya harga bahan-bahan pangan tersebut sudah mulai merambah naik dari awal tahun 2022. Sebut saja minyak goreng yang sempat mengalami kelangkaan, namun kini muncul kembali di pasaran dengan harga melambung mahal.

Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) naiknya harga pangan menjelang Ramadan, seperti daging ayam, telur, bawang putih, cabai merah, daging sapi, gula, dan minyak goreng belum menunjukkan gejala kelangkaan. Sedangkan kenaikan harga cabai di beberapa wilayah secara signifikan, itu disebabkan faktor cuaca. Karenanya untuk mengantisipasi kelangkaannya KPPU akan melakukan advokasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah secara terus menerus serta mengawasi jalannya penyimpanan dan harga untuk semua komoditas pangan dengan melalui kajian atau penelitian. Demikian penjelasan Dinni Melanie sebagai Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (kompas.com, 2/4/2022)

Melihat fakta di atas, tak bisa dimungkiri, bila setiap menjelang Ramadan dan momen-momen penting keagamaan lainnya, selalu menjadi kebiasaan naiknya harga pangan. Padahal seperti yang kita tahu, pangan adalah kebutuhan pokok bagi rakyat. Sayangnya pemerintah justru menganggap hal itu biasa terjadi.

Jelas sikap pemerintah ini seolah-olah mengabaikan penderitaan rakyat. Bagaimana tidak, kembali lagi rakyat yang menjadi tumbal atas mahalnya harga pangan. Ibarat pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga pula." Begitulah keadaan rakyat saat ini yang sedang mencoba bangkit kembali menata ekonominya yang sempat jatuh akibat pandemi Covid-19, namun kini dihadapkan kembali dengan mahalnya harga bahan pokok.

Kenaikan harga pangan yang dianggap biasa bisa berbahaya bagi stabilitas ekonomi dan politik bangsa. Bahkan mampu menyebabkan kekacauan dan krisis politik yang memakan korban jiwa. Sebagaimana yang tengah terjadi di Sri Lanka yang saat ini sedang dilanda krisis ekonomi. Krisis berkepanjangan itu sebelumnya tidak pernah terjadi, membuat rakyat Sri Lanka kecewa hingga berunjuk rasa menuntut penggulingan terhadap presiden Rajapaksa.

Negara Sri Lanka dengan jumlah penduduknya 22 juta menghadapi krisis kekurangan bahan pokok yang lama. Kenaikan harga yang tajam dan pemadaman listrik yang melumpuhkan dalam krisis ekonomi paling parah sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948. (tempo.co,1 April 2022)

Begitulah keadaan dunia saat ini, termasuk Indonesia yang masih terus dilanda berbagai krisis. Salah satunya masalah ekonomi dengan bukti pemerintahan tak mampu mengendalikan lajunya harga pangan. Sehingga setiap tahun selalu saja terjadi lonjakan harga yang akhirnya rakyat lagi yang menjadi korban atas kebijakan pangan yang tak menentu.

Namun begitulah dalam sistem Kapitalisme ini, segala permasalahan akan selalu terjadi, dan tak akan menemukan titik temu. Pun dengan masalah mahalnya harga pangan, ia bagaikan bola salju yang selalu menggelinding tanpa bisa berhenti.

Demikianlah persoalan bahan pangan yang menjadi problem besar bagi dunia dan negeri ini. Semua karena masih diterapkannya sistem kufur, Kapitalisme. Di mana sistem ini hanya memosisikan pemerintah sebagai perpanjangan tangan korporasi, yang berperan sebagai regulator bagi mereka. Hingga semua kebijakan yang dibuatnya pun tak mengindahkan kesejahteraan rakyatnya, namun menguntungkan para kapitalis dan korporasi saja. Karena sistem inilah yang melanggengkan korporasi. Maka lihatlah dengan terus naiknya harga pangan yang tak bisa dikendalikan lagi.

Karenanya, pemerintah tak mampu mengerem lajunya harga bahan pangan yang setiap tahunnya merambah naik. Sebab pada kenyataannya pemasaran dikuasai oleh korporasi. Maka mereka dengan leluasa mengendalikan harga pasar dengan mengatur distribusi barang. Sehingga dengan terpaksa rakyat harus membeli dengan harga mahal.

Itulah realita dalam mekanisme pasar bebas yang dimonopoli oleh korporasi tanpa campur tangan pemerintah. Makanya wajar bila distribusi pangan menjadi buruk. Kenyataan lain juga dalam mekanisme pasar adalah selalu terjadinya masalah distorsi pasar, yang menyebabkan adanya pihak yang terzalimi. Hal itu bisa terjadi bila ada pihak yang ingin menguasai pasar hingga menutup peluang yang lain untuk masuk ke dalamnya.

Karenanya, sudah sepantasnya segala masalah yang berkaitan dengan pangan dapat diselesaikan dengan solusi Islam dan diberlakukannya sistem ekonomi Islam. Sebab Islam sebagai satu-satunya sistem yang baik, karena berasal dari zat yang baik, yaitu Allah Swt. yang mampu mengatasi semua problematika kehidupan manusia, termasuk masalah melonjaknya harga pangan.

Terkait dengan masalah harga pangan ini, dalam Islam negara dapat membuat beberapa kebijakan untuk menjaga naiknya harga pangan, di antaranya:

Pertama, negara harus menjaga ketersediaan stok pangan agar antara permintaan dan penawaran menjadi stabil. Islam juga memiliki tata cara aturan dalam mengatur produksi pertanian dalam negeri agar berjalan maksimal serta memiliki teknologi untuk memprediksi cuaca.

Kedua, pemerintah menjaga rantai tata perdagangan dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Seperti mengharamkan riba, praktik tengkulak, kartel, dan melarang penimbunan. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Abu Umamah Al-Bahili berkata, "Rasulullah saw. melarang penimbunan makanan." (HR. Al-Hakim dan al-Baihaqi) Islam pun tidak akan mengambil pematokan harga (tas'ir), karena Rasulullah saw. melarangnya.

Selain itu negara Islam melarang adanya pungutan pajak. Sebab dalam sistem ekonomi Islam tidak perlu memungut berbagai pajak beserta turunannya.

Maka, hanya aturan Islamlah yang mampu mengatasi semua permasalahan hidup, termasuk menjaga kestabilan harga pangan. Sebab, negara dalam Islam memiliki peran yang dominan dan berpihak kepada rakyat. Hingga rakyat dapat hidup sejahtera dan bahagia. Karena negara siap menjamin akan semua kebutuhan pokok rakyatnya.

Begitupun rakyat bisa menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan penuh suka cita, tenang tanpa terbebani atas mahalnya harga bahan pokok. Indah bukan?

Semua keindahan itu hanya bisa terwujud bila syariat kaffah dapat diterapkan dalam semua lini kehidupan.

Wallahu a'lam bish shawab. (**)

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.