Sebuah Refleksi; Tentang Pembebasan


Oleh : nuruLight

Dari tahun ke tahun, peringatan tentang heroisme seorang Kartini yang kemudian diangkat sebagai sosok emansipatoris terus diperingati. Dengan cara pandangnya yang berbeda terhadap budaya yang ada di sekitar tempat tinggalnya dalam memperlakuan laki-laki dan perempuan, atas hasil perbincangan dengan sodaranya yang belajar di Belanda dan diskusinya dengan salah satu kawan di Belanda melalui surat, pada kenyataannya Kartini telah dijadikan symbol dalam pembebasan kaum perempuan dari keterbelakangan. Meskipun, masih banyak sosok perempuan-perempuan lain yang memiliki semangat dalam pembangunan kaum perempuan dan juga bisa dijadikan sebagai teladan.juga terlepas dari pandangan bahwa Kartini membawa semangat feminism.

Di beberapa sekolah dan lembaga lainnya, bahkan perempuan-perempuan mengenakan kebaya dengan rambut tersanggul untuk semakin mendalami peringatan hari Kartini yang jatuh pada hari lahirnya, 21 April. Namun selepas itu, apakah jiwa Kartini yang dipandang sebagai sosok pejuang pembebasan perempuan juga melekat pada generasi perempuan kemudian?
Bagaimana tidak. Senjata yang diangkat Cut Nyak Dien sebagai pahlawan perempuan yang ditakuti Belanda, tergadaikan dengan fenomena populis hari ini yang sifatnya materis. Atau perjuangan Rohana Kudus sebagai perempuan yang tulisannya begitu tajam melakukan kritik terhadap penjajah justru tergeser dengan gegar budaya di media sosial.

Di mana perempuan begitu aktif menampilkan berbagai gerakan tubuh yang kurang mendidik yang ditonton oleh jutaan orang, sementara perempuan pendahulu mati-matian berperang melawan penjajahan dan pembodohan.

Jika tanggal 21 April senantiasa diperingati sebagai pembebasan kaum perempuan. Maka pembebasan seperti apa, pembebasan yang berangkat dari mana, pembebasan untuk apa yang seyogyanya diembuskan? Sebab pembebasan tidak akan mewujud nyata hanya dengan seremonial saja. Sudah berapa ratus kali peringatan hari Kartini terus digulirkan, tapi seberapa banyak jejak yang menapak?

Jika dahulu, Kartini yang terkurung dalam budaya patriarki yang terbangun di lingkungan sekitarnya mendorongnya untuk memiliki sudut pandang berbeda. Jika pada masanya Rohana Kudus telah meraih kebebasan sebagai perempuan untuk mencurahkan pikiran dan kritiknya lewat tulisan di koran, bahkan jauh sebelum itu Cut Nyak Dien-pun mampu dan mendapat kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dalam ruang juang yang lebih luas, maka pembebasan semacam apa yang hendak dilakukan generasi perempuan hari ini, di mana ruang penjajahan terus merajalela tanpa disadari.

Sementara, pembebasan tidak cukup jika hanya terus memperingati tanpa melakukan aksi nyata. Dan pula, bagaiaman bisa pembebasan skala besar terjadi jika kita sendiri bahkan tidak bisa membebaskan jiwa sendiri yang terkurung dalam keterkungkungan. Terpenjara dalam zaman tanpa tahu bagaiamana memainkannya. Tersesat dalam zona waktu tanpa membangun langkah untuk menyadari dan merubahnya.

Maka jika dari mana kita harus memulai, tentu memulai dari diri sendiri, perkaya diri dengan keilmuan, baik di ruang formal ataupun non formal, karena ilmu adalah passport masa depan, maka ia harus dibangun di segala dinding kehidupan. Dan bergerak pada selangkah demi selangkah pada apa yang ada di hadapan. Seperti Rohana Kudus yang melangkah dari tulisan, atau Cut nyak Dien yang turun ke medan perang pada saatnya diharuskan, Rahmah El Yunisiah yang membangun sekolah bagi perempuan dan serombongan perempuan lain yang bias dijadikan teladan.

Bagaimanapun, semangat pembebasan akan selalu dibutuhkan sebab pada kenyataannya kita masih selalu diburu oleh penjajahan, walaupun yang menjajah adalah diri kita sendiri. Namun bukan untuk penyetaraan ataupun menyaingi, sebab kesenjangan hanya dialami oleh beberapa kalangan. Seebagaiamana Rohana Kudus menyampaikan: “perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki.” Pun sebaliknya, perputaran zaman tidak akan membuat laki-laki menyamai perempuan. Semua memiliki rel masing-masing untuk berjalan beriringan tanpa bersebrangan.

Sebab titik pemberangkatan untuk melakukan semangat pembebasan menjadi begitu menentukan arah tujuan, jangan sampai yang dibangun kemudian justru kontradiktif dengan kebutuhan sejatinya.

Sebab Tuhan telah menganugerahi modal untuk menjalani kehidupan; tubuh, jiwa, akal, hati, pikiran, maka jangan biarkan para pejuang perempuan kehilangan pelanjutnya. (***/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.