Sensasi Jajanan Kolong Langit Tamansari”


BANDUNG, JABARBICARA.COM-- B E N C A N A Pandemi Covid-19, tentu bukanlah musibah yang sekedar berhubungan dengan ancaman terhadap kesehatan dan nyawa manusia. Sejak menghantam dunia pada Desember 2019 yang lalu, hingga saat ini berbagai negara di belahan dunia dibuat sibuk dan kelabakan menghadapi musibah ini. Tak terkecuali Indonesia, juga mengalami hal sama seperti yang dihadapi masyarakat internasional.

Pandemi Covid-19 juga membawa dampak susulan yang tak kalah “mengerikan”. Akibat pembatasan sosial atau pembatasan jarak fisik antar-manusia, secara otomatis nyaris meluluhlantahkan perekonomian dunia.

Saat ini banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan, sehingga menimbulkan PHK besar-besaran. Demikian pula pada sektor industri rumah tangga maupun dunia usaha di tingkat kelompok-kelompok kecil masyarakat, banyak yang mengalami kemunduran. Kelesuan ekonomi, perlahan namun pasti menjadi salah satu persoalan utama yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Ini adalah dampak lanjutan dari bencana pandemi Covid-19 yang sangat serius. Karena, persoalan ini bisa berdampak panjang pada persoalan lainnya yang dapat memperburuk persoalan, misalnya tingginya angka kriminalitas yang disebabkan jutaan orang yang kehilangan pekerjaan atau penghasilan.

Tak Boleh Bergantung pada Pemerintah, Masyarakat Harus Bergerak

Anton Satrio Dirgantoro, Dansatgas Covid-19 RW 09 Tamansari

Lalu apakah menghadapi musibah seperti ini hanya cukup berpangku tangan melalui bantuan sosial atau bergantung kepada pemerintah? Tentu saja berbagai pihak saat ini juga tengah disibukan dengan persoalan yang sama dengan skala dan fokus solusi yang berbeda-beda. Pihak mana pun, terutama pemerintah tentu memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh masyarakat dengan beragam kepentinganya. Sementara, yang tidak kalah penting adalah bagaimana masyarakat di lingkungan terkecil mampu menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan masalah.

Kesadaran di tingkat keluarga hingga kelompok-kelompok kecil setingkat RT/RW, perlu dikuatkan dalam merealisasikan konsep “Ketahanan Nasional Berlapis”. Dimana berbicara kemaslahatan bangsa, maka tidak pernah terlepas dari peran masyarakat dari lingkungan yang terkecil. Tentu saja ini bukanlah hal yang muluk ketika kita berbicara solusi dan upaya Bangsa dan Negara untuk segera keluar dari masalah yang timbul akibat bencana Covid-19, maka harus dimulai dari lingkungan kelompok kecil masyarakat, dan ini merupakan fenomena yang nyata dan fakta yang tidak terhindarkan.

Berkaca pada analisa situasi mengenai persoalan inilah, membuat Satgas Covid-19 RW 09 Tamansari yang berkedudukan di Kelurahan Tamansari Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung bertekad segera bangkit dari keterpurukan akibat bencana Covid-19. Kesatgasan RW 09 Tamansari, sejak beroperasi pada tanggal 29 Maret 2020, awalnya merupakan gerakan di bawah kepengurusan di tingkat RW yang berfokus pada penegakan protokol kesehatan. Demikian disampaikan Anton Satrio Dirgantoro, Dansatgas Covid-19 RW 09 Tamansari, saat diwawancarai jabarbicara.com, di pos kesatgasan setempat, belum lama berselang.

“Ide pembentukan kesatgasan di RW 09 awalnya berfokus pada penegakan protokol kesehatan dan pengelolaan segala bantuan maupun edukasi yang berhubungan dengan perlindungan masyarakat terkait ancaman virus corona. Lambat laun program kesatgasan berkembang ke upaya-upaya dalam menumbuhkembangkan ketahanan pangan di kalangan masyarakat, yang programnya pada awalnya datang melalui pemerintah maupun LSM-LSM,” tutur Anton.

Namun, Anton dan seluruh pengurus kesatgasan menilai, bahwa tidak cukup jika gagasan dan bantuan itu hanya datang dari pihak luar. Ia berpendapat, jika ingin segera keluar dari keterpurukan, maka ide dan gagasan kreatif juga harus muncul dari masyarakat.

Melalui berbagai diskusi bersama pengurus RW dan tokoh masyarakat setempat, munculah ide untuk mengembangkan wisata kuliner sebagai solusi mengatasi persoalan ekonomi masyarakat. Dimana masalah ini secara langsung dirasakan merupakan dampak lainnya dari musibah pandemi Covid-19 yang ternyata bukan sekedar urusan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia semata.

Berawal dari Pembuatan Container dan Pengaspalan

Container untuk berjualan yang dibuat oleh warga RW 09 Tamansari dan merupakan swadaya masyarakat setempat.

Sama halya seperti pemerintah yang wajib berpikir strategis, teknis, dan taktis dalam mengurus hajat hidup orang banyak, terutama yang berhubungan dengan sarana infrastruktur, untuk mewujudkan cita-cita membangun ekonomi masyarakat, Satgas Covid-19 RW 09 Tamansari memulainya dengan program pengaspalan. Fokus pengaspalan adalah di sebagian wilayah RW 09 Tamansari yang terletak persis di bawah flyover Pasupati yang bersambung ke jalan Cihampelas (wilayah yang terkenal dengan sebutan “Jeans Cihampelas” yang bukan saja icon pusat perbelanjaan pakaian di Kota Bandung, tetapi juga terkenal sampai ke negara-negara tetangga).

“Sebelum pengaspalan, tempat ini terlihat kumuh. Selain banyak tumpukan sampah dan tidak terawat, hampir tidak ada aktivitas yang produktif di tempat ini selain sebagai lahan parkir. Itu pun sama sekali tidak sedap dipandang mata,” tutur Anton, sambil menerawang dan menunjuk beberapa titik lokasi yang dulunya tidak terawat.

Anton menjelaskan, melalui bantuan Pemerintah Kelurahan Tamansari, akhirnya RW 09 Tamansari mendapatkan bantuan pengaspalan sepanjang kurang lebih 1400 meter. Program ini mendapatkan dukungan yang antusias dari warga setempat, sehingga program pengaspalan berjalan cepat. “Sekitar dua minggu kami bergotong-royong membersihkan dan menata tempat ini, sambil melaksanakan program penagsapalan,” cetusnya.

“Sebelum pengaspalan, kami ‘iseng’ membuat container berukuran 2×2 meter untuk berjualan. Biaya yang dihabiskan untuk membuat container ini sekitar 8 juta rupiah. Alhamdulillah, dana pembuatannya merupakan sumbangan murni dari warga kami,” lanjut Anton.

Container tersebut sebenarnya tidak tiba-tiba beroperasional. “Sempat nongkrong beberapa bulan tanpa diopersionalkan. Karena waktu itu kami masih mencoba-coba dan belum benar-benar fokus terhadap program wisata kuliner. Gagasan sudah ada, tetapi kami belum benar-benar punya konsep yang disepakati,” terang Anton.

"Setelah pengaspalan, barulah kami benar-benar serius dalam merancang, mempersiapkan, dan mengelola tampat kuliner. Sekitar pertengahan Desember 2020, awalnya hanya ada 3 unit usaha kuliner di tempat ini. Dalam tempo kurang dari dua minggu, menjelang akhir tahun, sudah berkembang menjadi 13 unit usaha,” kata Anton, seraya menunjukkan data 45 warga yang datang dari dalam dan luar wilayah RW 09 Tamansari yang mengajukan usaha di tempat tersebut.

Anton menjelaskan, untuk sementara pihaknya belum bisa mengakomodir 45 unit usaha yang ingin berjualan di tempat tersebut. Dia bersama anggota kesatgasan lainnya, masih memikirkan dan berupaya semaksimal mungkin untuk segera merealisasikan beroperasinya puluhan pendaftar yang ingin berjualan di tempat yang bernama “Sensasi Jajajan Kolong Langit” itu.
“Ide nama ‘Sensasi Jajanan Kolong Langit’ itu kami ambil atas dasar karena tempat ini memang tepat berada di kolong jembatan flyover Pasupati. Kami akan manyulap atap lokasi yang merupakan penyangga jalan tersebut dengan mendesain menyerupai langit yang berwarna biru. Sehingga terkesan lebih sejuk dan nyaman, dan membawa imajinasi pengunjung tentang langit biru yang indah,” cetus Anton.

Kuliner Kolong Langit Dipadati Pengunjung

Pengunjung wisata kuliner, berasal dari berbagai kalangan, pekerja, wisatawan, maupun kaum muda-mudi yang sengaja mencari tempat santai untuk melepas penat dan sekedar “mengisi perut”

Berdasarkan pantauan jabarbicara.com, wisata kuliner yang buka sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 WIB ini ternyata cukup dipadati pengunjung. Berbagai penganan nusantara sampai yang bergaya “western” tersaji di tempat ini dengan beragam tampilan dan layanan, dan ternyata banyak menarik minat pembeli. Bukan saja pengunjung yang berasal dari warga setempat. Bahkan, kebanyakan pengunjung justru berasal dari luar wilayah Kelurahan Tamansari. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, misalnya kaum pekerja, wisatawan, maupun muda-mudi yang sengaja mencari tempat untuk ‘bersantai-ria’ melepas penat, mengisi perut yang ‘keroncongan’ dan kehausan sambil bersenda-gurau dan melepas obrolan santai bersama kawan-kawan.

“Program wisata kuliner ini, tentu masih jauh dari sempurna. Kami masih berusaha membangun dan berupaya mengumpulkan ide kreatif dan merealisasikan berbagai gagasan agar tempat ini benar-banar layak jual, ekonomis, nyaman, dan memberikan suasana hangat bagi siapa pun pengunjung yang datang,” tutur Anton yang juga merupakan Ketua Seksi Kepemudaan RW 09 Tamansari ini, seraya menjelaskan ke depan, juga tengah digagas konsep live music untuk menemani pengunjung.

Anton juga menjelaskan, bahwa program wisata kuliner ini, hanyalah salah satu dari program kesatgasan Covid-19 RW 09 Tamansari. “Insha Allah, kami akan selalu memberikan ruang diskusi bagi warga dan menampung segala masukan untuk memberdayakan masyarakat, khususnya warga RW 09. Program-program apa pun, selama itu untuk kebaikan warga kami, dan berguna bagi masyarakat luas, akan terus kami upayakan,” terang Anton.

Apa yang dilakukan Anton bersama warga RW 09 Tamansari ini, tentu hanyalah sebagian contoh bagaimana masyarakat mampu menuangkan ide kreatif ke dalam tindakan di saat mungkin sebagian kelompok masyarakat lainnya hanya ‘pasrah’ dan menunggu ‘bala bantuan’ dalam menghadapi bencana pandemi Covid-19. Bangkit dari musibah atau bencana, tentu akan semakin cepat pemulihanya ketika masyarakatnya berperan aktif dalam berbagai proses pemberdayaan yang digagas dan dilaksanakan oleh mereka sendiri, karena “Tuhan tidak akan pernah mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum tersebut yang mengubahnya”. (Dede A/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.