Terhadap Kasus Novel, Haris Azhar: 'Nuansa rekayasa sangat kental', Jaksa Mengacuhkan Bukti Forensik dan Kamera CCTV


JABARBICARA.COM-- Sejumlah pemerhati korupsi di Indonesia menyoroti keras tuntutan jaksa terhadap terdakwa penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan yang cuma satu tahun.

Sementara, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai rendahnya tuntutan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan itu wajar namun juga aneh.

Haris menjelaskan, memang aneh jika tuntutan rendah lantaran efek kejahatan tersebut sangat besar. Hal ini lantaran teror dan kejahatan itu mengakibatkan terganggunya pekerjaan seorang penegak hukum seperti Novel.

Di sisi lain, dia menganggap wajar rendahnya tuntutan tersebut karena sejak awal kasus itu kental nuansa rekayasa.

“Jadi, tuntutan rendah ini aneh tapi wajar. Aneh, karena kejahatan yang kejam kok cuma dituntut rendah. Jika mereka diyakini pelaku,” kata Haris melalui keterangan tertulis, Jumat 12 Juni 2020 dikutip dari kompascom.

“Wajar, ya karena memang (terdakwa) sekadar boneka saja,” ujar dia.

Bahkan, Haris menyatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, bukan mereka yang berciri sebagai pelaku kejahatan terhadap Novel. 

“Keduanya dipasang untuk mengakhiri polemik kasus Novel yang tidak kunjung jelas. Nunasa rekayasa sangat kental,” ucap dia.

Haris Azhar menyatakan, beberapa keanehan terlihat dari bukti yang digunakan sebagai dalil. Menurut dia, jaksa mengacuhkan bukti forensik dan kamera CCTV.

“Sejak awal penanganan, polisi klaim sudah mendapati hasil CCTV sekitar wilayah tempat tinggal. Ini hanya beberapa kejanggalan saja,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, dituntut hukuman satu tahun penjara.

Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu, sedangkan, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.

Keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat,” ungkap jaksa seperti dikutip dari Antara.

Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.  Diambil dari Terkini.id 

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.