Terkait Guru Honorer, Tiga Persoalan Utama Yang Harus Diselesaikan Pusat


GARUT,JABARBICARA.COM- Ada tiga masalah strategis yang dihadapi guru Honorer dan harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Pusat. Tiga masalah strategis inilah yang menurut PGRI Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, harus diusung pada Rakornas 2020 Guru Honorer Indonesia pada 20 Februari nanti di Jakarta.

"Pertama, revisi UU ASN yang tidak pernah berujung, padahal selalu dibahas dalam berbagai rapat legislasi di DPR RI. Dengan mandegnya revisi UU ASN, maka honorer usia di atas 35 tahun tidak memiliki kesempatan menjadi PNS," Ujar Ketua PGRI Kecamatan Banyuresmi, Ma'mun Gunawan SAg, Rabu (12/02/2020).

Kedua, kata Ma'mun, kelulusan guru honorer Kategori 2 pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2019 yang hingga saat ini belum jelas nasib pengangkatannya sebagai PPPK.

Dan ketiga, terbitnya Permendikbud nomor 8 tahun 2020 yang membatasi pembayaran honor guru honorer hanya bagi yang memiliki NUPT dan belum bersertifikasi.

"Kenaikan alokasi 50 persen dana BOS untuk honor pun menjadi rancu ketika realisasi honorariumnya harus mensyaratkan kepemilikan NUPTK," Demikian dipaparkan Ma'mun pada Rapat Koordinasi Guru Honorer di Aula Guru, Rabu (12/02/2020), yang diikuti oleh seratus lebih lebih guru honorer di Kecamatan Banyuresmi.

Menurut Ma’mun, guru honorer harus bersatu dan tidak boleh tersekat, apalagi terpecah hanya karena kategori dan non kategori, atau hanya karena usia di atas dan di bawah 35 tahun. Semua guru honorer harus menjadikan tiga masalah tersebut sebagai agenda besar yang harus diselesaikan bersama.

“Tentu saja harus bereskalasi ke tingkat nasional, karena ketiga masalah tersebut kebijakannya ada di pemerintah pusat. Oleh karenanya perlu langkah konsolidasi yang massif dan nasional yang melibatkan seluruh stakeholder organisasi profesi guru, terutama PGRI,” ujar Ma’mun.

Lebih lanjut, Ma’mun mengungkapkan bahwa PGRI adalah rumah besar dan rumah bersama seluruh guru. PGRI Kabupaten Garut secara resmi dan tertulis mendukung langkah yang ditempuh salah satu organisasi guru honorer yang akan menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Guru Honorer Indonesia pada tanggal 20 Februari 2020 di Gelora Bung Karno Jakarta.

"Tentu, kami ingin agar tiga masalah tersebut dibahas tuntas dengan solusi yang jelas. Terkait dengan revisi UU ASN yang mentok, maka perlu suatu langkah taktis agar Presiden berkenan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) ASN yang mengakomodir usia di atas 35 tahun untuk berkesempatan mengikuti proses pengadaan CPNS, tentunya dengan syarat masa pengabdian," ujarnya.

Rakosnas juga harus bisa menekan Kementerian PAN-RB atau BKN agar segera mengeksekusi pengangkatan rekan-rekan honorer yang telah lulus PPPK pada seleksi tahun 2019 kemarin, agar mereka memiliki kepastian status.

Agar guru honorer tidak terus galau dan cemas, sudah lulus tetapi tidak kunjung diangkat. Dan masalah yang baru saja muncul, yaitu pemberlakukan kepemilikan NUPTK bagi guru honor untuk bisa mendapat honorarium dari dana BOS dan pelarangan honorer bersertifikat pendidik untuk menerima honor dari uang BOS.

"Dan Insyaa Allah, tanggal 21 Februarinya akan kami sodorkan pada Rakornas PB PGRI di Tanah Abang Jakarta," ujarnya.

Tiga langkah yang akan dilakukan dalam Rakornas nanti sebut Ma'mun antara lain,
(1) Meminta Kepada Bapak Presiden RI, untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) ASN, yang mengakomodir usia diatas 35 tahun bagi guru honorer untuk diangkat sebagai PNS.
(2) Menuntut kepada Menteri PAN-RB dan/atau Kepala BKN untuk segera mengangkat para honorer yang telah lulus pada seleksi tahun 2019 sebagai PPPK;
(3) Menuntut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk segera merevisi Permendikbud nomor 8/2020 dengan menghapus syarat kepemilikan NUPTK dalam pembayaran honor bagi guru honorer, dan tidak melarang guru honorer yang bersertifikat pendidik untuk menerima honor dari dana BOS. (fey)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.