Tuhan dengan Mudah Menghadapkan Manusia pada Kenyataan yang Lemah tiada Daya


oleh Toni Gempur 

JABARBICARA.COM-- Jauh hari sebelum mendekati Idulfitri 1441 H kemarin, tak sedikit orang memiliki kekhawatiran, kebimbangan, malah rasa ketakutan yang teramat mendalam akan ancaman wabah Corona. Terbayang dalam benak, Corona sebagai ancaman bencana yang membahayakan.

Nada-nadanya, bagi sebagian besar masyarakat, kian hari, bumi terasa kian mengerikan.

Sebut saja paska ditemukannya wabah Corona yang diumumkan pemerintah, hal itu membuat masyarakat Indonesia menjadi khawatir.  Begitu gencarnya pemerintah, baik menghimbau maupun menerapkan aturan, untuk mengantisipasi pandemi virus Corona ini. 

Berbarengan dengan itu, dari hari ke harinya, temuan positif Corona terus menaikan anggkanya (bahkan sampai hari tulisan ini ditulis) 

Kekhawatiran masyarakat terhadap Corona ini  memang sangat beralasan. Pengetahuan yang didapat dari berita-berita terkait Corona di negara-negara lain; sebut saja China (Wuhan), Amerika, Itali, Spanyol, Brazil, dan negara lainnya yang memiliki angka tinggi terwabah Corona, sangat memberikan gambaran kengerian akan kejamnya Corona. 

Pemerintah sendiri, tak urung mengeluarkan kebijakan yang seakan-akan menjadi jurus Pamungkas, yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar, disingkat PSBB. 

Akan halnya penerapan PSBB tersebut, teristimewa pada saat-saat menjelang lebaran sepertinya memunculkan dilematika bagi sebagian besar yang berniat melaksanakan mudik ke masing-masing kampung halamannya. 

Dalam masa-masa mudik menjelang lebaran tersebut tak terhitung pembalikan kendaraan termasuk penumpangnya dilakukan oleh petugas pos keamanan Covid-19 atau Check Point. 

Satu hal yang menjadi alasan kuatnya atas tindakan tersebut adalah dalam rangka mengantisipasi atau (malah) memutus mata rantai wabah Corona. 

Sulit menerka-nerka perasaan atau hal yang terlintas di benak para korban pembalikan arah tersebut. Rasa sedih, sudah pasti! Selebihnya ntah perasaan serupa apa yang bercokol dalam hatinya menerima kenyataan, mereka tak bisa sampai ke rumah di kampung halamannya sendiri. 

Pada akhirnya, lepas dari beragam polemik yang muncul atas kebijakan menyikapi Covid-19, kesadaran akan ketidak-berdayaan manusia untuk menangkal Covid-19 senyatanya harus lahir dari kata hati terdalam. 

Di balik segala ikhtiar untuk menghentikan Covid-19, harus ada pengakuan akan kekuasaan dan kecerdasan manusia itu ada batasnya. 

Senyatanya, manusia berada dalam posisi yang kerdil untuk bisa mengendalikan Covid-19.

Tuhan dapat menghadapkan manusia pada kenyataan yang lemah tiada daya. Manusia diintai dan bahkan diolok-olok Covid-19 sebagaimana manusia sering mengolok-olok fenomena bencana dengan kebijakan yang dirasa kurang berkenan. (3 Syawal 1441 H) 

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.