Virtual Solo Exhibition Arleti M Apin, MY PERCEPTION OF LIFE


JABARBICARA.COM-- Dalam perjalanan hidup seseorang mengalami banyak kejadian, susah senang silih berganti, naik dan turun seperti gelombang, umum menyebutnya kehidupan itu bagai gerak putaran roda. Pengalaman demi pengalaman mengajarkan pengetahuan kehidupan yang selalu baru. Perjalanan hidup manusia merupakan proses penempaan jiwa agar ia tumbuh mencapai kedewasaan. Tentu itu semua untuk menaikkan tingkat kesadaran manusia pada posisi yang makin mendekati kebijakan.

Hidup ini sungguh unik dan menarik, tiap saat tak bisa terulang dan terambil kembali. Setiap kejadian ditelan dan direkam oleh waktu yang tidak jelas ujung pangkalnya, tidak diketahui sejak kapan cikal-bakal gelombang berbagai peristiwa itu dimulai. Tetapi yang jelas, keinginan yang egois seringkali menghalangi seseorang melihat suratan tersirat yang harus dilaluinya dalam kehidupan ini.
Tak banyak manusia yang mengetahui sebab atau latar belakang seseorang dilahirkan ke muka bumi kemudian mengalami kejadian demi kejadian dalam hidup. Uniknya setiap manusia mengalami kejadian berbeda. Tidak ada satu pun kesamaan, tetapi perasaan yang dialami hampir mutlak sama.

Tidak dapat dipungkiri jika dimaknai bahwa hidup ini sesungguhnya maha rumit dan penuh kejutan, karena alur kehidupan tidak berjalan linear. Selain itu alur perjalanan hidup setiap manusia begitu banyak simpangan yang menyebabkan terjadinya berbagai pertemuan satu dengan yang lain hingga kelak terbentuk bermacam kejadian. Dalam hal ini setiap kejadian harus dipandang sebagai pendidikan nyata yang memberikan pelajaran tentang hidup. Maka dari itu siapa pun, apa pun dapat menjadi guru kehidupan di dalam ruang kebumian ini.

Menurut penuturan Arleti Mochtar Apin, awal bergabung dengan Komunitas 22 Ibu ini menjadi salah satu misteri baginya. Walau jauh sebelumnya menyaksikan proses berkarya hingga persoalan pameran bukanlah sesuatu yang asing baginya. Hal itu telah ia saksikan langsung sejak dirinya masih kanak-kanak. Namun kembali pada persoalan alur perjalanan hidup yang rumit dan unik banyak hal tidak terduga.

Hidup memang penuh kejutan. Arleti yang sejak lama mengabdikan diri dalam dunia pendidikan seni rupa dan desain di perguruan tinggi tak pernah sedikit pun terlintas dalam benaknya untuk menjadi perupa seperti pada umumnya. Tapi rupanya kisah kehidupan berkata lain hingga kemudian ia tergiring dan bergabung dalam Komunitas 22 Ibu.
Berada dalam komunitas menggiringnya dari pameran ke pameran. Padatnya kegiatan tampaknya tak memberikan ruang berpikir bagi Arleti untuk merasa ragu. Tidak ada waktu lagi untuk menimbang jalan hidup sebagai perupa atau bukan perupa.

Dalam ruang kegiatan Komunitas 22 Ibu begitu menggembirakan jiwa Arleti. Saling mengenal, saling dukung, berbagi pengetahuan dan keahlian menjadi kegiatan yang menyenangkan. Mulai dari memberikan pelatihan kepada masyarakat umum, sekedar berwisata hingga pekerjaan profesional, semua jadi bergulir dengan cepat dan menggembirakan.
Arleti di dalam pameran ini mencoba menyajikan sudut pandangnya melihat kehidupan yang penuh dengan kejadian yang mengejutkan. Ketika wanita melihat suatu objek, bisa berbeda dari sudut pandang pria. Wanita punya cara pandang sendiri dalam melihat dunia kewanitaan. Tentu saja karena secara gender memiliki pengalaman rasa yang berbeda. Hal ini bukan soal pembelaan gender, tapi sudut pandangnya dari femininitas.

Peran sebagai ibu dengan beragam problematikanya sendiri, telah membawa pengaruh pada cara pandang Arleti ketika melihat dunia wanita. Seperti menurut penjelasannya, wanita yang pernah mengalami hamil dan melahirkan relatif memiliki pengalaman rasa yang tidak jauh berbeda. Topik pembicaraan ini akan menjadi perdebatan yang aneh bila diperbicangkan dengan pria yang jelas tidak mempunyai pengalaman hamil hingga melahirkan sosok manusia baru. Tentu saja ada perihal sebaliknya, wanita pasti tidak terlalu paham secara mendalam dengan persoalan kaum lelaki.

Adapun alasan mengangkat tema tema budaya menjadi inspirasi karyanya, sebab di balik dongeng mencerminkan karakter bangsa yang kuat didalamnya. Menjadi sumber gagas yang dapat menjadi ciri serta identitas bagi bangsa. Seperti dalam tema legenda Nyai Roro Kidul yang ditampilkan berbeda dengan visual yang umum dijumpai yaitu digambarkan sebagai wanita cantik berbusana hijau, yang kental akan suasana magis. Pada karya Nyai Roro Kidul yang disodorkan malah terlihat segar, cerah, bahkan jauh dari magis. Menurutnya konsep ini diolah dari pemahaman riset mengenai mitos yang dipahami umum cenderung kurang memberikan nilai positif.

Di samping itu masih ada dongeng Timun Mas yang diangkat dari cerita rakyat kini kurang populer. Banyak nilai berguna dan mendidik tersirat dibalik cerita rakyat, bila ini makin pudar dari ingatan tentu akan menjadi kehilangan yang berharga. Dikemas dalam visual bergaya naif dengan warna cerah agak mencolok di atas kain dengan teknik bubur biji asam sebagai perintang warna. Dongeng Timun Mas dituangkan menjadi selembar kain sinjang kebat.

Timun Mas. 2019. Arleti Mochtar Apin. 115 x 210 cm. Batik (Art/Jb)

Karya dari tema budaya lainnya adalah Guriang Tujuh yang divisualkan dengan garis tegas tidak terlalu detil. Dalam ukuran kain sinjang kebat dari bahan katun. Terlihat penerapan metafora untuk menyingkat tetapi tidak menghilangkan inti ceritanya. Tema ini pun masih diangkat sekali lagi pada karya lain di atas sutera tipis dengan susunan vertikal mirip selendang.

Guriang 7. 2019. Arleti Mochtar Apin. 115 x 210 cm. Batik (Art/Jb)

Padahal dalam sudut pandangnya  legenda dan Mitos adalah salah satu sumber data sejarah berupa cerita tutur. Sehingga hal ini banyak diangkat dan diolah menjadi ispirasinya berkarya, tentu dari sudut pandang pribadinya , bisa saja berbeda dengan sisi umum tapi disinilah tantangan yang menarik. Sajian karya lain tampak ada karya yang mengetengahkan objek fauna berupa burung Merak yang digarap di atas sutera melalui teknik batik Tamarin.
Garis dan warna yang dipilih dalam keluarga segar dan cerah, berbeda dengan visual ikan Paus masih menggunakan teknik yang sama dalam nuansa biru ungu dan pada tubuh paus digambarkan aneka objek tumbuhan.

Molek Lautku Cintaku 1. 2019. Arleti Mochtar Apin. 80 x 95 cm. Batik (Art/Jb)

Penutup percakapan dengan Arleti, sebagai upaya menyemangati perupa lain dalam masa pandemi yang menghalangi aktifitas berpameran, ia memberanikan diri membuat galeri virtual karya sejumlah anak muda berbakat untuk merealisasikan virtual realistic exhibition. (Art/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.