Beda Perlakuan Penunggak Pajak Ranmor: Perusahaan Besar Dicuekin, Rakyat Diuber Sampai POM Bensin


LAMPUNG, JABARBICARA.COM -- Perilaku diskriminatif Pemprov Lampung dalam penagihan atas tunggakan pajak kendaraan bermotor (ranmor), sebenarnya, sudah dilakukan sejak beberapa tahun ke belakang.

Belasan perusahaan besar dengan ratusan kendaraan yang menunggak pajak, tidak pernah disentuh sama sekali alias dicuekin. Tapi kini -rencananya mulai Selasa (7/11/2023)- rakyat biasa yang kendaraannya menunggak pajak, bakal diuber waktu isi BBM di SPBU atau pom bensin, sebagaimana isi surat Sekda Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, Nomor: 973/4476/VI.03/2023 tertanggal 19 Oktober 2023.

Berapa banyak perusahaan besar yang selama ini dicuekin Pemprov Lampung -dalam hal ini Bapenda pimpinan Adi Erlansyah yang merupakan kakak ipar Gubernur Arinal- diketahui menunggak pajak atas kendaraannya? Mengutip dari temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang dituangkan dalam LHP atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung tahun 2022, setidaknya ada 12 perusahaan yang memiliki ratusan kendaraan dan menunggak pajak kendaraan bermotor (PKB) sebanyak Rp 12.538.865.700.

Perusahaan besar apa saja yang menurut temuan BPK menunggak PKB itu? Di antaranya adalah PT GGP yang memiliki 722 unit kendaraan, jumlah tunggakan PKB-nya Rp 2.698.655.925, lalu PT MBM dengan 446 armada memiliki tunggakan sebanyak Rp 123.663.750.

Selanjutnya PT SA dengan jumlah kendaraan 333 unit, menunggak PKB Rp 1.664.278.200, sedang PT ZAMP dengan kendaraan 233 unit,  menunggak Rp 3.008.061.300, dan PT MAI dengan 240 kendaraan menunggak pajak Rp 822.503.550.

Sementara PT PDM yang memiliki 191 unit kendaraan, menunggak pajak Rp 123.429.600. Dan PT BRI dengan kendaraan 443 unit, menunggak PKB sebesar Rp 360.767.625.

PT ASA yang mempunyai 156 unit kendaraan, menunggak Rp 426.317.625, dan PT GPM dengan 135 kendaraannya menunggak sebanyak Rp 1.035.915.150.

PT JAS dengan 133 unit kendaraan, menunggak Rp 754.947.600, sedangkan PT TBL yang mempunyai 134 unit kendaraan, diketahui memiliki tunggakan PKB Rp 1.214.012.475, serta PT SIL dengan 48 unit kendaraannya, menunggak pajak Rp 306.312.900.

Tunggakan pembayaran pajak ranmor hanya oleh 12 perusahaan -dari ratusan perusahaan yang ada di Lampung- sebanyak Rp 12,5 miliar lebih tersebut, tercatat hingga tahun 2021 saja. Hampir bisa dipastikan, menjelang akhir tahun 2023 ini, jumlah tunggakannyadiperkirakan mencapai Rp 15 miliaran.

Bagaimana dengan tunggakan pajak ranmor perorangan? Jika merunut sejak Arinal Djunaidi menjabat Gubernur Lampung, yaitu pada tahun 2019, hingga tahun 2021, jumlah tunggakannya mencapai Rp 540.447.936.143 dari 708.311 unit kendaraan.

Perinciannya, pada 2019 terdapat 212.173 unit kendaraan yang menunggak pajak, senilai Rp 219.047.575.650. Di 2020, jumlah kendaraan yang menunggak PKB 192.232 unit dengan total tunggakan Rp 154.814 050.790, dan pada 2021 ada 303.906 unit ranmor menunggak pajak sebesar Rp 166.586.309.503.

Masih menurut BPK, adanya tunggakan PKB yang sangat besar tersebut, oleh Bapenda Lampung tidak dicatat sebagai piutang. 

Mengapa demikian? Kasubbid Pajak I Bapenda Lampung menjelaskan, piutang tidak dicatat karena surat ketetapan pajak daerah (SKPD) baru diterbitkan saat wajib pajak (WP) akan membayar pajak, bukan saat jatuh tempo kewajiban membayar pajak.

BPK juga menuliskan bila selama ini, Bapenda melakukan penagihan tunggakan PKB door to door hanya kepada wajib pajak perorangan saja. Sementara potensi PKB yang besar, yaitu perusahaan-perusahaan dan instansi pemerintah, justru tidak pernah dilakukan penagihan atas tunggakan PKB-nya.

Masih menurut BPK, berdasarkan database aplikasi e-samsat yang di-back up per-31 Desember 2022, tunggakan PKB yang selama ini tidak tertangani oleh Bapenda Lampung jumlahnya mencapai Rp 3.791.733 953 573. 

Atas kinerja Bapenda Lampung yang tidak maksimal bahkan akan "menjerat" rakyat saat mengisi BBM di SPBU, Ketua BALAK, Yuridhis Mahendra, menyatakan keprihatinannya.

"Pemprov Lampung lebih seneng menginjak rakyat kecil dibanding perusahaan besar yang nunggak pajak ranmornya. Dzalim kalau kebijakan nagih pajak waktu rakyat isi bensin itu tetap dilaksanakan," kata dia.

Menurutnya, bahasa pendataan bukan penagihan yang dinarasikan Kepala Bapenda Lampung adalah wujud arogansi pejabat yang menganggap rakyat sebagai orang bodoh.

"Janganlah bermain narasi yang justru mengecilkan rakyat. Mendata itu kan karena menagih, hukum kausalitasnya demikian," ucap aktivis yang beken disapa Idris Abung ini, seraya menegaskan, kebijakan menagih pajak saat warga isi BBM di SPBU adalah kebijakan yang salah kaprah. (sugi/***)


0 Komentar :

    Belum ada komentar.