Boikot Produk Pro Israel dalam Perspektif Islam


Oleh: N. Vera Khairunnisa

JABARBICARA.COM -- Palestina semakin berduka. Pembantaian yang dilakukan Zionis Yahudi terhadap muslim Palestina terus terjadi. Jumlah korban semakin bertambah. Pemerintah Hamas di Gaza mengatakan jumlah korban tewas akibat pertempuran antara pasukan Israel dan militan di wilayah Palestina telah mencapai 11.320 orang pada Selasa (14/11).

Dilansir dari AFP, korban tewas termasuk 4.650 anak-anak dan 3.145 perempuan. Pertempuran sengit terjadi di perkotaan di Gaza utara. Serangan bertubi-tubi Israel ke wilayah Gaza juga telah menghancurkan bangunan, masjid, hingga rumah sakit. Saat ini hanya ada satu rumah sakit yang beroperasi yakni Rumah Sakit Baptis Al-Ahli. (cnnindonesia, 15/11/23)

Boikot Produk Pro Israel, Bukti Dukungan terhadap Palestina

Duka Palestina, duka kita bersama. Itulah yang dirasakan oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Mereka tidak bisa menahan rasa sedih, menyaksikan penderitaan demi penderitaan yang dialami oleh saudara muslim yang ada di sana. Mereka pun tidak bisa menyimpan rasa benci yang teramat dalam, terhadap Israel yang dengan membabi buta menyerang umat Islam di Palestina. 

Oleh karena itu, sebagai bukti dukungan yang begitu kuat terhadap Palestina, banyak di antara kaum muslim yang beramai-ramai menyatakan untuk memboikot segala produk yang terang-terangan menunjukkan dukungannya pada Israel. Sebab, hanya ini yang bisa mereka lakukan sebagai masyarakat biasa. Meski mungkin apa yang mereka lakukan tidak menghasilkan pengaruh yang signifikan, namun setidaknya mereka sudah menunjukkan keberpihakannya pada siapa. 

Gerakan boikot produk Israel di Indonesia semakin meningkat, terlebih setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina. Dalam Fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram. (cnbcindonesia. com, 14/11/23)

Dampak Boikot Produk Pro Israel

Meski belum jelas seberapa besar dampak gerakan protes non-kekerasan global ini terhadap perekonomian Israel. Namun, laporan Vox baru-baru ini mengungkapkan, lembaga kebijakan global Rand Corporation pada 2015 memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Israel akan kehilangan sekitar US$15 miliar karena pelanggaran hak asasi manusia di Palestina, termasuk BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi).

"Namun angka tersebut masih merupakan sebagian kecil dari PDB Israel saat ini yang berjumlah lebih dari US$500 miliar,” bunyi laporan tersebut, melansir Vox. (bisnis. com,14/11/2023). 

Sementara itu, sebagian pengamat ekonomi mengungkapkan bahwa di Indonesia sendiri, dampak boikot ini belum begitu terlihat. Hanya saja, jika gerakan ini terus dilakukan secara konsisten, maka akan sangat berdampak, semisal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja besar-besaran. Sebab, perusahaan-perusahaan yang dianggap berafiliasi dengan Israel, merupakan perusahaan multi nasional yang telah menyerap banyak tebaga kerja lokal.

Adapun jika melihat langsung di lapangan, banyak berseliweran informasi yang menunjukkan pengaruh boikot terhadap berbagai produk yang diduga berafiliasi dengan Israel. McDonald's (McD) misalnya, perusahaan ritel makanan cepat saji ini paling lantang mendapat pmboikotan dari kaum muslimin. Hal ini imbas dari kebijakan McD memberi makanan gratis kepada pasukan tentara Israel (IDF). Tidak hanya itu, McD cabang Israel juga disebut menawarkan diskon 50 persen bagi IDF untuk makanan tambahan.

Khawatir dengan gerakan boikot, cabang-cabang McD di Mesir, Arab Saudi, Lebanon, Kuwait, Oman, Turki, Pakistan termasuk Indonesia menegaskan bahwa mereka menjalankan kebijakan yang berbeda dengan cabang Israel. Mereka menekankan bahwa McD tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh waralaba di negara lain, seperti dilaporkan oleh Ahram Online. 

Untuk meraih simpati dan menarik perhatian pelanggan, McD memberikan diskon yang cukup banyak di setiap produk mereka. Bahkan, perusahaan tersebut juga meberikan sumbangan untuk Palestina. McDonald's Mesir, Kuwait, dan Arab Saudi menyumbangkan EGP 20 juta, US$250 ribu, dan SR 2 juta untuk membantu warga Palestina di daerah tersebut. (cnbcindonesia. com, 16/10/23)

McDonald's Turki juga mengumumkan pemberian bantuan kemanusiaan sebesar US$ 1 juta kepada masyarakat Gaza. Tak ketinggalan, McDonald's Indonesia pun memberikan sumbangan sebesar Rp 1, 5 Milyar sebagai bentuk dukungan bagi Palestina.

Namun, apapun langkah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan cabang tersebut, tidak bisa meraih simpati masyarakat. Masyarakat hari ini sangat cerdas. Mereka menyatakan tidak akan tertarik dengan diskon yang diberikan. Sedangkan untuk bantuan kemanusiaan, mereka menilai bahwa itu sangat tidak seberapa dengan kerugian yang dialami Palestina, juga tidak senilai dengan bantuan demi bantuan yang senantiasa didapatkan Israel dari negeri-negeri Barat.

Seruan Boikot oleh Pemerintah

Gerakan boikot yang dilakukan oleh masyarakat, semestinya mengetuk hati para penguasa agar mereka menunjukkan hal yang sama, sebagai bentuk dukungan nyata untuk Palestina. Jangan berhenti dan merasa cukup hanya dengan memberikan bantuan kemanusiaan dan mengutuk Israel. 

Sejak dulu, bantuan kemanusian (logistik) untuk Palestina selalu diberikan, baik oleh individu maupun pemerintah. Kecaman terhadap Israel juga selalu dilontarkan oleh para penguasa. Hanya saja, hal ini tidak akan menjadi solusi bagi permasalahan di Palestina.

Bantuan kemanusiaan memang dibutuhkan, namun jika itu saja yang diberikan, seolah-olah penguasa di negeri-negeri kaum muslim menutup mata dari realita bahwa Palestina sedang mengalami pembantaian, bukan bencana alam. Kutukan atau kecaman yang mengalir pun seolah hanya basa basi semu yang tidak memiliki pengaruh apa-apa. 

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah mengambil langkah yang lebih serius jika betul-betul peduli terhadap Palestina. Salah satunya yaitu dengan mendukung gerakan boikot terhadap segala produk pro Israel. Ketika diserukan pemerintah, aksi boikot ini akan lebih efektif dan memberikan pengaruh yang signifikan. 

Sebab, pemerintah memiliki kekuatan untuk mencabut izin usaha perusahaan-perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Israel. Sehingga aksi boikot ini akan bersifat massal. Pemerintah juga yang harus bertanggung jawab terhadap berbagai dampak yang akan muncul dari aksi boikot ini dan mengantisipasi segala sesuatunya dengan perencanaan yang matang.

Hanya saja, apakah mungkin hal ini dilakukan oleh pemerintah hari ini? Mengingat dominasi negara-negara Barat masih begitu kuat mencengkram negeri ini. Padahal, negara-negara Barat beserta perusahaan multinasional yang berasal dari negara tersebut di banyak media disebutkan mendukung Israel.

Beginilah ketika sistem yang diterapkan di negeri ini tidak menjadikan Islam sebagai inspirasi utama. Parahnya, justru malah berkiblat pada negara-negara Barat. Indonesia pun tidak memiliki sikap yang tegas dan jelas. Menyikapi Palestina saja, seolah kebingungan, antara kemanusiaan dan menjaga kepentingan.

Islam dan Boikot Produk Kafir

Islam memiliki aturan yang sangat lengkap yang bisa menjadi solusi untuk setiap permasalahan. Untuk masalah Palestina, seruan boikot terhadap produk pro Israel menghantarkan kita pada sebuah pertanyaan, bagaimana sebetulnya Islam mengatur hubungan perdagangan dengan negara kafir?

Sesungguhnya, Islam telah sangat detail menjelaskan tentang siapa saja yang terkategori kafir, sekaligus membahas dengan detail pula tentang cara muamalah kaum muslim. Tidak dimungkiri, berbagai istilah, seperti kafir harbi, musta’min, ataupun ahl adz-dzimmah, merupakan istilah yang kurang dikenal umat Islam sekarang. Padahal, ini merupakan hal penting yang harus dipahami oleh seorang muslim. Di sinilah pentingnya kita membahas tentang siapa sajakah yang terkategori kafir dan bagaimana muamalah terhadap mereka?

Ketika Daulah mengadakan perjanjian dengan negara kafir, warga negaranya disebut kaum mu’ahidin. Negara ini disebut ad-daulah al-mu’ahidah (negara yang mempunyai perjanjian dengan Daulah)

Adapun kafir harbi haqiqatan adalah warga negara atau negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan Daulah. Negaranya disebut ad-daulah al-kâfirah ál-hárbiyàh (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam).

Negaranya disebut ad-daulah al-kâfirah ál-hárbiyàh (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam). Negara ini dibagi lagi menjadi dua. Pertama, jika negara tersebut sedang berperang secara nyata dengan umat Islam, ia disebut ad-daulah al-kafirah al-harbiyah al-muharibah bi al-fi’li. 

Kedua, jika sebuah negara kafir tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam, ia terkategori ad-dau!ah al-kâfirah al-harbiyah ghayru al-muharibah bi al-fi’li. (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyah juz 2).

Perbedaan hukum di antara keduanya adalah jika suatu negara kafir masuk kategori pertama, asas interaksinya adalah interaksi perang; tidak boleh ada perjanjian apa pun dengannya. Perjanjian hanya boleh ada setelah ada perdamaian (ash-shulh). Warga negaranya tidak diizinkan masuk ke wilayah Daulah, kecuali jika ia datang untuk mendengar kalamullah (mempelajari Islam) atau untuk menjadi zimi dalam naungan Daulah. 

Warga negara dari negara kafir yang tetap memaksa masuk ke Daulah selain untuk tujuan tersebut, maka jiwa dan hartanya halal, boleh dijadikan tawanan, dan hartanya boleh diambil. Sebaliknya, jika termasuk kategori kedua, yaitu tidak sedang berperang dengan umat Islam, Daulah boleh mengadakan perjanjian dengannya, misalnya perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan sebagainya. 

Warga negara tersebut juga mendapat izin masuk ke Daulah untuk berdagang, berekreasi, berobat, belajar, dan lain-lain. Jiwa dan hartanya tidak halal dan tidak boleh diganggu. Namun, jika warga negara tersebut masuk secara liar, hukumnya sama dengan warga negara yang sedang berperang dengan umat Islam, yakni jiwa dan hartanya halal. (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyah juz 2).

Oleh karena itu, aksi boikot terhadap segala produk yang berasal dari Israel dan negara-negara yang mendukung Israel merupakan langkah yang tepat mengingat mereka sedang memerangi umat Islam. Hanya saja, langkah ini akan jauh lebih efektif jika dilakukan oleh sebuah negara, bukan hanya individu atau gerakan masyarakat biasa.

Lebih dari itu, tentu saja negara tidak boleh mencukupkan hanya dengan menghentikan perdagangan atau boikot secara muamalah semata. Namun yang jauh lebih penting adalah, harus ada upaya untuk menghentikan pembantaian yang dilakukan Zionis Yahudi terhadap Palestina dengan mengirimkan pasukan militer. Hal inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. terhadap kaum Yahudi di Madinah yang melakukan kekacauan dan mengkhianati perjanjian. Beliau mengusir dan memerangi kaum Yahudi hingga Madinah kembali tentram.***

Isi tulisan diluar tanggungjawab redaksi JabarBicara.com


0 Komentar :

    Belum ada komentar.