Butuh Peran Negara Dalam Melahirkan Insan Berahlak Mulia


Oleh: Eka Purwaningsih, S.Pd
(Aktivis Muslimah Purwakarta, Member Revowriter)

"Anak Harapan Orang Tua. Apa yang di harapkan pasangan yang sudah menikah kalau bukan memiliki seorang Anak?."

Tentu setiap orang tua menginginkan anak-anak yang sholeh shaliha.
Hati orang tua mana yang tak kecewa, terluka, sedih jika buah hati yang ia rawat sedari kecil, setelah dewasa malah menitipkan ke panti jompo, mencampakkan, meninggalkan, bahkan membuang mereka.

Hal ini seperti beberapa kasus pilu di antaranya yang di alami pria lansia yang sedang sakit, diperkirakan berumur 80 tahun dengan postur kurus, lemah, nafas terengah-engah, dan tangan membengkak.

Menurut Misra Yana, ketika mereka tiba di lokasi —tak jauh dari pinggiran Jalan Sultan Iskandar Muda (Banda Aceh-Ulee Lheu) pria lansia tersebut masih sanggup berkomunikasi meski sangat kepayahan. Dia mengaku dibuang oleh anak-anaknya ke lokasi itu sehari sebelumnya.

Sayangnya belum sempat mendapatkan perawatan di Rumah sakit, lansia tersebut meninggal dunia di salah satu lokasi wilayah Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh sekitar pukul 15.00 WIB (Serambinews. com, 3/4/2020).
Atau yang di alami oleh Seorang ibu bernama Trimah, 65 tahun, warga Magelang, Jawa Tengah, dititipkan ke sebuah panti jompo, Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang, Jawa Timur. Dalam wawancara dengan tvOne, Minggu, 31 Oktober 2021, ia mengatakan alasan dia dititipkan ke panti jompo adalah karena anak-anaknya tidak mampu membiayai orang tua (viva co.id 31/10/2021).

Akar Masalah Munculnya Anak Durhaka

Mengapa muncul anak-anak yang memperlakukan orang tuanya seperti itu, bisa jadi karena kesalahan orang tua terhadap pola asuh anak.
Kesalahan pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendidikan orang tua baik pendidikan formal maupun pendidikan agama.
Pendidikan dituntut untuk dimiliki sebagai bekal hidup, namun saat ini pendidikan dikapitalisasikan menjadi sesuatu yang mahal dan sulit dijangkau. Belum lagi dampak sekulerisme dalam sistem Pendidikan yang ada, menimbulkan berbagai problematika pendidikan.
Namun, jika kita telisik maka faktor pendorong esensial yang tak kalah memberikan pengaruh adalah kemiskinan.
Begitu banyak penyebab yang membuat seseorang menjadi miskin, namun secara garis besar kemiskinan dapat disebabkan oleh tiga faktor utama.

Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat. Misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat. 
Dari ketiga penyebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan struktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju.

Kapitalisme Pangkal Kemiskinan

Kemiskinan struktural tersebut merupakan konsekuensi logis penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang rusak baik secara paradigma maupun konsep derivatif atau turunan dalam kebijakannya. Secara paradigma kesalahan mendasar sistem ekonomi kapitalis adalah ketika menjadikan kelangkaan (scarcity) barang dan jasa sebagai problem ekonomi dan menyerahkan produksi, konsumsi dan distribusi kepada mekanisme pasar dengan peran negara yang minimalis.

Sementara dalam konsep derivatifnya ekonomi kapitalis memunculkan adanya sektor non riil dalam perekonomian seperti perbankan ribawi, pasar modal, bursa saham, valas atau pasar uang, dll, atas sektor riil (perdagangan dan jasa yang bersifat nyata). Sektor ekonomi non rill ini menjadi sumber utama pemicu krisis ekonomi dan moneter serta ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat karena menyebabkan sektor rill tidak bergerak dan kekayaan hanya bertumpu pada kelompok kecil manusia.

Jelaslah Sistem ekonomi Kapitalisme tidak mendukung untuk terciptanya keluarga yang sejahtera. Negara akan gagal mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan pendidikan rakyatnya selama sistem yang digunakan masih sekulerisme Kapitalisme.
Sistem ini bukan hanya memperoduksi kemiskinan massal tapi juga mencontohkan pola lepasnya tanggung jawab negara terhadap kewajiban meriayah rakyat. Dari sistem ini dihasilkan anak durhaka yang mati fitrah karena tiadanya pemahaman tentangg memuliakan orang tua dan akibat kerasnya tekanan hidup.

Mari kita bandingkan dengan sistem Islam.
Islam Menyejahterakan
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam. 
Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia dalam bidang ekonomi. 
Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.

Negara bertanggung Jawab Penuh

Dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi), bukan sekadar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. 
Berarti Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara individual dan bukan secara kolektif. Dengan kata lain, bagaimana agar setiap individu masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier). Bukan sekadar meningkatkan taraf hidup secara kolektif.

Dengam demikian, aspek distribusi sangatlah penting sehingga dapat dijamin secara pasti bahwa setiap individu telah terpenuhi kebutuhan hidupnya .

Ketika mensyariatkan hukum-hukum yang berkenaan tentang ekonomi kepada manusia, Allah Swt. telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut untuk pribadi, masyarakat, dan negara. 

Adapun pada saat mengupayakan adanya jaminan kehidupan serta jaminan pencapaian kemakmuran, Islam telah menetapkan bahwa semua jaminan harus direalisasikan dalam sebuah negara yang memiliki pandangan hidup (way of life) tertentu. 
Oleh karena itu, sistem Islam memperhatikan hal-hal yang menjadi tuntutan individu dan masyarakat dalam merealisasikan jaminan kehidupan serta jaminan pencapaian kemakmuran.

Pemenuhan Kebutuhan Pokok Masyarakat

Yang termasuk dalam kebutuhan pokok (primer) dalam pandangan Islam mencakup kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa pangan, sandang dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu, berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Islam menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) setiap warga negara (muslim dan nonmuslim) secara menyeluruh, baik kebutuhan yang berupa barang maupun jasa.

Dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakat, menurut Islam negara menetapkan suatu strategi politik yang harus dilaksanakan agar pemenuhan tersebut dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang dengan kebutuhan pokok berupa jasa. 

Dalam hal ini dibutuhkan strategi pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang sandang, pangan, dan papan; serta strategi pemenuhan kebutuhan pokok berupa jasa keamanan, kesehatan, dan pendidikan. 
Pengelompokkan ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara pelaksanaan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, serta antara kebutuhan yang berbentuk barang dengan yang berbentuk jasa.

Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Barang
Negara memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. 
Sementara itu, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni negara secara langsung memenuhi kebutuhan jasa pokok tersebut.

Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Barang (Pangan, Sandang, dan Papan)

Untuk menjamin terlaksananya strategi pemenuhan kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan, maka Islam telah menetapkan beberapa hukum untuk melaksanakan strategi tersebut. 
Adapun strategi pemenuhan kebutuhan tersebut dilaksanakan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhan dan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan strategi tersebut. 

Tahap-tahap strategi tersebut yaitu dengan Memerintahkan kepada
setiap kepala keluarga untuk bekerja.
Barang-barang kebutuhan pokok tidak mungkin diperoleh, kecuali manusia berusaha mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki, dan berusaha. Bahkan, Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut adalah fardhu.
Negara juga wajib menyediakan berbagai fasilitas lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, tapi ia tidak memperoleh pekerjaan, padahal mampu bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan tersebut, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara. 

Lalu Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, tapi seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya, sebagaimana firman Allah

Swt. :“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seorang tidak dibebani selain menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian…” (QS al-Baqarah [2]:233).

Mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan.

Jika seseorang tidak mampu memberi nafkah terhadap orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, baik terhadap sanak keluarganya maupun mahramnya, dan ia pun tidak memiliki sanak kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban pemberian nafkah itu beralih kepada baitul mal (negara). 

Namun, sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara, dalam rangka menjamin hak hidup orang-orang yang tidak mampu tersebut, maka Islam juga telah mewajibkan kepada tetangga dekatnya yang muslim untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok orang-orang tersebut, khususnya berkaitan dengan kebutuhan pangan untuk menyambung hidup.

 Bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara sampai tetangganya yang diberi bantuan tidak meninggal karena kelaparan. Untuk jangka panjang, maka negara yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Negaralah (baitul mal) memang yang berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan butuh, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.
 
Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan dari seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Menurut Islam negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan membutuhkan, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya. 

Dalam hal ini negara akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang menjadi tanggungannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok individu masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya secara sempurna–baik karena mereka telah berusaha, tapi tidak cukup (fakir dan miskin), maupun terhadap orang-orang yang lemah dan cacat yang tidak mampu untuk bekerja–maka negara harus menempuh berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syar’i, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya, tetapi negara berkewajiban menutupi kekurangan itu dari harta benda Baitul Mal (di luar harta zakat) jika harta benda dari zakat tidak mencukupi.

Pangan dan sandang adalah kebutuhan pokok manusia yang harus terpenuhi. Tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari dua kebutuhan itu. Oleh karena itu, Islam menjadikan dua hal itu sebagai nafkah pokok yang harus diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Demikianlah, negara harus berbuat sekuat tenaga dengan kemampuannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam, yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan memungkinkan dinikmati oleh setiap individu yang tidak mampu meraih kemaslahatan itu.

Sistem Islam yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan ini diterapkan atas seluruh masyarakat, baik muslim maupun nonmuslim yang memiliki identitas kewarganegaraan Islam, juga mereka yang tunduk kepada peraturan dan kekuasaan negara (Islam).

Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Jasa (Pendidikan, Kesehatan, dan Keamanan)

Pendidikan, kesehatan, dan keamanan, adalah kebutuhan asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Berbeda dengan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, dan papan), saat Islam melalui negara menjamin pemenuhannya melalui mekanisme yang bertahap, maka terhadap pemenuhan kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi negara secara langsung kepada setiap individu rakyat. 

Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (ri’ayatu asy syu-uun) dan kemaslahatan hidup terpenting. Islam telah menentukan bahwa yang bertanggung jawab menjamin tiga jenis kebutuhan dasar tersebut adalah negara. Negaralah yang harus mewujudkannya, agar dapat dinikmati seluruh rakyat, baik muslim maupun nonmuslim, miskin atau kaya. Adapun seluruh biaya yang diperlukan, ditanggung oleh Baitul Mal.

Dalam masalah pendidikan, menjadi tanggung jawab negara untuk menanganinya, dan termasuk kategori kemaslahatan umum yang harus diwujudkan oleh negara agar dapat dinikmati seluruh rakyat. Pendidikan adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia. Sementara itu, negara berkewajiban menjadikan saran-sarana dan tempat-tempat pendidikan. 

Adapun yang berhubungan dengan jaminan kesehatan, diriwayatkan bahwa Mauquqis, Raja Mesir, pernah menugaskan (menghadiahkan) seorang dokter (ahli pengobatan)nya untuk Rasulullah saw. Oleh Rasulullah, dokter tersebut dijadikan sebagai dokter kaum muslim dan untuk seluruh rakyat, dengan tugas mengobati setiap anggota masyarakat yang sakit.

Tindakan Rasulullah itu, dengan menjadikan dokter tersebut sebagai dokter kaum muslim, menunjukkan bahwa hadiah tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, hadiah semacam itu bukanlah khusus diperuntukkan bagi Beliau, tetapi untuk kaum muslim, atau untuk negara. 

Pada masa lalu, negara yang berlandaskan konsep Islam telah menjalankan fungsi ini dengan sebaik-baiknya. Negara menjamin kesehatan masyarakat, mengatasi dan mengobati orang-orang sakit, serta mendirikan tempat-tempat pengobatan. Rasulullah saw. pernah membangun suatu tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan membiayainya dengan harta benda Baitul Mal.
Dijadikannya keamanan sebagai salah satu kebutuhan (jasa) yang pokok mudah dipahami, sebab tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan seluruh aktivitasnya terutama aktivitas yang wajib, seperti kewajiban ibadah, kewajiban bekerja, kewajiban bermuamalah secara Islami, termasuk menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai dengan ketentuan Islam, tanpa adanya keamananan yang menjamin pelaksanaannya. Untuk melaksanakan ini semua, maka negara haruslah memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara.

Mekanisme untuk menjamin keamanan setiap anggota masyarakat adalah dengan jalan menerapkan aturan yang tegas kepada siapa saja yang akan mengganggu keamanan jiwa, darah, dan harta orang lain. Sebagai gambaran, siapa saja yang mengganggu keamanan jiwa orang lain, yakni dengan jalan membunuh orang lain, maka orang tersebut menurut hukum Islam harus dikenakan sanksi berupa qishash, yakni hukum balasan yang setimpal kepada orang yang melakukan kejahatan tersebut.

Dengan tanggung jawab negara seperti itu, melaksanakan pengaturan dan pengurusan berdasarkan pada aturan Islam yang sedemikian rupa, maka akan tercipta Atmosfer yang mendukung dan menjamin lahirnya insan-insan yang berakhlak mulia dan memahami tanggung jawab terhadap orang tua. 
Wallahu'alambishawwab.

Isi artikel diluar tanggungjawab redaksi

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.