Kadisdik Cimahi, 'Kurikulum Merdeka Belajar' harus Mampu Menyembuhkan Tiga Dosa Pendidikan, Apa Saja?


CIMAHI, JABARBICARA.COM -- Pelaksanaan sistem pendidikan 'Kurikulum Merdeka Belajar' di Kota Cimahi harus mampu menyembuhkan tiga dosa pendidikan diantaranya bullying, kekerasan seksual dan intoleransi yang dapat mengakibatkan trauma pada seseorang. 

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Cimahi, Hardjono saat membuka webinar yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kota Cimahi dengan topik 'Nonton dan Diskusi Video Merdeka Belajar', Kamis (13/10/2022).

IMG-20221014-WA0024.jpg

Hardjono mendukung secara maksimal implementasi 'Kurikulum Merdeka Belajar' dan memaknainya sebagai bagian dari digitalisasi dunia pendidikan.

"Awal perkembangannya pemerintah membuat sebuah aplikasi jaringan data nasional yang berkembang menjadi dapodik (data pokok pendidikan) hari ini, yang terintegrasi dengan berbagai sistem dalam rangka pengembangan kurikulum," katanya.

Hardjono juga mengapresiasi guru-guru ditingkat SD dan SMP yang sudah memahami platform merdeka mengajar, dimana untuk raport mutu pendidikan Kota Cimahi untuk literasi dan numerasi pada tingkatan SD dan SMP memduduki posisi rangking I di Jawa Barat.

Terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) untuk poin pendidikan, Hardjono menyatakan pendidikan yang berkualitas menjamin pendidikan yang inklusif, merata dan memberikan kesempatan untuk pendidikan sepanjang hayat. 

"Inklusif disini dimaknai bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bersekolah dimana saja, oleh karena itu diatur sesuai dengan zona wilayahnya. Agar semua orang punya kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing di sekolah-sekolah terbaik yang berada disekitar wilayah tempat tinggal calon peserta didik," jelasnya.

Setiap orang, imbuh Hardjono, punya potensi yang beda-beda sehingga pembelajaran dikelas sudah seharusnya dilakukan secara diferensiasi, dengan assesmen diagnostik. 

"Dalam kurikulum merdeka assesmen tidak lagi dilakukan hanya berdasarkan tes tertulis saja. Tapi disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Karena pada dasarnya semua anak memiliki kecerdasan yang berbeda antara satu sama lain," tandasnya.

Webinar itu dihadiri oleh guru-guru mulai dari tingkatan PAUD, TK, SD, SMP dan SMA/SMK dengan narasumber Ketua IGI Cimahi Tresi Tiara Intania Fatimah, S.E., M.Pd. dan pandu oleh host Latifah Pujiastuti.

Dalam video yang ditayangkan Najeela Shihab sebagai Pendiri Kampus Guru Cikal dan Inisiator Komunitas Guru belajar memaparkan bahwa guru sering terjebak pada tugas-tugas administratif, sehingga pada saat memberikan pembelajaran sering tidak berdampak pada peserta didik. Kemudian kolaborasi antar guru juga belum maksimal.

Menurutnya dunia anak di Indonesia itu hanya sebatas ruang kelasnya, sehingga impian anak-anak sering terbatas hanya pada tingginya tangan untuk menjawab pertanyaan guru saja. Sementara harapannya adalah mereka memiliki aspirasi tinggi dan mampu memiliki cita-cita yang melampaui langit, melampaui batas ruang kelasnya, melampaui batas dunianya. 

Menurutnya hal tersebut hanya bisa terjadi jika anak-anak memiliki kemerdekaan dalam belajar.  Kemerdekaan peserta didik akan diperoleh jika kita sebagai guru juga memiliki kemerdekaan dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. 

Proses kemerdekaan bagi guru bukanlah sebuah proses yang diberikan, tapi sesuatu yang harus kita gerakkan secara bersama-sama. Dan proses tersebut bukan merupakan hal yang mudah untuk dicapai, karena untuk berubah guru dituntut untuk memiliki komitmen, kemandirian dan juga harus mampu melakukan refleksi. 

Seringkali guru dihadapkan pada situasi yang membuat proses belajar guru menjadi terhambat. Kemampuan untuk refleksi juga sangat sulit untuk dilakukan karena banyaknya ketakutan yang harus dihadapi oleh guru ketika akan melakukan perubahan. 

Menurut Roem Topatimasang Dalam buku sekolah itu candu (1998), hakekat pendidikan terhadap manusia bahwa merdeka adalah fitrah yang telah dibawa manusia sejak kehadirannya ke dunia, maka pendidikan sejatinya harus sejalan dengan hakekat tersebut. 

Manusia merupakan penguasa atas dirinya sendiri Paulo Freire yang merupakan salah satu tokoh pendidikan abad ke-20 menyampaikan bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan manusia, sementara Ki Hadjar Dewantara yang merupakan tokoh Pendidikan Nasional juga melontarkan konsep pendidikan yang memerdekakan. 

Merdeka berarti setiap orang bisa hidup tidak terperintah, mampu tegak karena kekutan sendiri dan cakap mengayur hidupnya dengan tertib. 

Dengan adanya kurikulum merdeka, setiap pelajar dan setiap guru bisa memerdekakan dirinya agar sama-sama menyadari bahwa belajar merupakan sebuah kebutuhan alamiah yang harus dilakukan secara kolektif agar terbentuk sebuah komunitas jaringan pengetahuan dan terwujudnya demokrasi dalam pendidikan. (**/jabi) 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.