Ketua Umum Forkodetada Holil Aksan Sebut Pernyataan Maklumat Sunda di Subang Gagal Paham


GARUT, JABARBICARA.COM-- Pernyataan usulan yang tercantum dalam Maklumat Sunda yang digelar di Subang baru-baru ini ternyata mendapat tanggapan dari salah seorang peserta yang hadir, yakni dari Ketua Umum Forum Koordinasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada)
Jawa Barat, Rd. H Holil Aksan Umarzen.

Holil Aksan menyebutkan, pernyataan sikap tersebut sepertinya memiliki potensi gagal paham.

“Saya ikut hadir pada acara Maklumat Sunda di Subang itu, tidak ada penggabungan 3 Provinsi (Jabar, DKI dan Banten) menjadi daerah otonomi baru," ujar Holil Aksan.

Ditandaskan dia, yang benar adalah adanya aspirasi otonomi khusus Sunda Raya 3 Provinsi sebagaimana di Papua dan Aceh atas pindahnya Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan.

"Maka status wilayah Jawa Barat, DKI dan Banten harus ada kekhususan pasca IKN pindah ke Kalimantan," tandas Holil Aksan.

Sejatinya, terang Holil, sebagai inohong dan sesepuh yang terhormat di Paguyuban Pasundan mengundang para pelaku Maklumat Sunda.

"Hal itu untuk berdialog dan klarifikasi sebelum menuduh oknum pembuat polemik intoleransi dan disintegrasi kepada para penggagas Maklumat Sunda," kata dia.

Apalagi, tegas dia, acara tersebut dihadiri Ketua DPD RI dan para tokoh penting lainnya.

“Bahkan yang saya tahu beliau-beliau yang hadir lebih populer dan mewakili masyarakat Jabar yang lebih dikenal oleh masyarakat bawah di Tatar Sunda,” tutur Holil Aksan.

Menurut dia, harus ada win-win solution atas Jabar dan Banten tidak jadi penyangga ibukota setelah DKI bukan lagi ibukota negara.

Kendati begitu Holil tidak menampik pernyataan pupuhu Paguyuban Pasundan, kaitannya dengan pemekaran wilayah kabupaten dan kota, khususnya Jawa Barat.

Ia sangat berterima kasih atas dimasukkannya pemekaran kabupaten dan kota di Jabar masuk dalam poin penting pernyataan sikap Paguyuban Pasundan kemarin.

"Saya hanya menyesalkan, sikap itu berupa pernyataan yang hanya ditujukan kepada pemerintah pusat," jelas dia.

Sedangkan, tegas Holil, yang dibutuhkan adalah dorongan kepada Pemprov Jabar dan kabupaten induk di 17 CDOB yang sekarang masih bersusah-payah berjuang guna mendapatkan persetujuan.

“Masing-masing CDOB berdarah-darah berjuang bertahun-tahun untuk melengkapi persyaratan dasar lewat musdes dan kajian akademis yang sangat mahal demi terpenuhinya persyaratan administratif dan persyaratan kapasitas daerah guna persetujuan Bupati dan Ketua DPRD di kabupaten induknya masing- masing,” papar Holil.

Dilanjutkan Holil, perjuangan para presedium pemekaran CDOB di Jabar sangat berat dari berbagai aspek.

"Selain tenaga dan pikiran, juga pembiayaan terus berjalan. Bertahun-tahun berhadapan dengan berbagai elemen masyarakat dan pemerintahan dari tingkat desa sampai pemerintahan daerah," tutur dia.

Sejauh itu, disebutkan dia, hal itu tidak tersentuh oleh Pemerintah Jawa Barat juga para inohong dan gegeden yang konon mendukung pemekaran.

“Mereka tidak mau tahu atau tidak terjun langsung dalam proses persyaratan maupun proses politik di bawah,” ucap dia.

"Apalagi sampai sekarang, bicara 17 CDOB di Jawa Barat itu baru sebatas daftar CDOB. Belum ada yang sudah menjadi kebijakan teknis baik di RPJMD atau di Perda Jawa Barat," tambah dia.

Dikatakan dia, jadi peran Pemprov Jabar sebagai pengusul CDOB ke pemerintah pusat, sifatnya masih menunggu, belum ada jemput bola yang kongkrit untuk mensukseskan 17 CDOB di Jawa Barat.

"Adapun dari 17 CDOB yang dimaksud, baru 5 yang sudah diusulkan ke Pemerintah Pusat melalui Kemendagri dan 3 CDOB (Garut Utara, Tasikmalaya selatan dan Cianjur Selatan) sedang menunggu jadwal paripurna persetujuan bersama Gubernur dan Ketua DPRD Jawa Barat," terang Holil Aksan.

“Dan sisanya masih tergopoh-gopoh dengan keringat dingin berjuang tanpa bantuan untuk melengkapi persyaratan sesuai Undang-undang dan restu pemerintah daerah induk,” sambung Holil Aksan memungkas. (Red. Jabi)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.