Lindungi Anak dari Predator Seksual


Oleh: N. Vera Khairunnisa

Secara fitrah, anak-anak adalah makhluk yang sangat lemah. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlindungan dari orang dewasa terdekat. Terlebih hari ini, ketika kejahatan seksual pada anak sudah semakin memprihatinkan. Anak-anak ada dalam ancaman predator seksual.

Di Jawa Barat, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mencatat bahwa kasus kekerasan kepada anak khususnya yang menyangkut kejahatan seksual angkanya naik signifikan.

Manajer Program LPA Jabar Dianawati menuturkan, selama 2021 angka kasus kekerasan pada anak meningkat. Pada minggu ketiga Oktober 2021 saja, jumlah pelaporan anak yang mendapat pelecehan seksual sudah 14 orang. Kemudian ada 2 kasus penelantaran, 1 kasus sodomi, 2 kekerasan fisik, dan 2 kekerasan psikis.

Kabar yang menyesakkan ini mayoritas merupakan kejadian lama yang baru dilaporkan oleh anak maupun orang tuanya. Bahkan tak sedikit kasus kekerasan tersebut terjadi pada 2020. Total kasus berdasarkan data yang dihimpun dari Open Data Pemprov Jabar lebih dari 1.400. (jabar. idntimes. com, 29/10/21)

Jumlah tersebut adalah kasus yang terlapor. Kalau melihat ke lapangan, tentu jumlahnya akan jauh lebih banyak lagi. Karena memang banyak yang tidak melaporkan dengan alasan satu dan lain hal.

Sebagai seorang manusia yang memiliki hati nurani, tentu fakta ini akan memancing emosi. Sebagai manusia yang dikaruniai akal sehat, tentu akan menimbulkan tanya. Mengapa bisa ada orang yang tega melakukan tindak kekerasan pada seorang anak? Kekerasan seksual pula! Dimana hati nurani mereka?

Ada banyak faktor yang membuat seorang anak mendapatkan pelecehan atau kekerasan seksual. Pertama, kejadian ini bisa dikarenakan orang tua yang kurang begitu memperhatikan anaknya. Hal ini karena tidak sedikit anak yang mendapat pelecehan seksual berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang sulit.

Salah satu kasus di masa pandemi misalnya, ketika ayah anak tersebut terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), maka dia harus mencari pekerjaan lain. Di sisi lain sang ibu kemudian bekerja jualan gorengan untuk memenuhi kebutuhan harian.

Di saat itu, anak mereka dititipkan kepada tetangga yang justru jadi pelaku pelecehan seksual. "Anak jadi korban sodomi tetangganya itu yang dilakukan di rumah korban sendiri, saat tidak ada siapapun di rumah tersebut," ungkap Dian. (jabar. idntimes. com, 29/10/21)

Kedua, kondisi lingkungan yang tidak sehat. Tidak sedikit kasus kekerasan seksual dilakukan oleh orang terdekat, baik oleh pihak keluarga, maupun tetangga.

Selain itu, banyak tontonan atau tayangan yang bisa membangkitkan syahwat. Ketika syahwat bangkit, namun tidak ada tempat untuk bisa melampiaskan, jadilah anak-anak sebagai korban.

Ketiga, proses hukum yang lamban. Menurut Dian, dari pelaporan relawan LPA Jabar yang menangani kasus di kepolisian, bagian untuk kekerasan anak dilebur dengan bagian lain. Alhasil, ketika mereka melapor ke kepolisian bisa jadi laporan itu baru diberikan kepada aparat yang khusus menangani butuh waktu.

Kondisi ini jelas merugikan, karena ketika penanganan di kepolisian lambat bisa jadi terduga kekerasan seksual bisa kabur dan sulit ditemukan. Hal itu sudah terjadi di mana ada pelaku pelecehan yang sudah setahun ini tidak didapat karena kabur lebih dulu. (jabar. idntimes. com, 29/10/21)

Dengan mempelajari penyebab di atas, kita akan mendapat sebuah kesimpulan bahwa problem kekerasan seksual pada anak bukan sekadar disebabkan oleh individu ataupun masyarakat.

Mengapa ekonomi rakyat banyak yang sulit? Mengapa lingkungan yang ada hari ini kian tidak sehat? Mengapa tayangan yang merangsang syahwat dibiarkan merajalela? Mengapa pula pihak berwajib seolah begitu sulit untuk menindak kasus?

Semua pertanyaan ini menunjukkan ada yang tidak beres dengan sistem yang diterapkan hari ini. Karena sistem inilah yang membuat para ibu harus rela ikut membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga anak-anak dititipkan ke orang lain.

Karena sistem inilah kondisi masyarakat kian hari kian rusak dan tidak bermoral. Karena sistem ini pula yang telah membiarkan berbagai konten pornografi dan pornoaksi senantiasa bermunculan.

Sistem apa yang bisa menyebabkan ekonomi rakyat kian sulit? Sistem apa yang menyebabkan lingkungan jauh dari nilai-nilai moral dan agama? Itulah sistem kapitalisme sekulerisme. Selama sistem ini masih eksis di negeri ini, maka kejahatan seksual pada anak akan sangat sulit dihilangkan.

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual pada anak, dibutuhkan solusi yang fundamental dan komprehensif. Bukan solusi parsial dan tambal sulam.

Sebagai negara yang bermayoritas muslim, sudah semestinya kita mengembalikan permasalahan pada aturan Islam. Sebab, Islam adalah agama yang mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan.

Lantas, seperti apakah Islam menyelesaikan problem kejahatan seksual pada anak?

Islam bukan agama yang hanya memberi solusi ketika muncul permasalahan. Namun, Islam mampu mencegah terjadinya masalah, ketika seluruh aturannya diterapkan dalam kehidupan. Maka, dalam mengatasi kejahatan seksual pun, Islam memiliki aturan preventif dan kuratifnya.

Berikut mekanisme Islam dalam mencegah dan mengatasi kejahatan seksual pada anak:

Pertama, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Tidak sedikit kasus kejahatan seksual pada anak terjadi karena fungsi ibu sebagai pendidik dan penjaga anak kurang berjalan. Tekanan ekonomi memaksa ibu untuk bekerja meninggalkan anaknya.

Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan masalah asasi manusia. Karenanya, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak agar para kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Sehingga, tidak ada anak yang telantar.

Krisis ekonomi yang memicu kejahatan seksual pada anak bisa dihindari, dan para perempuan akan fokus pada fungsi keibuannya yakni mengasuh, menjaga, dan mendidik anak karena tidak dibebani tanggung jawab nafkah.

Kedua, dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apa pun yang dilarang Allah.

Sistem pendidikan ini akan mampu mencetak para ibu yang bertanggung jawab merawat dan mendidik anak-anaknya, para ayah yang bertanggung jawab memberikan nafkah.

Sistem ini pula yang mampu melahirkan masyarakat yang sehat, jauh dari perbuatan-perbuatan tidak bermoral sebagaimana masyarakat hari ini. Justru sebaliknya, masyarakat yang ada memiliki spirit fastabuqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan dan takwa. Serta berusaha mencegah berbagai bentuk kemungkaran, dengan dakwah dan nasehat.

Ketiga, dengan menerapkan sistem sosial. Negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dilakukan sesuai ketentuan syariat Islam.

Di antaranya perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual, larangan berkhalwat (berdua-duaan dengan nonmahram), larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan dan perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan (pornografi dan pornoaksi) serta akan merangsang bergejolaknya naluri seksual.

Keempat, dengan mengatur media massa. Berita dan informasi yang dimunculkan dalam aturan Islam, hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Apa pun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syariat wajib ditindak dengan keras.

Kelima, penerapan sistem sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kejahatan seksual pada anak. Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang telanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut.

Dengan menerapkan seluruh melanisme di atas, bukan hanya kejahatan seksual pada anak saja yang manpu dihilangkan. Namun juga menghilangkan segala kejahatan yang ada di muka bumi ini.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada Islam, agar bisa merasakan kehidupan yang bahagia, tenang, tentram, jauh dari ancaman kejahatan. Kebahagiaan bukan hanya akan dirasakan di dunia, namun juga di akhriat kelak. (Red.Jabi)

Isi artikel diluar tanggungjawab redaksi

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.