Narasi Terorisme Mencuat Kembali


Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi dan Member AMK

JABARBICARA.COM-- Rasanya negeri ini tak pernah bisa merasakan kedamaian. Bagaimana tidak, setelah sekian lama sepi dari isu terorisme, kini isu tersebut dimunculkan kembali. Seperti belum lama ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan kalau saat ini kelompok jaringan terorisme mulai mengubah strateginya dalam menyebarkan paham radikal. Hal itu terlihat dari adanya serangkaian penangkapan di beberapa lembaga, partai Islam, dan ormas Islam belakangan ini.

Direktur BNPT, Irfan Idris, mengungkapkan bahwa cara anyar yang dipakai teroris ialah dengan menggunakan aturan demokrasi untuk masuk dan menguasai lembaga secara formal. "Jangankan lembaga negara, jangankan partai, organisasi umat yang sangat kita harapkan melahirkan fatwa-fatwa atas kegelisahan umat terhadap persoalan kebangsaan itu juga dimasuki," tuturnya dalam Sharing Session BPNT di Jakarta Selatan (Jumat, 18/2/2022).

Masih menurutnya, bahwa kelompok jaringan teroris sekarang bisa berkembang melalui berbagai cara dengan beragam nama dan identitas. Jaringan ini menyusup ke lembaga dan perguruan tinggi dengan tidak langsung beraksi, melainkan  melalui  proses-proses awal. Seperti pembaiatan, pengajian, dan menggunakan istilah-istilah yang biasa dipakai masyarakat pada umumnya. Irfan pun mengatakan agar masyarakat tidak boleh terjebak dengan simbol-simbol fisik. Sebab mereka intoleran, menghalalkan segala cara, menolak NKRI, Pancasila, dan ingin mengubah negara bangsa menjadi negara agama dengan ideologi khilafah yang mereka sendiri tidak pahami secara komprehensif. (Kupang.tribunnews.com, 18/2/2022)

Walaupun telah meminta maaf secara resmi tanggal 3 Februari di MUI, kali ini BNPT kembali membuat kegaduhan dengan pernyataan terkait makna terorisme yang menyudutkan umat Islam dan ajarannya. Aksi teror selalu dikaitkan dengan pengajian dan orang Islam sehingga menimbulkan islamofobia bagi kaum muslim terhadap ajaran agamanya sendiri.

Gejala islamofobia sendiri mulai mencuat pasca peristiwa 9 September tahun 2001 yaitu serangan teroris yang meruntuhkan menara kembar World Trade Center (WTC) di kota New York, Amerika Serikat. Sejak saat itu umat Islam kerap dicap sebagai kelompok teroris. Islam dicitrakan sebagai agama yang mengajarkan terorisme. Hingga peristiwa peledakan bom Bali tahun 2002 dan serentetan penangkapan para ulama dan ormas-ormas Islam. Hingga semuanya berefek pada ketakutan kaum muslim untuk mengikuti pengajian. Bahkan mereka takut untuk bergabung dengan ormas-ormas Islam yang di dalamnya mendakwahkan pemahaman Islam di tengah-tengah masyarakat.

Saat itu isu terorisme kerap diidentikkan dengan kasus bom bunuh diri dan pengeboman di tempat-tempat keramaian atau peribadatan. Belakangan ini terbangun narasi bahwa radikalisme dan ekstremisme  melahirkan aksi terorisme. Inilah yang menjadi dasar BNPT dan Densus 88 untuk mencurigai dan akhirnya menangkap orang-orang yang dipandang berbahaya karena berpaham radikal-ekstrim.

Sebenarnya istilah terorisme adalah perbuatan atau tindakan yang menebarkan ketakutan atau teror. Jadi segala hal yang menyebarkan rasa takut dapat diduga sebagai terorisme. Namun kenyataannya, sekarang terorisme selalu dikaitkan dengan Islam. Para teroris ini digambarkan sebagai sosok seorang muslim yang taat pada aturan agamanya. Begitupun dengan istilah radikalisme. Dikatakan semua pelaku teroris berpaham radikal. Jadi radikalisme sama bahayanya dengan terorisme. Astaghfirullah.

Mirisnya kini isu terorisme diangkat kembali menjadi gorengan yang renyah. Lihatlah begitu banyak ormas Islam yang merupakan salah satu wadah lahirnya para ulama justru dicurigai bahkan dikriminalisasi. Padahal bila benar ingin memberantas terorisme mengapa negara tidak menangkap kelompok KKB di Papua. Mereka yang telah jelas menghilangkan banyak nyawa yang tak berdosa akibat terornya.

Namun faktanya, seolah ada pembiaran. Apakah narasi terorisme itu hanya ditujukan khusus kepada kaum muslim? Bila demikian, jelas biang terorisme adalah tuduhan keji dan jahat terhadap Islam. Hal itu karena adanyan peran Barat yang terus mengembuskan islamofobia kepada diri kaum muslim. Hingga mereka dibuat takut dan semakin menjauhi agamanya sendiri dan ajarannya.

Padahal kunci kebangkitan umat terletak pada ajaran agamanya yang sempurna. Namun bagi penguasa yang telah tercekoki dengan prinsip Kapitalisme, kuat dugaan isu terorisme yang disematkan pada umat Islam adalah alat untuk mengadang dakwah Islam politik. Bagaimanapun ajaran Islam politik yang lurus dapat mengganggu eksistensi ideologi Kapitalisme.

Sedangkan di sisi lain, dakwah politik kini makin mendapatkan tempat di hati umat. Dengan terlihat dari kian banyaknya ormas Islam, para ulama, dan aktivis dakwah. Mereka terus dengan lantang bersuara untuk mengingatkan umat tentang bagaimana buruknya hidup di alam Kapitalisme saat ini.

Begitulah penguasa terus menggoreng isu terorisme. Semuanya demi langgengnya sistem yang mereka terapkan, yaitu Kapitalisme- sekuler-liberal. Sistem batil itu yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Ditambah dengan paham kebebasan yang dianutnya, membuat sebagian umat semakin jauh dari syariat Islam.

Adapun Islam sesungguhnya sangat menolak terorisme. Sebab itu adalah sebuah kejahatan yang dilarang dalam ajaran Islam. Seperti mengganggu kenyamanan, keamanan dan keselamatan pihak tertentu yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan syariat Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Maksudnya Allah Swt. akan menjaga manusia dari kerusakan.  Maka siapa saja yang menerapkan aturan Islam, sudah pasti hidupnya akan selamat.

Demikianlah betapa Islam adalah ajaran yang kamilan (sempurna) dan syamilan (mengatur berbagai aspek kehidupan). Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk bertoleransi antar umat beragama. Termasuk salah satunya sikap saling menghargai dan tidak mengganggu peribadatan agama lain dan tidak turut serta di dalamnya.

Islam pun mengajarkan kasih sayang. Bukan hanya kepada manusia, tetapi kepada hewan dan juga tumbuhan. Begitupun cara berdakwah dalam Islam tidak ada paksaan, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat: 256 yang artinya, "Tidak ada paksaan dalam (menganut) ajaran Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat."

Begitulah indahnya ajaran Islam yang berabad-abad lamanya menjadi peradaban Islam yang cemerlang. Hal itu pun terbukti pada masa Rasulullah saw. mendirikan negara Islam pertama kali di Madinah. Islam benar-benar terpancar menjadi rahmatan Lil aalamiin pada saat itu. Karena semua yang tinggal di sana adalah masyarakat yang plural, yaitu ada warga yang beragama Islam, Nasrani, dan Yahudi. Namun mereka tetap hidup rukun, damai berdampingan satu satu sama lain. Inilah contoh terbaik bagaimana Islam bila diterapkan secara kafah. 

Oleh karena itu agar segala bentuk kejahatan yang ditujukan kepada Islam dan kaum muslim dapat dihilangkan, caranya hanya satu, ganti sistem batil (Kapitalisme-sekuler) dengan sistem sahih (Islam) dengan menerapkannya secara kafah. Maka ajaran Islam dan umatnya akan selalu terlindungi, terjaga, dan hidupnya penuh dengan kemuliaan. (*)

Wallahu a'lam bish shawab.

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.