Pangan Mahal Parah, Partai Politik Sibuk Tebar Pesona


Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi dan Member AMK

JABARBICARA.COM-- Kehidupan saat ini semakin sulit. Seolah rakyat tak berhak merasakan kebahagiaan. Berbagai permasalahan selalu menghimpitnya, dari masalah kesehatan, pendidikan dan masalah lainnya. Seperti beberapa waktu yang lalu, tepatnya dimulai sekitar akhir tahun 2021 terjadi kelangkaan minyak goreng. Bukan itu saja, di samping langka, harganya pun melambung tinggi. Kebijakan pemerintah yang mematok harga satu liter Rp14.000 pun tidak mampu menghentikan kelangkaan minyak goreng. Hingga banyak rakyat yang rela antre berjam-jam demi mendapatkannya.

Kelangkaan minyak goreng hampir terjadi di semua daerah tak terkecuali daerah Mataram. Hal itu terlihat dari ratusan pedagang kaki lima (PKL) di sejumlah wilayah di Mataram, Lombok Tengah dan Lombok Barat yang mengadakan aksi di depan gedung DPRD NTB. Mereka memprotes sikap para pejabat yang terkesan sibuk berpolitik, dan mengurus kepentingan sendiri untuk bagi-bagi kekuasaan di samping kelangkaan minyak goreng. (posmerdeka, 12/3/2022)

Sebaliknya, ada kejadian yang membuat sedih hati rakyat. Di tengah kelangkaan minyak goreng, terlihat beberapa partai politik yang membagi-bagikan minyak goreng. Di antaranya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang membagikan minyak goreng hingga 10 ton. Sementara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menggelar operasi pasar murah minyak goreng. (fajar.co.id, 3/2/2022)

Karena ulah partai politik tersebut, publik pun bertanya-tanya dari mana mereka mendapatkannya? Sedangkan minyak goreng dalam keadaan sulit untuk didapatkan. Maka wajar bila rakyat pun berspekulasi bahwa mereka turut menimbun minyak goreng juga.

Miris, di tengah kondisi rakyat yang kebingungan menghadapi semua harga pangan yang meroket, sebaliknya partai politik dan para elitnya bersibuk ria menebar pesona demi mempertahankan kursi kekuasaan dan kepentingan golongannya.

Mereka melalaikan kewajibannya sebagai pemangku jabatan, yakni mengurusi semua kebutuhan rakyatnya. Seperti fenomena mahalnya harga minyak. Padahal sudah semestinya mereka lebih berupaya memberikan solusi agar harga-harga pangan tidak semakin mahal hingga rakyat pun mudah mendapatkannya. Tidak seperti saat ini, harga pangan semakin mahal, hingga rakyat merasa kesusahan untuk mendapatkannya.

Tapi begitulah keadaannya, sebagian partai politik seolah-olah memancing ikan di air keruh. Mereka memanfaatkan kesulitan rakyat dengan gaya dan arogannya yang jelas tak menyelesaikan masalah. Tanpa rasa bersalah, mereka dengan santainya membagi-bagikan minyak goreng dengan jumlah yang luar biasa banyaknya, tidak tanggung-tanggung 10 ton. Sungguh angka yang fantastis. Mereka melupakan rasa empatinya terhadap kesulitan rakyat. Begitupun dengan partai politik lainnya dengan bangganya menggelar pasar murah demi meraup rasa simpatik rakyat. Ironis bukan?

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan apa yang telah dilakukan oleh partai politik tersebut dengan membagi-bagikan minyak goreng kepada rakyat. Begitupun dengan partai politik lain yang menggelar pasar murah. Namun sayangnya, mengapa hal itu dilakukan hanya pada saat mendekat waktu pemilu? Kemana mereka selama beberapa tahun lamanya ketika rakyat juga mengalami kesulitan hidup yang sama?

Begitulah ciri khas watak penguasa dan politisi sekuler dalam sistem Demokrasi Kapitalisme. Mereka seolah terbiasa menghalalkan segala cara demi mengamankan kedudukan kekuasaannya. Makanya tidak heran bila di negeri yang kaya raya kelapa sawitnya sampai mengalami kelangkaan minyak. Mengapa?

Karena dalam sistem Demokrasi-sekuler hanya mengedepankan asas manfaat dan kepentingan semata. Hingga mereka rela melanggar rambu-rambu aturan agama. Halal-haram pun ditabraknya. Maka, dimana ada kepentingan yang menguntungkan, di sana ada partai politik yang mengharapkan laba atau keuntungan. Sedangkan penderitaan rakyat seolah tak dihiraukan.

Sementara mereka hanya membutuhkan rakyat dalam ajang dan kompetisi pemilihan umum saja. Sesudahnya peran rakyat dilupakan. Buktinya, lihatlah ketika partai politik akan melangkah ke kursi panasnya, mereka akan bermuka manis menebar seribu janji kepada rakyat. Setelah selesai dan berhasil duduk di singgasana mereka seolah lupa akan segala janji yang telah diucapkan. Naif bukan?

Karena itu sistem demokrasi hanya melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak amanah. Apa yang mereka lakukan jauh dari kepengurusan kebutuhan rakyatnya. Sebaliknya mereka sibuk mengurusi kepentingan para pengusaha dan pemilik modal dengan membuat kebijakan yang selalu menguntungkan kaum kapitalis dan bukan kepentingan rakyat.

Padahal slogan dari sistem demokrasi sangatlah indah, yakni dari, untuk dan kembali kepada rakyat. Namun faktanya tidaklah demikian. Rakyat hanya sebagai alat untuk menuju jalannya kekuasaan semata. Maka jelaslah bahwa sistem ini adalah batil. Karena hanya mampu menciptakan kerusakan di tengah-tengah rakyat dengan melahirkan para pemimpin yang tidak amanah.

Berbeda dengan Islam yang begitu penuh dengan kebaikan. Islam adalah agama yang sempurna, bukan hanya mengatur ibadah pribadi saja, tapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam berpolitik. Islam mengajarkan umatnya tidak boleh buta atau cuek dengan politik, sebab kepekaan umat terhadap politik akan menjauhkannya dari umat yang bisu karena mendiamkan kebatilan dan tidak membela kebenaran.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Dengarkan, apa kalian mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin, "Barangsiapa yang memasuki berpihak kepada mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, "Ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. "Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka, dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia mendatangi telagaku." (HR. Tirmidzi, an-Nasai, dan Al-Hakim)

Politik dalam Islam adalah bukan sekadar sebatas kekuasaan, tapi meriayah suunil ummah (mengurusi urusan umat). Maka diharapkan umat pun tidak anti politik.

Beberapa aktivitas politik dalam Islam, seperti meluruskan politik yang bengkok atau zalim, mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam, dan menasehati penguasa. Semuanya itu termaktub dalam kegiatan amar makruf nahi mungkar.
Begitulah karena rasa sayangnya rakyat pada pemimpinnya, maka rakyat tak ingin mereka terjerumus dalam perilaku zalim yang dibenci oleh Allah Swt.

Dalam Islam, politik mendapatkan tempat dan kedudukan yang hukumnya bisa menjadi wajib. Sebab mengurusi dan memelihara urusan kaum muslimin merupakan bagian dari syariat Islam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali, "kekuasaan dan agama adalah saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan." Oleh karena itu, umat Islam wajib peduli dengan persoalan yang menimpa umat.

Sebenarnya, sejak turunnya Islam, kaum muslimin sudah sadar berpolitik, yaitu dengan menghukumi semua permasalahan yang terjadi dengan hukum syariat-Nya. Bukan itu saja, politik juga sebagai alat dalam kegiatan bernegara, seperti berjihad, mengirimkan utusan ke penguasa non Islam, bahkan dalam mendirikan sebuah negara.

Begitulah indahnya politik Islam. Dari sistem baik inilah terlahir politisi dan negarawan terbaik dan hal itu ada pada diri Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, dan pemimpin-pemimpin Islam lainnya. Maka orientasi politik dalam Islam bukanlah meraih kekuasaan setinggi-tingginya, tapi menjadi jalan untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt.

Begitupun dengan tujuan politik dalam Islam adalah menerapkan syariat Islam sebagai solusi fundamental bagi semua permasalahan umat manusia. Sekaligus mampu menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pangan rakyat.

Indah bukan politik Islam? Maka sudah saatnya kaum muslim di seluruh dunia belajar dan memperjuangkan politik Islam. Agar keadilan dan kebahagiaan yang hakiki hinggap di setiap relung hati umat manusia tanpa terkecuali.

Wallahu a'lam bish shawab.

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.