Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Di Garut, Untuk Kepentingan Siapa?


Oleh Siti Susanti, S.Pd.

Pengelola Majelis Zikir As-sakinah

Bagi yang pernah berkunjung ke Garut, tampaknya akan sepakat bahwa keindahan alam Garut adalah istimewa, ngangenin untuk kembali dikunjungi.

Demikian pula Garut bagian selatan memiliki potensi pariwisata yang besar. Ada sejumlah destinasi wisata yang dapat menjadi unggulan, mulai dari Pantai Sayangheulang, Santolo, Rancabuaya, Cijeruk, sampai Sancang.

Potensi tersebut tampaknya terus dikembangkan dengan membenahi infrastruktur dan aksesibilitas, dengan klaim, sektor pariwisata memiliki multiplier effect terhadap sektor,-sektor lain sekaligus menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Pembangunan infrastruktur dan aksesibiltas seringkali diharapkan, dalam mengantarkan kehidupan ke arah lebih baik.

Namun tampaknya, pembangunan tersebut justru lebih mengutamakan kepentingan para kapitalis pemilik modal besar, sedangkan multiplier effect bagi masyarakat sekitar hanya mendapatkan remah-remah ekonomi, yang tidak mengantarkan kepada kesejahteraan masyarakat.

Dalam sistem kapitalisme, pariwisata dijadikan sebagai sumber pemasukan negara. Maka wajar,  jika sektor ini digenjot karena diklaim mampu meningkatkan pendapatan dan mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi. 

Namun kenyataannya, karena konsep pertumbuhan ekonomi dihitung secara rata-rata, pemenuhan kesejahteraan masyarakat melalui pariwisata bak jauh panggang dari api. 

Maka mudah disaksikan, meski pariwisata meningkat, namun pemenuhan kebutuhan fasilitas masyarakat tetap memprihatinkan. 

Sebagai contoh, terdapat 260 ruang kelas yang rusak berat dari total 10.200 kelas di Kabupaten Garut, diantaranya di kecamatan Malangbong, SDN 1 Cikarag kondisinya sudah delapan bulan ambruk karena kayu-kayunya keropos. Yang kedua, yakni SDN 1 Sukaratu, dua ruang kelasnya nyaris ambruk karena sudah keropos dan masih beratapkan asbes. (Tinta jabar.com, 26/8/2022) 

Selain itu, kapitalisme tidak mengenal halal haram. Pariwisata yang dikembangkan akhirnya menyebabkan seperti kerusakan alam, pergaulan bebas, hingga prostitusi yang harus ditanggung utamanya oleh masyarakat sekitar. 

Jika menilik kepada Islam, keindahan alam sebagai objek dalam memperkuat keimanan. Maka pengembangannya tidak boleh bertentangan dengan aqidah Islam. 

Di sini lain, Islam sebagai agama sempurna, tidak menjadikan pariwisata sebagai pemasukan negara. Oleh karenanya, pengembangan pariwisata bukan sebagai prioritas. 

Sumber pendapatan negara dalam Islam antara lain adalah harta anfal , ghanimah , fa'i , khumus , kharaj , dan jizyah . Sumber lainnya adalah harta milik umum, harta milik negara, ' usyur dan harta sedekah/zakat.

Masing-masing sumber pendapatan tersebut juga telah ditetapkan pos-pos pengeluarannya. Harta zakat, contohnya, hanya menambahkan untuk Delapan golongan. Tidak dapat digunakan untuk pos-pos lain. Zakat tidak boleh untuk pembayaran gaji pegawai atau infrastruktur pembangunan.

Dengan menerapkan APBN sesuai syariah, Indonesia memiliki postur APBN yang sehat dan besar. Apalagi populasi Indonesia sangat besar. Kekayaan alamnya melimpah. Posisinya strategis untuk menjadi negara maju. 

Sebagai contoh, jika dikelola sesuai syariah, kekayaan alam Indonesia, yang masuk kategori harta milik umum, seperti migas, mineral dan batubara akan dikelola oleh negara. 

Dengan skema ini,  tidak hanya kesejahteraan masyarakat akan tercapai, namun juga mampu mengantarkan negara menjadi negara maju dan digjaya, dan tidak perlu tergantung kepada pariwisata. ***

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com

 

 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.