Sebelumnya Menggugat Presiden RI dan Ketua DPRD Garut, Seorang Warga Garut Kini Menggugat Institusi Kejaksaan


GARUT, JABARBICARA.COM – Kembali, salah satu warga Kabupaten Garut yang sebelumnya menggugat Presiden RI dan Ketua DPRD Kabupaten Garut dan masih berproses, kali ini melayangkan gugatan perbuatan melawan/melanggar hukum (PMH) kepada institusi penegak hukum Kejaksaan.

“Ya, pada Senin, 1 November 2021, saya telah resmi mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung (PTUN) terhadap Kejaksaan Negeri Garut sebagai Tergugat 1 serta Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI,” kata Asep Muhidin, (01/11/2021).

Jadi saya sudah menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi melalui surat nomor nomor : 137/IV/Masyarakat-Garut/2021 tanggal 8 April 2021 dan surat nomor : 143/IV/Masyarakat-Garut/2021 tanggal 26 April 2021, hingga terakhir surat nomor : 211/IX/Masyarakat-Garut/2021, tanggal 04 Oktober 2021. Namun hingga sekarang tidak ada kepastian hukum. Bahkan saya pernah diundang dan dimintai keterangan melalui surat undangan dari kejaksaan nomor : B-36/M.2.15/Dek.1/04/2021, tanggal 20 April 2021, Hal : undangan pelapor untuk hadir pada Senin, 26 April 2021 pukul 09;00 untuk bertemu dengan Slamet Haryadi, SH. Dan Penggugat dimintai keterangan oleh atas nama Jaksa Solihin, SH.

Bukan tanpa alasan dirinya mengajukan gugatan tersebut, tentu ada aturan yang memberikan hak kepada warga negara baik pelapor maupun terlapor untuk mendapatkan kepastian hukum dalam perkaranya.

“Kita harus tahu bahwa Pasal 41 ayat (2) huruf d Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan “Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk : d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari,” ucap Asep menjelaskan.

Dan, lanjut Asep yang akrab disapa Apdar menambahkan, dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyataka “Penegak hukum wajib memberikan jawaban atas pertanyaan tentang laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam jangka wakt paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak pertanyaan diajukan.

Selain itu, sebutnya terdapat aturan yang secara tegas mengatur Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Kejaksaan dalam menangani laporan masyarakat. Jadi jangan sampai masyarakat atau orang lain harus taat pada aturan, tetapi sebaliknya SOP Kejaksaan sendiri tidak ditaati, setidak-tidaknya Jaksa Agung harus memberikan sanksi administrasi demi trust publik kepada kejaksaan.

Bahkan, Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendi pernah menyampaikan melalui portal berita kompas.com dengan judul Kejaksaan Perketat Tahapan Penanganan Perkara yang diterbitkan pada 7 November 2011 menyebutkan, Kejaksaan Agung mengeluarkan keputusan mengenai batas waktu penanganan perkara, yakni penyelidikan ditetapkan maksimal 14 hari dan hal ini untuk memberi kepastian kepada tersangka, mengeliminasi penyelewengan oleh jaksa, dan mengurangi penyidikan-penyidikan yang macet.

“Saya pernah diundang dan dimintai keterangan oleh Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Garut melalui surat, sehingga cukup beralasan menurut hukum, saya sebagai Pelapor yang memasukan Laporan pada bulan februari 2021 hingga akhir tahun tidak mendapatkan kepastia hukum dari Kejaksaan Negeri Garut, bahkan upaya admnistrasipun telah ditempuh, yaitu menyampaikan kepada Jaksa Agung RI, Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Tinggi Jawa barat, namun tidak ada balasan sepucuk surat pun dari Kejaksaan Tingg Jawa barat, Kejaksaan Agung RI maupun Komisi Kejaksaan RI. Sehingga saya memilih upaya hukum mengajukkan gugatah ke PTUN Bandung", papar Asep

"Kita tunggu saja, biarkan proses ini berjalan dulu, kalau gugatan saya salah tentunya akan ditolak pengadilan, tetapi kalau memiliki dasar hukum, tidak ada alasan untuk ditolak demi terciptanya tatanan hukum di negara hukum," imbuh Asep

Asep juga menegaskan, “menurut Munir Fuady dalam buku Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer halaman 6-8 menyebutkan “Pabila Perbuatan Melawan Hukum Masih Terus Terjadi Dan Dibiarkan, Maka Akan Timbul Negara Yang Inkonstitusional. Karena Diwakili Dan Dipimpin Oleh Yang Inkonstitusi”, nah apakah kita akan duduk terdiam pabila hukum dinegara hukum seperti ini? Tentu semua telah diberikan ruang oleh hukum untuk melakukan upaya hukum sesuai konstitusi," pungkasnya (AspA/Jabi)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.