Setara Institute: Tragedi Kanjuruhan, FIFA Larang Gunakan Gas Air Mata


JAKARTA, JABARBICARA.COM – Setara Institute menyoroti penanganan kerusuhan oleh aparat keamanan dalam Tragedi Kanjuruhan berupa tindakan kekerasan, sebagaimana terlihat dalam banyak video amatir yang beredar, tetapi juga penggunaan gas air mata yang untuk mengendalikan massa. Padahal, dalam aturan FIFA penggunaan gas untuk mengendalikan massa dilarang.

Larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Pada pasal 19 b) tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'. Menurut aturan ini, senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa dan digunakan, demikian siaran pers Setara yang diterima redaksi jabarbicara.com, Minggu (02/10/2022).  

Peneliti Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie menyatakan harus dilakukan investigasi menyeluruh oleh pemerintah terkait peristiwa ini, seperti penggunaan gas air mata, tindak kekerasan aparat, hingga evaluasi komprehensif mengenai prosedur pengendalian massa dan tata kelola keamanan oleh panitia penyelenggara dan aparat. 

“Kegagalan negara dalam penanganan persoalan keamanan dalam konteks yang sangat sempit, yaitu stadion sepakbola, merupakan penanda buruk kapasitas aparat dalam penanganan persoalan keamanan dalam konteks yang lebih luas di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.

Menurut Ikhsan, kapabilitas aparatur keamanan dalam penanganan isu keamanan dan penanganan massa di stadion pada Tragedi Kanjuruhan benar-benar dipertanyakan. 

“Dari video pasca pertandingan yang beredar, tampak bahwa banyak aparat dengan seragam TNI yang melakukan tindakan represif berupa tendangan dan pukulan untuk menghalau penonton yang masuk ke lapangan. Pendekatan penanganan semacam itu justru memantik keberingasan massa dan meningkatkan eskalasi,” imbuhnya.

Dalam konteks itu, Setara mempertanyakan kapasitas Polri sebagai penanggung jawab utama keamanan dan kapabilitas panitia penyelenggara dalam tata kelola penyelenggaraan pertandingan. Lebih jauh dari itu, SETARA Institute mendesak agar mekanisme pembantuan TNI dalam penjagaan keamanan dan penanganan kerusuhan dalam helatan pertandingan sepakbola ditinjau ulang.

“Keterangan pihak kepolisian terkait justifikasi penggunaan gas air mata untuk mengendalikan suporter tim yang telah memasuki lapangan pun patut disoroti. Bukan hanya melanggar regulasi FIFA, penembakan gas air mata, terutama ke arah tribun penonton, justru nyata-nyata memicu eskalasi kondisi sehingga kerusuhan menjadi semakin meluas dan tidak terkendali,” terang Ikhsan.

Penembakan gas air juga memperlihatkan lemahnya pemahaman situasi dan kondisi oleh aparat. Pertimbangan kuantitas penonton, keberadaan perempuan dan anak-anak, variasi usia penonton, hingga terbatas dan/atau sulitnya akses ke luar tribun penonton/stadion diduga nihil dalam pengambilan tindakan tersebut. Akibatnya, banyak penonton yang berdesakan ke luar, sesak nafas, pingsan, serta terinjak-injak untuk mencari jalan keluar. 

“Atas kejadian ini, Pemerintah seharusnya berfokus untuk melakukan evaluasi holistik dan komprehensif atas prosedur pengamanan dalam penyelenggaraan sepakbola di Indonesia, bukan malah mencemaskan sanksi FIFA. Berulangnya tragedi kemanusiaan dalam sepakbola nasional, dengan puncak terkelam Tragedi Kanjuruhan, merupakan peringatan sangat keras kepada pemerintah agar peristiwa serupa tidak terulang. Tidak ada perhelatan sepakbola apapun yang lebih berharga dari nyawa warga negara, nyawa manusia,” tandas Ikhsan. (**/jabi) 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.