Solusi Islam dalam Mengentaskan Korupsi


Oleh Siti Susanti, S.Pd. (Pengelola Majelis Zikir As-Sakinah)

JABARBICARA.COM -- Bersikap jujur, tidak mengambil hak orang lain, meminta izin ketika meminjam milik orang lain adalah bagian dari akhlakul karimah.

Namun disayangkan, saat ini manusia seolah berlomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, meski dengan jalan tidak sah seperti korupsi.

Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.(Wikipedia)

Dan di Jawa Barat sendiri, kasus korupsi masih ditemukan, misalnya kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala pemerintahan desa dan kabupaten beberapa waktu lalu.

Meski demikian, tahun ini Pemprov Jabar menjadi provinsi terbaik di Indonesia dalam hal pencegahan korupsi dengan skor tertinggi yaitu sebesar 94,5.

Berbagai upaya perlu dilakukan, agar korupsi tidak lagi menjadi budaya. Diantaranya , Pemprov Jabar membuat kurikulum muatan lokal anti korupsi dalam pendidikan SMA/SMK sebagai bagian dari edukasi kepada pelajar agar paham dan ikut menyuarakan anti korupsi sejak SMA/SMK.

Namun, jangan sampai, pendidikan anti korupsi ini hanya sekedar kurikulum, sehingga tidak sampai menancap ke dalam hati para siswa. Sehingga apa yang diharapkan, seolah jauh panggang dari api.

Menderasnya korupsi bukan tanpa sebab, sistem kapitalisme menjadikan sikap tamak, rakus, serta gaya hidup mewah tumbuh subur. Hal ini karena pencapaian materi itulah yang menjadi tujuan, segala daya ditempuh untuk mendapat kepuasan materi.

Lingkunganpun mendukung, dengan mempertontonkan gaya hidup serba boleh, dalam ranah food, fun, hingga fashion.

Di sisi lain, pelaku korupsi seolah tidak jera akibat hukum yang dianggap tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Sering disaksikan, pencuri kelas kakap dihukum ringan sementara kelas teri diberi hukuman berat.

Mengatasi korupsi akan efektif jika individu memiliki landasan yang kokoh yaitu keimanan. Yakin bahwa Allah Maha Melihat akan mendorong seseorang untuk bersikap jujur dalam kondisi apapun, baik dalam keadaan banyak orang ataupun sendirian.

Keimanan juga akan menuntun seorang mukmin untuk meyakini bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak, sehingga ia akan senatiasa berhati-hati dalam beramal, agar tidak terjebak dalam melakukan pelanggaran.

Hanya saja, penanaman keimanan ini akan kokoh jika ditempuh dengan jalan berfikir, bukan sekedar dogma yang dipaksakan atau hafalan semata.

Caranya adalah dengan mengamati alam semesta, manusia, dan kehidupan, yang akan mengantarkan kepada keyakinan bahwa semua itu bersifat terbatas dan lemah, dan ada Zat Pencipta yang tidak terbatas.

Menyadari bahwa makhluk adalah terbatas dan lemah, akan mengantarkan untuk tunduk patuh terhadap hukum-hukumNya.

Proses keimanan seperti inilah yang harus ditanamkan, yang akan membuat diri seseorang produktif, dan meninggalkan korupsi.

Di sisi lain kontrol antar sesama anggota masyarakat diperlukan, saling memberi nasihat dalam kesabaran dan kebenaran. Hal ini laksana rem, yang akan mencegah manusia untuk melakukan pelanggaran, manakala iman melemah.

Selain itu, hukuman setimpal perlu diberlakukan, agar manusia jera dan kapok melakukan tindakan korupsi.

Dalam Islam, hukuman berfungsi sebagai pencegah (zawajir). Kasus pencurian termasuk dalam bab hudud, adapun korupsi termasuk dalam bab ta’zir yang hukumannya tidak secara langsung ditetapkan oleh nash, tetapi diserahkan kepada khalifah atau qadhi (hakim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda, ”Perampas, koruptor (mukhtalis) dan pengkhianat tidak dikenakan hukuman potong tangan.” (HR Ahmad, Ashab as-Sunan dan Ibnu Hibban).

Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.

Saat Islam diterapkan, kasus korupsi efektif dituntaskan, karena perkara ini sebagai bagian dari ketaatan terhadap aturan Allah dan RasulNya. Hal ini tidak terlepas dari teladan para pemimpin.

Misalnya, khalifah Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik puteranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal.

Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.

Demikian pula, khalifah Umar bin Abdul Azis sampai menutup hidungnya saat membagi minyak kesturi kepada rakyat, agar tidak mencium bau secara tidak hak.

Dengan teladan pemimpin, tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sedari dini.

Demikianlah, syariat Islam memberi solusi secara menyeluruh. Jika saja kembali diterapkan secara sistemik, niscaya korupsi dapat dientaskan. (**)

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.