Waspada !!.. Potensi Gelombang Tinggi hingga 6 meter di Pantura Jabar pada 25-26 Pebruari


JAKARTA, JABARBICARA.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) minta masyarakat untuk mewaspadai potensi gelombang tinggi hingga enam meter di beberapa wilayah perairan Indonesia pada 25-26 Februari 2023.

"Dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada," kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/02/2023).

Ia mengatakan pola angin di wilayah Indonesia bagian utara dominan bergerak dari utara-timur dengan kecepatan angin berkisar 5-25 knot, sedangkan di wilayah Indonesia bagian selatan dominan bergerak dari barat daya-barat laut dengan kecepatan angin berkisar 5-30 knot.

"Kecepatan angin tertinggi terpantau di perairan selatan Jawa-P. Sumba, Laut Sawu, Laut Natuna Utara dan Laut Jawa," paparnya.

Kondisi tersebut, lanjut dia, menyebabkan peningkatan gelombang setinggi 1,25-2,5 meter berpeluang terjadi di perairan utara Sabang, perairan barat Aceh-Kepulauan Mentawai, perairan Bengkulu-barat Lampung, Samudra Hindia Barat Aceh-Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan timur Kepulauan Bintan-Kepulauan Lingga, perairan P. Bangka Belitung, Selat Gelasa, Selat Karimata, Laut Jawa, perairan selatan Kalimantan, perairan utara Jawa Barat-Jawa Timur, Laut Bali, Selat Lombok bagian utara.

Kondisi serupa juga berpotensi terjadi di Selat Makassar bagian selatan, perairan barat Sulawesi Selatan, perairan utara Sumbawa-Flores, Selat Sumba, Selat Sape bagian selatan, Teluk Bone bagian selatan, perairan selatan Baubau-Wakatobi, Laut Sulawesi bagian tengah dan timur, perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, perairan Kepulauan Sitaro, perairan Bitung, Laut Maluku, perairan Halmahera, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Kepulauan Sermata-Kepulauan Tanimbar, perairan selatan Kepupalauan Kai-Kep. Aru, Laut Arafuru, perairan utara Papua Barat-Papua, Samudra Pasifik Utara Halmahera-Papua.

Sedangkan, pada gelombang yang lebih tinggi di kisaran 2,5-4 meter berpeluang terjadi di perairan selatan Banten-Jawa Timur, perairan selatan Bali-Sumbawa, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, perairan P. Sumba, perairan P. Sawu-Kupang-P. Rotte, Laut Sawu, Samudra Hindia Selatan Banten-Jawa Tengah, Samudra Hindia Selatan Bali-NTT, perairan selatan Kep. Anambas-Kep. Natuna, Laut Natuna, Laut Sumbawa, Laut Flores, perairan Kep. Sabalana-Kep. Selayar.

Sedangkan gelombang sangat tinggi di kisaran 4-6 meter berpeluang terjadi Laut Natuna Utara, perairan utara Kepulauan Anambas-Kepulauan Natuna, Samudera Hindia selatan Jawa Timur. Pancaroba

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa kondisi cuaca ekstrem seperti angin kencang, angin puting beliung, dan hujan lebat berdurasi singkat berpotensi terjadi pada masa pancaroba, masa peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau.

"Pada Maret, April, Mei 2023, beberapa wilayah di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan mengalami periode transisi sebelum memasuki kemarau pada bulan Juni. Hal yang perlu diwaspadai, fenomena cuaca ekstrem yang sering muncul," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Jumat (24/02/2023).

BMKG memprakirakan curah hujan di wilayah Indonesia mulai mengalami penurunan karena fenomena La Nina yang semakin melemah.

Ketika La Nina terjadi, suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya dan kondisi tersebut mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Berdasarkan hasil pemantauan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menurut BMKG, saat ini intensitas La Nina terus melemah. 

Fenomena La Nina yang semakin melemah dan menuju netral menyebabkan penurunan curah hujan. Saat curah hujan menurun, titik api berpotensi muncul di hutan maupun lahan.

"Kewaspadaan yang lebih tinggi perlu dilakukan untuk mengantisipasi musim kemarau, yang diprediksi umumnya menunjukkan curah hujan yang berkurang, yang lebih rendah dari tiga tahun terakhir meskipun sifatnya kembali ke normal," kata Dwikorita. ***


0 Komentar :

    Belum ada komentar.