Garis Garis Dialog Nuning Damayanti


JABARBICARA.COM-- Ada gambaran ungkapan garis dengan gaya realis yang disederhanakan, ada juga garis yang menyampaikan narasi secara ilustratif dan dekoratif, juga garis yang dibuat melalui goresan kuas membentuk ekspresi-ekspresi wajah, selain itu terlihat ungkapan rupa fotografis yang diolah menjadi garis-garis mekanis yang juga ekspresif. Pada karya lainnya ada beragam wujud yang terbentuk dari garis-garis dengan teknik lukis Batik. Diantara sejumlah karya yang berwarna-warni primer tampil karya-karya berwarna hitam putih yang cukup dominan, karya-karya itu umumnya dibuat dengan garis torehan teknik cetak grafis, ada cukil kayu, linolium dan cetak saring.

Gambaran karya-karya itu ditampilkan dalam pameran di salah satu Galeri Virtual sebagai bagian dari 25 Galeri Virtual, yang secara serempak dipamerkan oleh perupa-perupa perempuan, dari Komunitas 22 Ibu Pameran bersama ini bertajuk “Persembahan 7Th 22 Ibu”, yang digelar bersamaan dan menjadi bagian acara akbar Bandung Art Month 2020 yang bertajuk “Edankeun”, berlangsung dari 22 Agustus - 22 Desember 2020. (bisa diakses https://youtu.be/Q2Pxzg9h9UE atau di YouTube Channel 'Komunitas 22 Ibu').

Mengamati karya-karya Nuning Damayanti yang bertajuk “Garis Garis Dialog: Nuning Damayanti” melalui galeri virtualnya, garis-garis yang dibuat dalam berbagai media menjadi hidup dan berjiwa, karena bisa menyebabkan terjadinya dialog dengan pemirsanya. Garis adalah unsur rupa awal dari bentuk dan wujud apapun. Garis-garis itu dibuat oleh perupa dan mewujud menjadi rupa yang nyata, rupa yang hanya kesan, rupa yang abstrak seperti juga garis-garis pada karya-karya Nuning. Ungkapan garis halus akan menyampaikan narasi kelembutan, garis organis bercerita tentang kelenturan/fleksibilitas, garis yang kasar bisa berbicara tentang kemarahan/angkara murka dan garis imajinatif yang kadang liar mencari kebebasan, garis patah-patah tajam bisa juga ungkapan sesuatu yang menyakitkan, semua itu ungkapan ungkapan ekspresi, imajinasi dan logika serta permasalahan yang ingin disampaikan oleh perupa dalam karya-karyanya apapun media dan teknik yang dipilihnya.

Sehingga menurut Nuning garis dapat mengungkapkan pikiran-pikiran dan permasalahan yang disampaikanseorang perupa dalam sejumlah karya-karyanya. Garis itu juga kadang membuat deformasi bentuk yang seringkali menyiratkan makna yang berlapis, sehingga pemirsa harus mecari ungkapan rupa permasalahan yang ingin disampaikannya. Bagi Nuning garis adalah inspirasi dalam proses berkarya yang selalu membuka ruang-ruang dialog. Garis -garis dialog antara dia dengan Sang Maha Dia, berupa karya dengan gambaran komposisi vertikal yang berjudul “Ibu Bumi”, pemikiran tentang perannya sebagai ibu dan tanggungjawabnya kepada Allah Semesta Alam dalam kehidupan sekarang dan kelak nanti dialam sana dibuat dengan Teknik drawing dan Kolase. Kemudian garis-garis dialog antara Nuning dan dirinya sendiri, gambaran autokritik dalam 5 serial kaarya yang bejudul “Narsistik” , gambar wajah perempuan berwarna hitam putih dibuat dengan teknik cetak grafis dengan media Fotogram, Nuning merespon media sosial masa kini yang menjadi penyaluran narsistik manusia termasuk dirinya berani tampil memamerkan wajah di media sosial Instagram, Face Book dan media lainnya.

Ibu Bumi. Karya Nuning. 2019 (Art/Jb)

Gambaran dialog antara dia dengan lingkungan diluar dirinya gambaran ilustrasi hitam putih, berjudul “Mandala” tentang perjalanan bersama keluarga berinteraksi dengan lingkungan sosialnya diberbagai lokasi. Gambaran dialog dia dengan alam sekitar juga dimunculkan dalam garis-garis ilustratif ketika dia rindu rumah jauh dari keluarga dan tanah airnya terlihat dalam serial karya yang berjudul “Lemah Cai”. Dialog yang muncul tanpa batas ruang dan waktu diungkapkan dalam karya-karya naratif mengenai masa lalu, masa sekarang dan mungkin masa depan. Karya-karya berseri ini terinspirasi dari mitologi Nusantara dan Eropa Klasik. Nuning meminjam Sosok Roro Kidul dan Venus, karya berseri ini adalah ungkapan ingatan masa kecil tentang dongeng-dongeng pengantar tidur dari neneknya, tentang mitologi Sunda dan mitologi klasik Eropa yang kuat terekam dalam memori, menunjukan pengaruh tersebut yang disebabkan kedekatannya secara emosional dengan neneknya pada masa kecil. Hubungan masa lalu dan masa kini muncul secara intuitif dalam alam bawah sadar terefleksikan cukup signifikan juga dalam sejumlah karya-karyanya. Gambaran-gambaran memori perjalanan hidup itu kemudian mewujud menjadi gariks-garis yang mengalir bercerita dan berdialog-satu dengan lainnya dari masa kemasa tentang dirinya.

Selain itu garis-garis yang ditorehkan oleh Nuning terlihat juga refleksi mengenai ungkapan keinginan aktualisasi diri juga auto kritik terhadap dirinya dan bahkan secara sadar memaklumi dirinya hanyut pada realitas masa kini dan interaksi ruang global melalui internet yang juga mempengaruhi dalam proses berkarya. Terefleksi dalam karya yang dibuat dengan sentuhan gaya Pop Art mengingatkan gambaran Andi Wahrhol memilih Tokoh Mao Tse Tung, Elvis Presley dan Marilyn Monroe menjadi obyek karyanya yang dibuat dengan teknik cetak saring. Demikian juga Nuning memilih “Ibu Fatmawati” sebagai sosok panutan karena terinspirasi oleh ketegarannya sebagai Ibu Negara pertama dan terakhir secara sukarela melepaskan gelar Ibu Negara tersebut ketika prinsip hidup berkeluarga tidak selaras dibuat dengan teknik Lukis Batik lilin dingin. Kemudian memilih sejumlah gambar super star idola “Dimash”, ditampilkan dengan ekplorasi teknik digital dan dicetak menyerupai teknik Cetak saring.

Sekali lagi setelah mengamati satu persatu karya Nuning, terasa sekali garis-garis dialog terbaca cerita perjalanan hidup seseorang, kita dibawa menapaki garis demi garis dari satu karya kekarya lainnya dan kita diajak untuk mencari benang merah penghubung narasi ke narasi selanjutnya, seolah dengan sengaja kita dibiarkan membaca biografi seorang Nuning Damayanti. Seorang perempuan dengan segala permasalahannya, seorang ibu yang harus memahami interaksi sosial anak-anaknya,kemudiann harus menyesuaikan diri kehidupan dunia masa kini. Seorang istri yang mendampingi menjadi belahan jiwa suami, seorang pendidik bagi mahasiswa di kampus dan sisi lain seorang perempuan yang ingin menjadi dirinya sendiri. Sisi lain itu sebagai seorang perupa, yang ingin menyampaikan ekspresi dan logika berfikirnya dalam menghadapi realitas kehidupan dan problem-problem sosial. Semua itu terefleksi pada karya-karyanya menjadi solusi dalam meghadapi permasalahan yang dihadapinya. (Art/Jb)

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.