Kapitalisme Menyuburkan Aksi Penipuan


Oleh: Wity (Aktivis Muslimah Purwakarta)

JABARBICARA.COM -- Niat hati ingin bekerja, malah kena tipu. Sungguh malang nasib puluhan warga Purwakarta itu. Setelah mengeluarkan uang jutaan rupiah demi mendapat pekerjaan, kini mereka harus gigit jari. Pasalnya, pekerjaan yang dijanjikan sang mantan karyawan hanya bualan.

Mengutip dari Jabarnews.com (27/10/2022), seorang mantan karyawan PT. Metro Pearl Indonesia berinisial DF (32 thn) tega menipu puluhan calon tenaga kerja. Dengan modus akan memasukkan korban untuk bekerja di PT. Metro Pearl Indonesia, pelaku pun meminta sejumlah uang. Mengaku mempunyai kenalan orang dalam dan statusnya sebagai mantan karyawan perusahaan pun memudahkan DF menggaet korbannya. Setidaknya ada 10 orang korban dengan total kerugian mencapai Rp 60 juta rupiah. Kini pelaku telah dibekuk dan ditetapkan sebagai tersangka.

Di tengah sulitnya mencari pekerjaan, penipuan terhadap calon tenaga kerja justru makin merajalela. Mengapa demikian?

Negara Abai, Rakyat Sengsara

Maraknya penipuan terhadap calon tenaga kerja tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Sistem ini telah memandulkan peran negara sebagai pengurus rakyat, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan dan kelayakan hidup. Lapangan pekerjaan yang seharusnya disediakan oleh negara, justru diserahkan kepada para kapitalis. Hal ini karena para kapitalislah yang menguasai dunia industri.

Sebagai contoh, pengelolaan kekayaan alam yang melimpah diserahkan kepada asing dan swasta. Pemerintah pun memberi kelonggaran kepada tenaga kerja asing untuk mendapatkan pekejaan, akibatnya rakyat tersisihkan.

Kondisi ini membuat rakyat sulit mencari pekerjaan. Tak jarang mereka membutuhkan kenalan orang dalam agar bisa bekerja di sebuah perusahaan. Inilah yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Memanfaatkan kesempitan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri, seperti menipu dengan iming-iming lowongan pekerjaan.

Di sisi lain, rakyat yang kesulitan mencari pekerjaan pun akhirnya rela melakukan berbagai cara demi mendapat pekerjaan. Salah satunya dengan membayar sejumlah uang. Hal ini membuka peluang terjadinya aksi penipuan. Kondisi semacam ini tak akan terjadi jika negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat. Sayangnya, saat ini kita hidup di tengah-tengah sistem kapitalisme. Sistem yang lebih mengutamakan keuntungan para kapitalis daripada kesejahteraan rakyatnya. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator yang merasa cukup hanya dengan memberikan stimulus-stimulus bagi rakyat yang belum mempunyai pekerjaan, tanpa menyediakan lapangan kerja yang memadai.

Selama sistem kapitalisme masih bercokol di negeri ini, berbagai aksi penipuan semacam ini akan terus terjadi. Rakyat akan semakin sengsara.

Rakyat Butuh Periayyah

Absennya penguasa sebagai periayyah (pengurus) rakyat, menjadikan kehidupan rakyat kian sengsara. Bahkan untuk mendapatkan pekerjaan pun sulit. Padahal bekerja adalah kewajiban bagi laki-laki. Karena itu, yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah sistem yang mampu mengurus rakyat dan mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan dan kelayakan hidup rakyat, yakni Islam.

Sebagai agama yang bersumber dari Al-Khaliq Al-Mudabbir Islam memiliki seperangkat aturan untuk memecahkan berbagai problem kehidupan, termasuk pekerjaan. Dalam Islam, bekerja adalah kewajiban bagi laki-laki. Haram hukumnya bagi laki-laki menganggur apalagi bermalas-malasan. Rasulullah saw. bersabda:

Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR Muslim)

Karena itu, penguasa dalam Islam akan turun tangan langsung untuk memastikan para lelaki menjalankan kewajiban tersebut.

Negara Islam juga memiliki proyek-proyek pengelolaan kepemilikan umum, seperti sumber daya alam yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dalam Islam, kepemilikan umum haram hukumnya diprivatisasi atau dikelola oleh korporasi. Negaralah yang bertanggung jawab mengelola dan menyalurkan keuntungannya kepada seluruh rakyat. Dengan konsep ini, negara Islam akan memiliki perusahaan dalam jumlah banyak dan besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja dari warga negaranya.

Di samping itu, negara Islam juga akan memastikan setiap warga negaranya mampu mengakses pendidikan. Selain membentuk mereka menjadi sosok berkepribadian Islam, mereka juga dididik agar memiliki kemampuan untuk bekerja, baik sebagai tenaga teknis maupun tenaga ahli. Sehingga, tidak ada alasan lelaki menganggur karena minimnya keahlian.

Kepribadian Islam yang terbentuk dari sistem pendidikan Islam pun akan membentengi rakyat dari perbuatan yang diharamkan syariat, seperti memberi suap demi mendapat pekerjaan atau menipu orang. Dengan demikian, aksi penipuan tenaga kerja tak akan terjadi. (**) 

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com


0 Komentar :

    Belum ada komentar.