Klaim Kebangkitan Ekonomi Belum Berkorelasi Dengan Kesejahteraan Rakyat


Oleh: Lilis Suryani ( Guru Dan Pegiat Literasi)

JABARBICARA.COM -- Kabar bahwa Provinsi Jawa Barat meraih 500 penghargaan serta klaim kondisi ekonomi yang semakin baik, ditandai dengan penurunan angka kemiskinan dan stunting disampaikan langsung oleh Ridwan Kamil beberapa waktu yang lalu.

Kang Emil, optimis bahwa Jabar akan mencapai kebangkitan dan kemajuan ekonomi  hal ini dilihat dari tingginya investasi dan telah ditandatanganinya sejumlah kerjasama dengan investor (Jabarprov.go.id).

Namun ironis, klaim pemerintah tersebut seolah berbanding terbalik dengan kondisi sebenarnya. Betapa tidak, melansir salah satu media online, memberitakan ratusan warga rela mengantre dan berdesakan selama berjam-jam demi mendapatkan beras murah kualitas medium saat operasi pasar di halaman kantor Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Minggu (12/3/2023). 

Sementara di Majalengka, ratusan warga saling berdesakan untuk mendapat dana sosial menjelang puasa, Minggu (12/3/2023). Mereka menadapatkan dana sosial dari Unit Pelayanan Keuangan Kabupaten Majalengka.

Kedua fakta ini hanya secuil saja yang terangkat media, fakta yang terjadi di lapangan jauh lebih memprihatinkan. Maka, klaim Jabar akan segera mencapai kebangkitan ekonomi patut dikritisi karena jauh panggang dari api dengan kondisi masyarakat. 

Belum lagi, tingginya investasi di Jabar rupanya tidak terlalu berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Lalu, jika masyarakat tidak mendapat imbas nya, maka tentu ada pihak lain yang diuntungkan atas tingginya investasi di Jabar. Ini yang mesti di kritisi dan di analisa lebih mendalam.

Dalam hal menghitung pertumbuhan ekonomi saat ini pun patut dikritisi, variabel yang dilibatkan yaitu investasi, konsumsi, ekspor dan impor. Jika salah satu saja variabelnya naik signifikan maka akan sangat mempengaruhi kenaikan pertumbuhan ekonomi.

Maka, samahalnya dengan yang terjadi di Jabar, tingginya investasi yang masuk ke Jabar melalui sejumlah kerjasama yang dilakukan dengan investor, seketika membawa kenaikan pertumbuhan ekonomi.

Dan, diprediksi Ini tidak terkait sama sekali dengan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Perhitungan seperti ini menjadikan upaya pengentasan kemiskinan dengan memberi bantuan tunai (jaring pengaman sosial) menjadi tidak ada nilainya.

Saat bicara masalah mengentaskan kemiskinan dan konsumsi masyarakat, pangkalnya ada pada adanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses kekayaan yang ada dalam bentuk kegiatan ekonomi, seperti industri, perdagangan, jasa dan pertanian.

Dan faktanya, saat ini, masyarakat sulit untuk mengakses sumber-sumber ekonomi, baik tanah, SDA, bahkan meningkatkan skill dalam berusaha.

Kesulitan ini, jelasnya, karena SDA strategis yang dibutuhkan publik telah dikuasai perorangan dan korporasi. Tanah sebagai sumber ekonomi yang paling utama juga sulit diakses karena adanya konsensus lahan oleh investor demi kegiatan ekonomi skala besar semisal perkebunan, pertambangan dan industri pertanian.

Peningkatan skill melalui pendidikan pun tidak terjadi. Faktanya, sebagian besar tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD-SMA hampir 95% .

Ini menjadikan mereka sulit memiliki nilai tambah bagi aktivitas ekonomi mereka. Pemerintah juga belum mampu menyelenggarakan pendidikan berkualitas yang melahirkan tenaga kerja berskill tinggi bahkan para ahli di bidangnya.

Sempitnya kesempatan untuk mengakses kekayaan alam ini, menjadikan ekonomi di tingkat bawah tidak tumbuh. Ketika kegiatan ekonomi tidak tumbuh, maka masyarakat tidak mendapatkan tambahan income. Kondisi ini rentan untuk terjatuh pada kemiskinan jika terjadi kenaikan harga bahan pangan, bencana atau inflasi.

Karena itu, mengentaskan kemiskinan dengan sistem kapitalisme, mustahil. Selama kekayaan alam dikuasai oleh perorangan atau korporasi atas nama kebebasan kepemilikan, pasti ekonomi masyarakat tidak akan tumbuh.

Pemerintah juga nampak semakin tidak berdaya akibat minimnya anggaran untuk memberikan subsidi, bantuan dan penyelenggaraan layanan publik. Menurunnya kualitas layanan publik, yakni pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar akan menjadikan rakyat semakin lemah dan tidak memiliki daya saing. Kondisi ini akan menghantarkan pada lingkaran kemiskinan baru yang lebih rumit.

Lain halnya dengan Islam, agama yang mempunyai seperangkat aturan hidup ini,  menawarkan konsep ekonomi yang sederhana, mudah diimplementasikan dan hasilnya teruji menyejahterakan.

Konsep ekonomi Islam akan dituangkan dalam politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam dalam sebuah negara diterapkan untuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyat, orang per orang, secara menyeluruh.

Selain itu, negara berbasis syariat Islam membuka kesempatan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar yang mampu diraih sebagai manusia yang hidup dalam suatu masyarakat yang khas, dengan corak dan gaya hidup yang unik.

Kebijakan ekonomi negara ini,  menitikberatkan pada distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Secara teknis, penerapannya melalui implementasi hukum-hukum Islam yang terkait dengan aktivitas ekonomi ,yakni pertanian (hukum tentang tanah dan lahan),perdagangan, jasa dan industri.

Kaidah ekonomi Islam tentang kepemilikan (kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara) dan kaidah kepemimpinan Islam akan menjadikan negara menjadi penjaga kekayaan rakyat.

Pemimpin dalam Islam akan mengelolanya demi kesejahteraan, melaksanakan pendidikan berkualitas untuk membekali rakyatnya dengan pengetahuan hingga bisa bersaing dengan bangsa lain di berbagai bidang kehidupan. Konsepsi ini akan mudah dipraktikkan oleh negara manapun dengan mudah tanpa perlu bantuan dari negara lain apalagi hutang.

Terbukanya kesempatan rakyat dalam mengakses sumber-sumber ekonomi dengan kegiatan ekonomi yang berkualitas, tentunya akan menumbuhkan ekonomi sektor riil, meningkatkan income (penghasilan) dan meningkatkan konsumsi rakyat terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan. Maka, adanya kemampuan berupa income akan menyelesaikan masalah kemiskinan.

Begitulah, konsep menyelesaikan kemiskinan dalam pandangan Islam yang mudah untuk dipahami. ***


0 Komentar :

    Belum ada komentar.