Pemulihan Ekonomi Jabar Pasca Pandemi Harus Mandiri


Oleh: Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka dan Member WCWH)

JABARBICARA.COM-- Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat terkait Penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama Antara Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD Jawa Barat terhadap Rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (RKUA-PPAS) APBD Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2021, telah dilaksanakan di Gedung DPRD Jawa Barat Kota Bandung Jumat, 11 September 2020.

Pembangunan Jabar tahun 2021 akan fokus kepada percepatan pemulihan bidang yang terdampak pandemi global Covid-19. Hal itu terdiri dari akses pendidikan untuk semua, desentralisasi pelayanan kesehatan, pertumbuhan ekonomi umat berbasis inovasi, pengembangan destinasi dan infrastruktur pariwisata, pendidikan agama dan tempat ibadah, infrastruktur konektivitas wilayah, gerakan membangun desa, subsidi gratis golongan ekonomi lemah, serta inovasi pelayanan publik dan penataan daerah. (pikiran rakyat tasikmalaya.com, 15/9/2020)

Pembangunan pasca pandemi bertitik berat pada infrastruktur dengan skema pendanaan pinjaman daerah. Namun, skema pembangunan pasca pandemi hanya di tingkat mikro ekonomi, sementara tingkat makro ekonomi masih sama, yaitu penerapan ekonomi kapitalisme. Hal itu tidak akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Sistem kapitalisme terbukti telah menjadikan rakyat sebagai sasaran empuk untuk memenuhi kebutuhan pribadi para kaum kapitalis. Penjajahan gaya baru yang mereka lakukan berhasil menguras habis tenaga dan biaya yang dikeluarkan rakyat, dan sasaran mereka adalah masyarakat yang masuk dalam kategori kalangan menengah ke bawah.

Memberikan berbagai macam pilihan hidup yang menstandarkan semua pada kebahagian dan tolok ukur hidup mereka adalah uang. Membuat para Penjajah Neo Liberal menciptakan bermacam produk baik barang atau jasa bagi masyarakat. Justru semua kebijakan yang dikeluarkan bagi rakyat bukan menuntaskan persoalan kemiskinan, melainkan semakin membuat rakyat terjebak dalam persoalan yang ada dengan menambah persoalan yang baru.

Saat ini pemerintah telah gagal membawa rakyat menuju kesejahteraan. Pasalnya meski banyak yang telah pemerintah lakukan salah satunya yaitu perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang mulai merata disetiap pulau tidak membuktikan bahwa rakyat mendapatkan keuntungan darinya, tapi semakin membuat rakyat tersingkirkan. Karena semua kebijakan lebih membantu perusahaan atau tenaga kerja asing untuk mendapatkan kehidupan layak dibandingkan rakyatnya sendiri.

Indonesia dengan berbagai macam hasil SDA yang ada seharusnya menjadikan negerinya lebih maju dan sejahtera yang merata bagi rakyat, sebaliknya Indonesia justru menjadi incaran negara lain untuk dijajah dan mengeruk seluruh potensi sumber daya yang tersedia sehingga menjadikannya terbelakang karena terkungkung dalam ikatan perjanjian mengikat yang harus mengikuti segala sesuatunya berdasarkan sistem yang dianutnya.

Indonesia sangat berpotensi menjadi negara yang makmur nan sejahtera karena kekayaan alamnya yang berlimpah. Namun, sistem aturan yang dimilikinya tidak akan berhasil jika terus dipertahankan. Seperti di negara lainnya yang telah menjadi budak sistem kapitalisme-sekulerisme, selamanya akan menjadi budak dan akan terus merusak tatanan negara yang mereka miliki.

Sudah saatnya kita meniadakan sistem aturan hari ini (kapitalisme) yang hanya menyengsarakan dan menghancurkan akidah saja. Sudah banyak terbukti kebobrokan sistem ini, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sebagainya, yang justru bukan mensejahterakan rakyat melainkan mensejahterakan individu yang berkepentingan.

Hanya Islam yang mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan, yang menjaga setiap jengkal akidah dan membagi hasil bumi yang dimiliki suatu negeri bukan untuk negara saja melainkan rakyat. Mengedepankan keadilan dan kemakmuran, melindungi umat dari ancaman berbahaya yang dilakukan kaum kafir untuk merusaknya.

Setiap persoalan yang ada dapat diselesaikan secara tuntas, dan tidak menghalalkan apa-apa yang jelas dilarang oleh Rabb-Nya, sebab aturan yang ada bukan berasal dari akal manusia melainkan Allah SWT sebagai pembuat aturan dan sanksinya bagi setiap pelanggaran yang ada.

Islam sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya juga telah mengatur sumber pendapatan dan pengelolaan keuangan negara. Dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, Syaikh Taqiyuddin an-Nahbani (2004: 232) menjelaskan bahwa dalam Islam, negara (Khilafah) bisa memperoleh sumber-sumber penerimaan negara yang bersifat tetap yaitu dari: harta fa’i, ghanîmah, kharaj dan jizyah; harta milik umum; harta milik negara; ‘usyr; khumus rikâz; barang tambang; dan zakat.

Dengan seluruh sumber di atas, pada dasarnya negara akan mampu membiayai dirinya dalam rangka mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan. Dalam negara Khilafah, bahkan pajak hanya dipungut sewaktu-waktu, yaitu saat kas negara benar-benar defisit. Itu pun hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya saja, tidak berlaku secara umum atas seluruh warga negara.

Hal ini bisa terjadi mengingat begitu melimpahnya penerimaan negara. Sebab, dari hasil-hasil SDA saja (jika sepenuhnya dimiliki/dikuasai negara), kas negara akan lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyatnya, dengan catatan tidak ada campur tangan pihak asing dalam mengelola sumber pendapatan negara.

Jelas ini semua hanya akan terwujud jika pemerintah mengatur negara ini dengan syariah Islam, termasuk dalam pengaturan ekonomi dan keuangan negara. Sebagai langkah awal, maka Kaum Muslim perlu mewujudkan institusi penegaknya, yakni Khilafah Islam, sebagai satu-satunya institusi yang bisa menegakkan syariah Islam di tengah-tengah manusia.

Penerarapan syariat Islam sekaligus merupakan wujud ketakwaan kita kepada Allah SWT. Dengan ini kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pada akhirnya, kaum Muslim akan menuai keberkahan-Nya, dari langit dan bumi. Wallâhu a’lam bishshawab.

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.