Tragedi Sepatu Putih Cipratkan Noda Dunia Pendidikan


GARUT, JABARBICARA.COM- Tulisan tentang dibakarnya sepatu milik seorang siswa oleh gurunya ini tidak hendak berbombatisme. Walau mungkin kata-katanya berdiksi gambaran hati, tetapi susunan narasi tetap terpelihara sebagai wujud dari runtut logika yang pengertiannya dapat diterima dengan keadilan pikiran dalam menyikapi peristiwa yang terjadi.

Sebuah peristiwa fenomenal telah terjadi. Disebut fenomenal karena selain tidak biasa, peristiwanya dapat membuat gejolak dilematika untuk menentukan sah atau tidaknya sebuah tindakan hukuman terhadap kelalaian seorang siswa SMP dinilai secara etika, moral, bahkan hukum formal.

Akan halnya tetang pembakaran sepatu Rian, siswa kelas 8 SMP Negeri 2 Cibiuk, Kecamatan Cibiuk Kidul, Kabupaten Garut ini, penulis secara langsung mendapatkan keterangan dari seorang pengajar olah raga pada sekolah yang bersangkutan, UB, Rabu, (05/02/2020).

Senin, (03/02/2020), saat upacara, kata UB, LSH --seorang guru yang menjabat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan-- mendapati Rian ternyata masih menggunakan sepatu yang tidak sesuai dengan aturan sekolah. Sebelumnya LSH telah berulang-ulang mengingatkan Rian agar menggunakan sepatu yang berwarna hitam sesuai aturan sekolah.

Sejauh teguran serta peringatan terhadap Rian ini, papar UB, Rian tetap tak bergeming --tetap tidak mengindahkan arahan dari LSH agar dia mematuhi aturan sekolah.
Hingga saat upacara Senin pagi itu, rupanya kesabaran LSH besalin rupa menjadi kekesalan. Sepertinya batas kesabaran LSH terlampaui dorongan rasa marah yang sesaat itu mencuat.

Menurut UB, LSH dibantu MG akhirnya mengambil tindakan membakar sepatu milik Rian.
"Rupanya Bu LSH sudah hilang kesabaran menegur Rian. Maklum manusia, Pak," ungkap UB.

Adalah Rian. terbilang siswa yang memiliki karakter prilaku yang relatif berbeda dari siswa lainnya. Rian sendiri seharusnya sudah duduk pada kelas IX --karena tidak naik kelas, dia tetap di kelas VIII.

Dalam banyak mata pelajaran, Rian memang sering tertinggal sehingga dia tidak naik kelas.
Nada serupa itulah yang penulis dapat dari sebagian besar guru, bahkan dari seorang orang tua yang sempat penulis tanya.

Sebegitu parahkah akan kondisi pribadi Rian ini sehingga membuat penasaran penulis untuk menemuinya?

Tidak ada ciri yang mencolok mata dari tampilan dan sikap Rian ini, kecuali saat itu dia mengenakan sandal jepit berwarna hijau. Rian tampak masih sangat muda dalam sikap malu-malunya. Terlalu dini jika kita memberikan penilaian dengan 'cap anak pembangkang aturan', yang dengan asumsi itu kita lantas menghukum prilakunya dengan tindakkan yang tidak layak ditimpakan.

Menilik karakter prilaku Rian secara empiris, sejatinya dia itu tidak membahayakan-membahayakan amat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan sekolahnya.

Para guru hanya jangan bosan-bosannya terus membimbing serta mengarahkan guna menyadarkan dia akan pentingnya kedisiplinan demi sebuah keteraturan. Terus dan terus selama Rian berada dalam lingkup kewajiban guru.
Bukan waktu benar yang menjadi batas berhentinya bimbingan, melainkan keberhasilan merubah kekurangan menjadi kecukupanlah yang layak menjadi batasnya.

Berselang beberapa jam setelah obrolan dengan UB, lagi-lagi, sebuah berita yang berjudul 'Kadisdik Garut: Sesuai SOP, Guru Pembakar Sepatu tidak Akan Diberikan Sanksi', membuat pikiran ini semakin tergelitik.

Tergelitik bukan atas kebijakan tidak diberi sangsinya pelaku pembakaran sepatu milik siswa itu, melainkan tergelitik karena pernyataan dari seorang setingkat Kadis Pendidikan yang menyebutkan bahwa pembakaran sepatu milik siswa itu sesuai SOP --dikutip dari galamedianews.com: "guru tersebut sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)." (05/02/2020).

Menyimak judul serta kutipan bagian isi berita tersebut, benak ini terjejali banyak rasa penasaran.

Apakah dengan pernyataan demikian itu perlakuan pemberian hukuman terhadap Rian dengan membakar sepatunya menjadi sah dan legal?

Sebegitu radikalkah SOP pembinaan mental-spiritual bagi seorang siswa yang, mungkin, dianggap pembangkang aturan.

Sebuah Opini : T. Gempur

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.