Harga Bahan Pangan Melejit, Kehidupan Rakyat kian Sulit


Oleh Arini Faaiza
Ibu Rumah Tangga, Member AMK

JABARBICARA.COM-- Belum hilang kesulitan rakyat akibat naiknya harga minyak goreng, kini publik harus kembali harus menelan pil pahit karena kenaikan harga kedelai. Bukan hanya pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu yang menjerit, masyarakat pun panik karena tempe dan tahu yang notabene menjadi sumber protein dengan harga terjangkau, menghilang dari pasaran selama beberapa hari.

Raibnya produk berbahan baku kedelai tersebut merupakan imbas dari kenaikan harga kedelai yang mencapai 30 persen sejak November 2021. Hal inilah yang memicu terjadinya mogok kerja para pengrajin tempe dan tahu beberapa waktu yang lalu. Mereka berharap pemerintah memperhatikan kesulitan yang kini tengah dihadapi. Dan selanjutnya dapat mengintervensi harga agar tetap stabil, serta menjamin ketersediaan stok kedelai di pasaran. (jabarekspres.com, 16/02/2022)

Berbagai alasan melatarbelakangi kenaikan harga kedelai. Kali ini menurunnya produksi kedelai di Argentina dan Brazil ditengarai menjadi penyebabnya, sehingga suplai kedelai dunia hanya bergantung pada Amerika Serikat. Di sisi lain, dalam rangka reformasi pakan babi, China memborong kedelai dari Amerika Serikat yang berakibat melonjaknya harga kedelai dunia dan berpengaruh terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal ini dikarenakan stok kedelai Indonesia selama ini mengandalkan impor dari negara Paman Sam tersebut.

Pemerintah berdalih bahwa impor kedelai dilakukan karena permintaan dari pengusaha dan pengrajin tahu dan tempe yang lebih memilih menggunakan kedelai impor yang memiliki kualitas yang jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan produk lokal.

Meskipun demikian seyogyanya pemerintah tidak boleh berpangku tangan dan hanya mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai yang cukup tinggi. Negara seharusnya berpikir mandiri serta mengupayakan kebijakan yang mendukung terciptanya swasembada kedelai. Memperbaiki kualitas produk lokal dengan cara  mengerahkan seluruh sumber daya dan teknologi untuk menciptakan varietas-varietas kedelai unggulan, sehingga rakyat dapat mengakses bahan baku kedelai terbaik dengan harga terjangkau. Dengan demikian stok kedelai dalam negeri akan aman dan para pengrajin pun dapat bekerja dengan tenang tanpa harus terus-menerus mengkhawatirkan kenaikan harga apalagi sampai mogok berproduksi.

Namun, menciptakan swasembada kedelai atau pangan juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sistem ekonomi kapitalisme yang kini tengah diterapkan di dunia termasuk Indonesia tidak memungkinkan negara untuk memperhatikan kesejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam, baik dari sektor pertanian, paternakan maupun perikanan secara mandiri. Negara dalam sistem ini lebih cenderung konsumtif dengan barang-barang impor ketimbang produksi sendiri dengan mekanisme yang tepat guna dan tenaga ahli yang handal.

Maka tidak mengherankan jika dari tahun ke tahun polemik harga kedelai terus saja terjadi tanpa ada solusi yang benar-benar mampu menyelesaikannya. Kebijakan yang ada pun hanya bersifat parsial, sehingga permasalahan yang sama kerap terulang kembali. Bahkan di tengah pandemi yang tak kunjung usai, beragam permasalahan muncul silih berganti seolah tak ada habisnya.

Seperti inilah ketika sistem kapitalisme yang diterapkan untuk mengatur kehidupan. Kesejahteraan seolah hanya angan-angan yang tak kunjung menjadi kenyataan. Sangat berbeda dengan sistem Islam yang memiliki solusi tuntas dari akar hingga ke daun. Dimulai dengan kebijakan yang sahih hingga mekanisme yang bersifat teknis.

Dalam Islam, kebutuhan pangan merupakan masalah krusial. Untuk itu negara harus mampu mandiri dan tidak boleh bergantung pada negara lain. Negara harus memiliki aturan yan baku untuk membantu petani memproduksi produk pangan berkualitas. Menghentikan alih fungsi lahan dan menyediakan lahan pertanian, menjamin ketersediaan pupuk, bibit unggul serta alat-alat produksi dengan biaya ringan. Memberdayakan sektor pertanian secara  serius dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian. Negara pun tidak boleh mengekspor produk pangan apabila kebutuhan di dalam negeri belum terpenuhi.

Negara dalam sistem Islam memiliki mekanisme lain untuk menjadikan lahan yang ada lebih produktif, yakni dengan menghidupkan tanah mati agar dapat dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat. Menghidupkan tanah mati artinya mengelola tanah atau menjadikan tanah tersebut siap untuk ditanami. Memisahkan harta sesuai dengan kepemilikan, baik individu, umum, maupun negara. Sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Rasulullah saw. bersabda:

"Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu hak miliknya." (HR. Bukhari)

Selain itu negara juga wajib memberikan modal kerja bagi warga yang tidak mampu. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab yang memberikan bantuan kepada para petani di Irak yang diambil dari kas negara (Baitulmal). Sehingga dengan harta tersebut para petani dapat mengelola lahan dan memenuhi kebutuhannya.

Pemimpin Islam akan mendistribusikan bahan kebutuhan secara adil dan merata. Melarang keras permainan harga pasar dan aksi penimbunan barang sehingga harga pangan akan stabil. Mereka memenuhi tanggung jawabnya sebagai pengayom dan penjamin kesejahteraan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"...seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya." (HR. Muslim)

Demikianlah sistem Islam memberikan solusi tuntas berbagai permasalahan umat, tak terkecuali dalam persoalan kenaikan harga kedelai yang saat ini tengah bergejolak. Kesejahteraan hanya dapat terwujud apabila sistem Islam diterapkan secara total dan menyeluruh dalam sebuah institusi negara warisan Rasulullah. Maka, sudah saatnya umat menyadari urgensi memperjuangkan tegaknya sistem Islam agar permasalahan umat segera terselesaikan, sebab berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme bak pungguk merindukan bulan.

Wallahu a'lam bi ash shawab.

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara.com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.