Kemana Arah Pendidikan Vokasi Hari Ini?


Oleh: N. Vera Khairunnisa

JABARBICARA.COM -- Ketika memutuskan untuk bersekolah di SMK, biasanya karena berharap setelah lulus, bisa langsung mendapatkan pekerjaan. Namun realitasnya hari ini, tidak sedikit yang lulusan SMK pun mereka menjadi pengangguran.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) mengatakan bahwa lulusan SMK saat ini menjadi penyumbang pengangguran tertinggi di Jawa Barat. Oleh karena itu, ia meminta kepada semua sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk beradaptasi dengan kebutuhan sektor industri, agar tidak lagi menjadi penyumbang pengangguran. (voi. id, 04/02/22)

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja, sekolah vokasional masih menjadi harapan dalam mencetak tenaga kerja andalan. Oleh karena itu, Sekda Jabar mengapresiasi Sekolah Vokasi atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sudah menyiapkan fasilitas "Teaching Factory" dengan baik. Ia pun mendukung terbentuknya ekosistem bisnis bagi produk yang dihasilkan sekolah vokasi. (cianjur. pikiran-rakyat. com, 04/02/22)

Sekilas mungkin orang akan berpikir bahwa upaya yang dilakukan pemprov Jabar tersebut sangat baik. Karena hal tersebut bisa menjadi solusi mengurangi angka pengangguran di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.

Namun, pernahkah kita berpikir apakah memang melahirkan tenaga kerja merupakan satu-satunya tujuan pendidikan SMK? Bagaimana dampaknya ketika tujuan pendidikan hanya seperti itu?

Menurut Gubernur Jabar, Keterampilan di SMK harus diperbaharui, agar apa yang industri butuhkan bisa dicukupi oleh sumber daya manusia (SDM). Apalagi, di kawasan segitiga Rebana (Cirebon, Patimban, dan Kertajati) akan berdiri 13 kawasan industri yang bisa membuka lapangan kerja sebanyak 4 juta, untuk itu perlu ada persiapan SDM yang mumpuni. (voi. id, 04/02/22)

Kita bisa melihat dengan jelas bahwa arah industrialisasi jabar mentok sebagai penyedia tenaga kerja bagi berputarnya roda industri korporasi besar. Sehingga output pendidikan pun sekadar menjadi buruh.

Pertanyaannya, siapakah pemilik kawasan industri atau korporasi besar tersebut? Apakah warga lokal atau asing? Sangat miris ketika pemilik korporasi besar tersebut merupakan warga asing. Otomatis rakyat hanya menjadi buruh di negeri sendiri.

Di sisi yang lain, masih menjadi PR besar adalah bahwa siswa SMK kerap identik dengan tawuran. Walau tidak semuanya seperti itu, tidak dipungkiri realitasnya ada. Misalnya saja yang terjadi di Tangerang sebulan lalu, dimana ada aksi tawuran antar siswa yang menyebabkan satu korban meninggal dunia. (republika. co. id, 14/01/22)

Kita harus membuka mata, itulah realitas produk pendidikan ala kapitalis sekuler. Generasi dididik hanya menjadi tenaga kerja atau buruh demi kepentingan para kapital atau pemilik modal. Dalam menjalani proses pendidikan, sangat minus nilai spiritual. Sehingga lahirlah generasi dengan kepribadian rapuh.

Apa yang terjadi saat ini menunjukkan ancaman terhadap esensi pendidikan. Sebuah kerugian besar bagi umat jika SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan tidak mampu membangun peradaban mulia, melainkan hanya menjadi alat untuk berputarnya roda ekonomi kapitalis.

Pendidikan Vokasi dalam Perspektif Islam

Sebagai sebuah sistem yang paripurna, Islam senantiasa mampu menjawab setiap tantangan zaman. Termasuk di era digital dan industri seperti hari ini. Jika diterapkan dalam kehidupan, sistem Islam akan sangat mampu menjadikan Indonesia menjadi negara maju.

Dalam Islam, generasi tidak akan dicetak hanya sebagai tenaga kerja atau buruh demi kepentingan kapitalis. Namun, generasi akan dididik agar menjadi pribadi yang Islami, yang shalih, faqih fiddin, menguasai sains dan teknologi bukan untuk kepentingan pribadi atau korporasi, namun untuk kemaslahatan manusia.

Kurikulum pendidikan vokasi pun disusun untuk membekali lulusannya dengan keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat. Termasuk perkembangan teknologi, akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar kemajuan yang bernilai materi.

Oleh karenanya, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporat yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya.

Semua itu tentu dapat terwujud jika sistem ekonomi dan politik dalam negara juga diselenggarakan sesuai Islam. Negara tidak akan membiarkan sekelompok orang menarik keuntungan sepihak.

Politik Islam juga tidak akan membiarkan negara dalam keadaan lemah. Penguasaan teknologi yang diaplikasikan dalam pendidikan vokasi akan menghasilkan lulusan terampil bagi kepentingan negara. (muslimahnews)

Dengan demikian, sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam, agar potensi generasi tidak dikerdilkan lagi. Namun akan didudukan sesuai yang seharusnya, yakni sebagai mercusuar peradaban. Wallahua'lam (**)

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.