Proyek Asing Menggurita, Ekonomi Rakyat Kian Menderita


Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi

JABARBICARA.COM -- Kondisi ekonomi saat ini tak bisa dipungkiri sangatlah menyedihkan. Rakyat semakin merana dan susah akibat melambungnya harga berbagai macam bahan-bahan pokok. Padahal, rakyat pula sedang kesusahan akibat pandemi yang masih menyelimuti. Sehingga, pendapatan rakyat pun secara otomatis berkurang bahkan tak sedikit yang kehilangan pekerjaan.

Di saat rakyat kesusahan secara ekonomi, pemerintah justru gencar membuat kebijakan yang menyusahkan rakyat. Mulai dari harga pangan yang melonjak, kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng, sampai pada kenaikan harga gas LPG nonsubsidi. PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas LPG nonsubsidi untuk jenis Bright Gas 5,5 kg dan 12 kg. Untuk kenaikan harga 12 kg dimulai pada tanggal 27/2.

Bukan kali ini saja Pertamina menaikkan harga gas LPG nonsubsidi. Sebelumnya pada 25 Desember 2021 pun, harga gas LPG juga pernah dinaikkan. Menurut Irto Ginting selaku Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Sinaga, Subholding Commercial and Tranding menjelaskan, penyesuaian harga dilakukan untuk mengikuti perkembangan industri dan gas. (Kumparan.com, 27 Februari 2022)

Sungguh miris kebijakan yang diambil pemerintah. Bukannya mengurangi beban hidup rakyat, yang ada justru kian menambah berat dan menyengsarakan. Saat ekonomi yang dirasakan rakyat lesu, sebaliknya proyek asing menggurita. Salah satunya industri ‘raksasa’ PT Mc Dermott Batam Indonesia. Perusahaan asing ini meraup nilai proyek pertamanya, Tyra Redevelopment Project mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp 7,5 trilliun. Bukan hanya ini saja, Dermott tercatat sudah mengantongi sejumlah proyek besar lainnya.

Adapun Tyra merupakan nama ladang gas di Denmark. Memproduksi 90 persen gas untuk bangsa Denmark. Perusahaan asal Amerika Serikat ini, akan mengerjakan empat proyek besar hingga tahun 2021. ( batamnews.co.id, 16 Oktober 2018)

Proyek asing yang menggurita di tanah air ini, sesungguhnya sangat banyak jumlahnya. Perusahaan-perusahaan asing yang bercokol dan meraup banyak keuntungan, mendapatkan sambutan meriah dari para penguasa negeri ini. Mereka disambut dengan tangan terbuka, atas nama kerjasama atau investasi. Tentu saja hal ini terjadi karena negeri ini berpegang pada sistem Kapitalisme Sekulerisme Neoloberalisme yang mengusung kebebasan kepemilikan individu dengan cara privatisasi. Akibatnya, penguasaan sumber daya alam milik rakyat terus terjadi. Semua ini dikuasakan pada pihak swasta, bahkan asing. Keberadaan pemerintah dalam hal ini hanya sebagai regulator saja yang memfasilitasi kepentingan swasta yang bermodal besar.

Sungguh, sikap pemerintah itu melanggengkan kekuasaan para pemilik modal dan membuat kebijakan sesuai dengan pesanan mereka. Dengan menganut sistem rusak yang menuhankan hawa nafsu dan kepentingan segelintir orang, yang berdampak menyengsarakan rakyat. Hal itu dikarenakan sistem tersebut karena membuka lebar jalan bagi siapa saja yang bermodal besar untuk berinvestasi sebanyak-banyaknya. Sementara rakyat, bukanlah menjadi prioritas dalam kepengurusannya. Rakyat cenderung diabaikan untuk mencari solusi sendiri tanpa bantuan dari pemerintah. Akibatnya, penguasa sibuk dengan pembangunan infrastruktur, impor, dan berbagai hal yang sudah jelas menyulitkan rakyat.

Ini tentu berbeda dengan Islam, sistem ekonomi Islam bersandar pada akidah Islam bahwa seluruh harta di dunia ini adalah milik Allah Ta’ala. Agar kehidupan manusia teratur dalam pengelolaan dan penguasaan terhadap harta tersebut, terdapat pilar-pilar ekonomi Islam. Yakni, kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (at-tasarruf fil milkiyah), dan distribusi harta kekayaan di tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayan-nas).

Ekonomi Islam tidak hanya memikirkan cara agar harta bertambah, melainkan mengatur ekonomi manusia yang disebut dengan kepemilikan. Dalam Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu individu, umum, dan negara.

Dalam aspek pemanfaatannya, kepemilikan ini tidak boleh saling tumpang tindih. Individu tidak boleh memiliki harta masyarakat umum, hanya karena individu tersebut mempunyai kekayaan melimpah. Islam tidak mengizinkan adanya investor, apalagi asing untuk memiliki harta umum.

Semua harta milik umum akan dikelola sepenuhnya oleh negara dan penggunaannya sepenuhnya diserahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Itu karena peran pemimpin dalam Islam adalah sebagai penanggung jawab utama yang mengatur seluruh kebutuhan rakyat. Rasulullah saw. menegaskan dalam sabdanya: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat rakyat) dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Dengan menyadari kewajiban utama ini, negara tidak akan mudah membuka keran investasi berkedok kerjasama. Kemandirian dalam berbagai aspek termasuk kebutuhan pokok rakyat, akan dipenuhi negara melalui pengelolaan sumber daya alam dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejak awal abad ke-9 M, peradaban kota-kota besar muslim yang tersebar di timur dekat Afrika Utara dan Spanyol, telah ditopang dengan sistem pertanian yang sangat maju, irigasi yang luas, serta pengetahuan pertanian yang sangat tinggi. Peradaban Islam telah berhasil melakukan transformasi besar di berbagai sektor, termasuk pertanian yang dikenal sebagai Revolusi Hijau Abad Pertengahan. Produk yang dihasilkan pun akan dipastikan kehalalannya dan keamanannya.

Oleh karenanya, dengan menerapkan aturan Islam dalam bingkai kepemimpinan Islam, kesejahteraan rakyat akan terwujud secara nyata. Sebab ketika Islam diterapkan, Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami akan siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS Al-‘Araf : 96)

Wallahu a’lam bish shawab.

Isi Artikel diluar tanggungjawab Redaksi Jabarbicara. com

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.