Soroti Kasus Kecelakaan Kereta Cepat, KAMMI Jabar Desak Penyelidikan di Proyek Strategis Nasional


BANDUNG, JABARBICARA.COM --Terjadi kembali kecelakaan di proyek strategis nasional Kereta Cepat Jakarta-bandung (KCJB), yang memakan korban 6 orang 2 diantara meninggal dunia warga negara asing (WNA). Kejadian ini terjadi pada hari Minggu 18 Desember 2022 di desa Cempaka Mekar, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Berdasarkan penjelasan dari pihak KCIC kecelakaan terjadi pada rangkaian kereta kerja bukan kereta cepat. 

Menanggapi kejadian ini, Agung Munandar ketua PW KAMMI Jabar menyoroti SOP dan sistem keselamatan kerja di proyek strategis nasional tersebut.

"KAMMI melihat ada yang tidak beres dalam SOP dan sistem keselamatan kerja di wilayah proyek strategis nasional Kereta Cepat tersebut, seharusnya bisa dihindari dengan memitigasi resiko, agar kejadian tersebut tidak terjadi, bayangkan ini baru rangkaian kereta kerja yang anjlok jangan sampai pada saatnya nanti terjadi di kereta cepat gara-gara kondisi rel tersebut," ungkap Agung Munandar. 

Pihaknya juga menilai bahwa proyek strategis nasional ini juga terkesan dipaksakan agar segera selesai tahun depan, sehingga bobot kerja semakin tinggi.

"Dari awal kan kami juga mengkritik proyek yang membuang-buang APBN ini, proyek kereta cepat ini dipaksakan harus selesai pertengahan 2023, ini yang mengakibatkan bobot waktu pekerja semakin tinggi demi mengajar time line penyelesaian," ujarnya. 

Perlu diketahui bahwa presiden menargetkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini ditargetkan akan segera selesai dan bisa dinikmati warga pada bulan Juni tahun 2023.

Agung Munandar juga selaku ketua PW KAMMI Jawa Barat mendesak agar pihak terkait menginvestasi dan mengaudit secara menyeluruh proyek strategis nasional ini.

"Kami juga mendesak pihak terkait agar melakukan investigasi dan audit secara menyeluruh SOP dan sistem keselamatan kerja kereta cepat ini kedepan tidak boleh ada kecelakaan yang merenggut korban jiwa di proyek strategis ini baik itu pekerjaan WNA maupun juga orang Indonesia,  yang seharusnya ini sudah di mitigasi resiko terkait kecelakaan kerja sebelum proyek ini berjalan," imbuhnya. 

Bahwa proyek ini menjadi sorotan publik terlebih menelan anggaran dari APBN yang tidak kecil. KAMMI Jawa Barat juga mendesak agar dihentikan sementara selama proses penyelidikan.

"STOP saja sementara proyek ini untuk kepentingan investigasi agar dan bisa diaudit apakah ada faktor kelalaian atau tidak, mitigasi resikonya seperti apa, SOP dan sistem keselamatan kerjanya aman dan sesuai standar tidak," kata Agung Munandar. 

"Kalau memang ada faktor kelalaian yang mengakibatkan hilangnya korban jiwa maka polisi seharusnya bisa menyeret penanggung jawab untuk mempertanggung jawabkan atas kelalaiannya." tutup Agung Munandar

Senada juga dengan pendapat Riana Abdul Azis, S.Pd., M.Pd., MCE. Wakil Sekretaris Bid. TI DPD KNPI Jawa Barat, menyayangkan atas terjadiya kereta yang gagal melakukan pengereman sehingga melesat keluar lintasan sepanjang kurang lebih 200 meter dari ujung rel. Ini diakibatkan salah satunya tidak di terapkanya  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terlebih dengan kelalaian ini menjadi kekhawatiran masyarakat kedepanya, dan jangan sampai dengan alasan Polda Jawa Barat proses penyelidikan terkendala oleh gelapnya lokasi kejadian kecelakaan.

"Pemerintah/ penangung jawab pada proyek ini harusnya melaksanakan evaluasi pelintasan sebelum atau sesudah uji coba yang kesekian kalinya. Evaluasi pelintasan JPL dapat melalui audit keselamatan secara berkala. Audit keselamatan dapat dilakukan tiap bulan atau tiga/enam bulan atau satu tahun. tetapi ini tidak makanya terjadi kecelakaan ini," ujar Riana.

Oleh karena itu pemerintah harus bertanggung jawab atas kecelakaan kereta api, baik tabrakan antar-KA maupun anjlok, juga dinamakan kecelakaan kereta api karena sesuai aturan dalam UU 23/2007 tentang Perkeretaapian

"Oleh karena itu kami mendesak agar di audit pembangunan yang serba dadakan dan di paksakan itu untuk sefesifikasi teknis dan K3nya terlebih masarakatpun bisa menilai kelalayan ini bukan haya sekedar kcelakaan tapi ketidak sangupan pemerintah dalam merealisasikanya," pungkas Riana Abdul Aziz. ***


0 Komentar :

    Belum ada komentar.